KEBAIKAN DAN KEJELEKAN
KEBAIKAN DAN
KEJELEKAN
Ahlus Sunnah bersaksi dan berkeyakinan bahwa kebaikan
dan kejelekan, manfa'at dan mudarat (kejadian yang manis maupun yang pahit)
semuanya dari takdir dan ketentuan Allah ta'ala, tidak ada yang mampu
mencegahnya, menyimpangkan atau menjauhkannya.
Seseorang tidak akan tertimpa suatu musibah melainkan
apa yang telah ditakdirkan. Meskipun seluruh makhluk berusaha keras untuk
menolong orang tersebut, akan tetapi Allah menakdirkan untuk tertimpa musibah
maka usaha tersebut tidak berhasil.
Demikian juga meskipun seluruh makhluk berusaha untuk
mencelakakan dirinya akan tetapi orang tersebut tidak ditakdirkan celaka, maka
usaha tersebut tidak akan berhasil, hal ini sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas
radiallahu'anhu. 16
Allah berfirman:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ
إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ
"Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu,
maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah
menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak
kurnia-Nya.."(Yuunus:107)
Termasuk dari pemahaman dan manhaj Ahlus Sunnah
-selain keyakinan mereka bahwa kebaikan dan kejelekan semuanya dari takdir
Allah- mereka juga menetapkan bahwa tidak diperkenankan menyandarkan kepada
Allah apa-apa yang berkesan negatif bila diucapkan secara terpisah. Tidak boleh
dikatakan, misalnya: Allah itu pencipta monyet, babi, kumbang kelapa dan
jangkrik, meskipun kita tahu tidak ada makhluk yang tidak diciptakan oleh Allah.
Dalam hal ini terdapat hadits tentang do'a istiftah: "Sungguh Maha Suci dan Maha
Tinggi Engkau ya Allah, kebaikan seluruhnya di keduatangan-Mu dan kejelekan
tidak disandarkan kepada-Mu" 17
Maksudnya, wallahu a'lam, kejelekan tidak termasuk
yang bisa disandarkan kepada Allah secara terpisah, seperti: "Wahai Pencipta
keburukan, atau wahai yang menakdirkan kejelekan". Meskipun benar bahwasanya
Dia-lah yang menciptkan dan menakdirkan kejelekan tersebut.
Oleh karena itu Nabi Khidir 'alaihis salam
menyandarkan kehendak untuk merusak perahu kepada dirinya sendiri, seperti
dikisahkan dalam Al-Qur'an:
"Adapun kapal itu kepunyaan orang-orang miskin yang
bekerja di laut, dan aku hendak merusakkan kapal itu, karena dihadapan mereka
ada seorang raja yang merampas tiap-tiap kapal. (Al-Kahfi:79)
Namun ketika beliau menyebutkan kebaikan, kebajikan,
dan rahmat, beliau menyandarkan kehendaknya kepada Allah, Allah ta'ala
berfirman:
فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا
وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ
"..maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai
kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari
Rabbmu.."(Al-Kahfi:82)
Allah juga memberitakan tentang diri Ibrahim 'alaihis
salam dalam firman-Nya:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
"dan apabila aku sakit. Dialah Yang menyembuhkan aku,
(Asy-Syu'ara:80)
Beliau menyandarkan sakit kepada
dirinya sendiri dan menyandarkan kesembuhan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Meskipun keduanya datang dari Allah Yang Maha Mulia
16 Yakni sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Ketahuilah, bahwa seseungguhnya seandainya bersatu
umat manusia untuk memberikan manfa'at padamu dengan sesuatu, niscaya tiadalah
mereka dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang ditakdirkan Allah
kepadamu, dan seandainya mereka bersatu untuk mencelakakan kamu dengan sesuatu,
niscaya mereka tidak akan dapat mencelakakan kamu kecuali dengan sesuatu yang
telah Allah takdirkan kepadamu. Telah diangkat pena (untuk menulis takdir) dan
telah kering lembaran-lembaran itu (HR. Turmudzi dll dan dikatakan hasan
shahih)
17 Dikeluarkan oleh:Ahmad,
Muslim dan lainnya
Post a Comment