MELESTARIKAN NILAI-NILAI RAMADHAN
MELESTARIKAN NILAI-NILAI RAMADHAN
Setelah
Ramadhan kita akhiri, bukan berarti berakhir sudah suasana ketaqwaan kepada
Allah Swt, tapi justeru tugas berat kita untuk membuktikan keberhasilan ibadah
Ramadhan itu dengan peningkatan ketaqwaan kepada Allah Swt, karenanya bulan
sesudah Ramadhan adalah Syawal yang artinya peningkatan. Disinilah letak
pentingnya melestarikan nilai-nilai Ibadah Ramadhan. Sekurang-kurangnya, ada lima nilai ibadah Ramadhan
yang harus kita lestarikan, paling tidak hingga Ramadhan tahun yang akan
datang.
1.
TIDAK GAMPANG BERBUAT
DOSA
Ibadah Ramadhan yang
kita kerjakan dengan sebaik-baiknya membuat kita mendapatkan jaminan ampunan
dari dosa-dosa yang kita lakukan selama ini, karena itu semestinya setelah
melewati ibadah Ramadhan kita tidak gampang lagi melakukan perbuatan yang bisa
bernilai dosa, apalagi secara harfiyah Ramadhan artinya membakar, yakni
membakar dosa, kalau dosa itu kita ibaratkan seperti pohon, maka kalau sudah
dibakar, pohon itu tidak mudah tumbuh lagi, bahkan bisa jadi mati, sehingga
dosa-dosa itu tidak mau kita lakukan lagi.
Dengan demikian, jangan
sampai dosa yang kita tinggalkan pada bulan Ramadhan hanya sekedar
ditahan-tahan untuk selanjutnya dilakukan lagi sesudah Ramadhan berakhir dengan
kualitas dan kuantitas yang lebih besar. Kalau demikian jadinya, ibarat pohon,
hal itu bukan dibakar, tapi hanya ditebang sehingga satu cabang ditebang tumbuh
lagi tiga, empat bahkan lima
cabang beberapa waktu kemudian.
Dalam kaitan dosa,
sebagai seorang muslim jangan sampai kita termasuk orang yang bangga dengan
dosa, apalagi kalau mati dalam keadaan bangga terhadap dosa yang dilakukan,
bila ini yang terjadi, maka sangat besar resiko yang akan kita hadapi dihadapan
Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak
akan dibukakan pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka bisa masuk ke dalam
syurga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan
kepada orang-orang yang berbuat kejahatan (QS 7:40).
2. HATI-HATI
DALAM BERSIKAP DAN BERTINDAK
Selama beribadah
Ramadhan, kita cenderung berhati-hati dalam melakukan sesuatu, hal itu karena
kita tidak ingin ibadah Ramadhan kita menjadi sia-sia dengan sebab kekeliruan
yang kita lakukan. Secara harfiyah, Ramadhan juga berarti mengasah, yakni
mengasah ketajaman hati agar dengan mudah bisa membelah atau membedakan antara
yang haq dengan yang bathil. Ketajaman hati itulah yang akan membuat seseorang
menjadi sangat berhati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku. Sikap seperti
ini merupakan sikap yang sangat penting sehingga dalam hidupnya, seorang muslim
tidak asal melakukan sesuatu, apalagi sekedar mendapat nikmat secara duniawi.
Kehati-hatian dalam
hidup ini menjadi amat penting mengingat apapun yang kita lakukan akan dimintai
pertanggung-jawaban dihadapan Allah Swt, karenanya apa yang hendak kita lakukan
harus kita pahami secara baik dan dipertimbangkan secara matang, sehingga tidak
sekedar ikut-ikutan dalam melakukannya, Allah berfirman yang artinya: Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya (QS 17:36).
3. BERSIKAP
JUJUR.
Ketika kita berpuasa
Ramadhan, kejujuran mewarnai kehidupan kita sehingga kita tidak berani makan
dan minum meskipun tidak ada orang yang mengetahuinya. Hal ini karena kita
yakin Allah Swt yang memerintahkan kita berpuasa selalu mengawasi diri kita dan
kita tidak mau membohongi Allah Swt dan tidak mau membohongi diri sendiri
karena hal itu memang tidak mungkin, inilah kejujuran yang sesungguhnya. Karena
itu, setelah berpuasa sebulan Ramadhan semestinya kita mampu menjadi
orang-orang yang selalu berlaku jujur, baik jujur dalam perkataan, jujur dalam
berinteraksi dengan orang, jujur dalam berjanji dan segala bentuk kejujuran
lainnya.
Dalam kehidupan
masyarakat dan bangsa kita sekarang ini, kejujuran merupakan sesuatu yang amat
diperlukan. Banyak kasus di negeri kita yang tidak cepat selesai bahkan tidak
selesai-selesai karena tidak ada kejujuran, orang yang bersalah sulit untuk
dinyatakan bersalah karena belum bisa dibuktikan kesalahannya dan mencari
pembuktian memerlukan waktu yang panjang, padahal kalau yang bersalah itu
mengaku saja secara jujur bahwa dia bersalah, tentu dengan cepat persoalan bisa
selesai. Sementara orang yang secara jujur mengaku tidak bersalah tidak perlu
lagi untuk diselidiki apakah dia melakukan kesalahan atau tidak. Tapi karena
kejujuran itu tidak ada, yang terjadi kemudian adalah saling curiga mencurigai
bahkan tuduh menuduh yang membuat persoalan semakin rumit. Ibadah puasa telah
mendidik kita untuk berlaku jujur kepada hati nurani kita yang sehat dan tajam,
bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita sebelas bulan mendatang, maka tarbiyyah
(pendidikan) dari ibadah Ramadhan kita menemukan kegagalan, meskipun secara
hukum ibadah puasanya tetap sah.
4. MEMILIKI
SEMANGAT BERJAMAAH.
Kebersamaan kita dalam
proses pengendalian diri membuat syaitan merasa kesulitan dalam menggoda
manusia sehingga syaitan menjadi terbelenggu pada bulan Ramadhan. Hal ini
diperkuat lagi dengan semangat yang tinggi bagi kita dalam menunaikan shalat
yang lima waktu
secara berjamaah sehingga di bulan Ramadhan inilah mungkin shalat berjamaah
yang paling banyak kita laksanakan, bahkan melaksanakannya juga di masjid atau
mushalla.
Disamping itu, ibadah
Ramadhan yang membuat kita dapat merasakan lapar dan haus, telah memberikan
pelajaran kepada kita untuk memiliki solidaritas sosial kepada mereka yang
menderita dan mengalami berbagai macam kesulitan, itupun sudah kita tunjukkan
dengan zakat yang kita tunaikan. Karena itu, semangat berjamaah kita sesudah
Ramadhan ini semestinya menjadi sangat baik, apalagi kita menyadari bahwa kita
tidak mungkin bisa hidup sendirian, sehebat apapun kekuatan dan potensi diri
yang kita miliki, kita tetap sangat memerlukan
pihak lain. Itu pula sebabnya, dalam konteks perjuangan Allah mencintai
hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjamaah, yang saling kuat menguatkan
sebagaimana firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan yang teratur, seakan-akan mereka
seperti bangunan yang tersusun kokoh (QS 61:4)
5. MELAKUKAN
PENGENDALIAN DIRI
Puasa Ramadhan adalah
pengendalian diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan
kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita
mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua dan ketiga, bahkan dari hal-hal
yang kurang pokok dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya, banyak orang
telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tapi tidak
dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, misalnya ada orang yang mengatakan: “saya lebih baik tidak makan
daripada tidak merokok”, padahal makan itu pokok dan merokok itu tidak perlu.
Kemampuan kita
mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan Rasul-Nya
merupakan sesuatu yang amat mendesak, bila tidak, kehidupan ini akan berlangsung seperti tanpa
aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq dan bathil, bahkan tak
ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak. Yang jelas, selama
manusia menginginkan sesuatu, hal itu akan dilakukannya meskipun tidak benar,
tidak sepantasnya dan sebagainya. Bila ini yang terjadi, apa bedanya kehidupan
manusia dengan kehidupan binatang, bahkan masih lebih baik kehidupan binatang,
karena mereka tidak diberi potensi akal, Allah berfirman yang artinya,
“Dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS 7:179).
Dengan demikian, harus
kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan latihan, keberhasilan
ibadah Ramadhan justeru tidak hanya terletak pada amaliyah Ramadhan yang kita
kerjakan dengan baik, tapi yang juga sangat penting adalah bagaimana
menunjukkan adanya peningkatan taqwa yang dimulai dari bulan Syawal hingga
Ramadhan tahun yang akan datang.
Post a Comment