Kembali Kepada Allah SWT
Kembali Kepada Allah SWT
Seandainya para wanita di dunia ini seperti Sahlah, niscaya kaum wanita akan melebihi kaum pria. Wallahu a'lam bish-shawab
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Sesungguhnya umat yang jauh dari manhaj Alquran dan sunah adalah umat yang akan menuai kehancuran dan azab. Kita sebagai bangsa muslim, meskipun mendapat perlakuan zalim dari musuh-musuh Islam, masih saja banyak di antara kita yang berkecimpung dalam kesesatan dan enggan kembali kepada Allah Tabaraka wa Taala. Mereka ini adalah orang-orang yang ikut berpartisipasi dalam menzalimi pihak lain. Akibatnya, kerusakan tersebar di tengah kaum muslimin, pencurian merajalela, minum-minuman keras merebak, tempat-tempat bahaya menjadi sasaran, para wanita keluar dengan telanjang tanpa rasa malu dan perlindungan, dan zina pun marak. Padahal, Rasululah saw. telah bersabda yang artinya, "Apabila riba dan zina telah nampak dalam sebuah desa, mereka telah halal untuk mendapatkan azab Allah."
Sesungguhnya umat yang jauh dari manhaj Alquran dan sunah adalah umat yang akan menuai kehancuran dan azab. Kita sebagai bangsa muslim, meskipun mendapat perlakuan zalim dari musuh-musuh Islam, masih saja banyak di antara kita yang berkecimpung dalam kesesatan dan enggan kembali kepada Allah Tabaraka wa Taala. Mereka ini adalah orang-orang yang ikut berpartisipasi dalam menzalimi pihak lain. Akibatnya, kerusakan tersebar di tengah kaum muslimin, pencurian merajalela, minum-minuman keras merebak, tempat-tempat bahaya menjadi sasaran, para wanita keluar dengan telanjang tanpa rasa malu dan perlindungan, dan zina pun marak. Padahal, Rasululah saw. telah bersabda yang artinya, "Apabila riba dan zina telah nampak dalam sebuah desa, mereka telah halal untuk mendapatkan azab Allah."
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Apabila kita berkeinginan untuk merealisasikan prinsip ideal dalam sebuah masyarakat, tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Wahai Rab kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dan terimalah taubat kami karena sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Apabila kita berkeinginan untuk merealisasikan prinsip ideal dalam sebuah masyarakat, tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Wahai Rab kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dan terimalah taubat kami karena sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing. Apakah di sana ada kesempurnaan, sementara jiwa kita dipenuhi dengan rasa iri, kebencian, dan permusuhan? Apakah di sana ada kesempurnaan, sementara kita masih mabuk dalam luapan minuman keras? Apakah di sana ada kesempurnaan, sementara kita memakan daging sebagian kita dengan sebagian yang lain?
Marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing. Apakah di sana ada kesempurnaan, sementara jiwa kita dipenuhi dengan rasa iri, kebencian, dan permusuhan? Apakah di sana ada kesempurnaan, sementara kita masih mabuk dalam luapan minuman keras? Apakah di sana ada kesempurnaan, sementara kita memakan daging sebagian kita dengan sebagian yang lain?
Bila kita ingin mengobati itu semua, merilah kita kembali
kepada Allah Tabaraka wa Taala. Marilah kita lantunkan kalimat lailaaha
Illallah muhammadar rasulullah. Marilah kita perbaiki hubungan kita dengan
Allah. Marilah kita mendidik diri kita dan anak-anak kita dengan pendidikan
Islam. Marilah kita tolong-menolong atas dasar kebaikan dan takwa dan jangan
tolong menolong atas dasar dosa dan permusuhan.
Marilah kita mengambil pelajaran dan nasihat dari para sahabat
besar yang telah dididik Rasulullah saw. Di antaranya adalah seorang sahabat
wanita mulia, Sahlah binti Mulhan, yang ketika menikah maharnya adalah kalimat
tauhid "laa ilaaha illallah". Sebuah kalimat yang mampu menggoncang
gunung-gunung.
Nabi Musa a.s. berkata, "Ya Rab, ajarilah aku sesuatu yang
dengannya aku berdoa kepada-Mu dan menyebut-MU." Allah Tabaraka wa Taala
berfirman, "Katakanlah, laa ilaaha illallah." Musa berkata, "Wahai
Rab, semua hamba-Mu mengatakannya." Maka, Allah yang telah meninggikan
langit tanpa tiang berfirman, "Hai Musa, demi izah dan kebesaran-Ku,
seandainya langit yang tujuh dan siapa yang ada di dalamnya dan bumi-bumi dan
siapa yang ada di dalamnya diletakkan dalam sebuah telapak dan saya meletakkan
laa ilaaha illallah dalam telapak yang lain, maka akan condonglah telapak yang
terdapat kalimat lailaaha lllallah."
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Sahabat mulia, Sahlah binti Mulhan, menikah dengan Abu Thalhah dan Allah menganugerakan kepada mereka seorang anak. Mereka memberi nama anak ini dengan Umair. Suatu hari anak tersebut sakit keras. Sebelum Abu Thalhah berangkat bekerja, ia mencium anak itu. Tidak berapa lama kemudian Allah Yang Maha Kuasa pun memanggilnya. Marilah kita melihat apa yang dilakukan Sayyidah Sahlah r.a. ketika kematian telah menjemput anaknya! Apakah ia merobek-robek pakaiannya, apakah ia menampar pipinya? Apakah ia menyeru dengan seruan jahiliyah? Tidak, namun yang ia katakan adalah innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun (sesungguhnya kita semuanya milik Allah, dan kita semua akan kembali kepadanya), tidak ada tempat lari dari pertemuan kepada Allah.
"Kuburan adalah pintu dan semua manusia akan memasukinya. Wahai umurku, setelah pintu niscaya terdapat rumah. Rumah itu adalah rumah kenikmatan jika aku berbuat dengan yang apa diridhai Allah, namun bila aku menyelisihinya, neraka adalah tempat tinggalnya. Keduanya adalah tempat kembali. Tidak ada manusia yang tinggal selain di kedua tempat tersebut, maka lihatlah dirimu, rumah manakah yang engkau pilih? Seorang hamba bila beramal dan memberikan pemberian, maka tidak ada baginya kecuali surga Firdaus, sementara Rab itu Maha Pengampun."
Sahabat mulia, Sahlah binti Mulhan, menikah dengan Abu Thalhah dan Allah menganugerakan kepada mereka seorang anak. Mereka memberi nama anak ini dengan Umair. Suatu hari anak tersebut sakit keras. Sebelum Abu Thalhah berangkat bekerja, ia mencium anak itu. Tidak berapa lama kemudian Allah Yang Maha Kuasa pun memanggilnya. Marilah kita melihat apa yang dilakukan Sayyidah Sahlah r.a. ketika kematian telah menjemput anaknya! Apakah ia merobek-robek pakaiannya, apakah ia menampar pipinya? Apakah ia menyeru dengan seruan jahiliyah? Tidak, namun yang ia katakan adalah innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun (sesungguhnya kita semuanya milik Allah, dan kita semua akan kembali kepadanya), tidak ada tempat lari dari pertemuan kepada Allah.
"Kuburan adalah pintu dan semua manusia akan memasukinya. Wahai umurku, setelah pintu niscaya terdapat rumah. Rumah itu adalah rumah kenikmatan jika aku berbuat dengan yang apa diridhai Allah, namun bila aku menyelisihinya, neraka adalah tempat tinggalnya. Keduanya adalah tempat kembali. Tidak ada manusia yang tinggal selain di kedua tempat tersebut, maka lihatlah dirimu, rumah manakah yang engkau pilih? Seorang hamba bila beramal dan memberikan pemberian, maka tidak ada baginya kecuali surga Firdaus, sementara Rab itu Maha Pengampun."
Sahlah kemudian memandikan jasad anaknya, mengafani, dan
menyolatkannya, setelah itu mengkuburkannya. Lalu, pada malam harinya suaminya
pulang dari bekerja. Ia lalu mempersiapkan dirinya dan makanan untuk suaminya.
Suaminya pun menikmati makanan yang dihidangkannya, lalu ia bertanya,
"Bagaimanakah keadaan Umair, wahai istriku?" Perkataan yang sungguh menakjubkan,
namun jawaban yang diberikan Sahlah jauh lebih menakjubkan. "Bagaimana
keadaaannya?" Maka bagaimanakah jawaban yang diberikan sahabat yang telah
mengikat tangan Rasulullah saw. ini? Ia berkata, "Wahai Abu Thalhah,
sesungguhnya Umair tengah menikmati malam harinya, ia tidak merasakah lelah, ia
tengah tidur dengan tenang."
Manakala Rasulullah saw. berada dalam sakaratul maut ia
membasuh wajahnya dengan air yang dingin. Beliau berkata, "Subhanallah (maha
suci Allah) sesungguhnya kematian saat-saat sekarat. Ya Allah, mudahkanlah
sakaratul maut untuk kami." Saat itu sayyidah Fathimah tengah menangis,
"Alangkah sedihnya wahai ayahanda." Rasulullah saw. kemudian bersabda, "Wahai
Fathimah, tidak ada kesedihan atas ayahmu setelah hari ini."
Bilal bin Rabah tatkala berada dalam sakaratul maut, istrinya
berkata, "Alangkah sedihnya." Bilal kemudian membuka matanya dan berkata,
"Katakanlah, 'Alangkah gembiranya saya akan berjumpa denga para kekasihku,
muhammad dan para sahabatnya'."
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Tatkala Ibrahim a.s. tengah tidur di atas kasur kematiannya, datanglah malaikat pencabut nyawa. Ibrahim lalu berkata kepadanya, "Engkau datang ataukah akan menyabut nyawa wahai malaikat maut?" Malaikat maut menjawab, "Saya datang untuk mencabut nyawamu wahai kekasih Ar-Rahman." Maka, berkatalah Ibrahim, "Wahai malaikat maut, apa pendapatmu tentang seorang kekasih yang mematikan kekasihnya?" Maka, Allah Tabaraka wa Taala mewahyukan jawaban kepada malaikat maut. Berkatalah malaikat maut, "Wahai kekasih Ar-Rahman, As-Salam (Allah) membacakan salam kepadamu dan berkata kepadamu, 'Apakah pendapatmu tentang seorang kekasih yang enggan bertemu dengan kekasihnya?' Allah berfirman yang artinya, 'Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya, Itulah yang kamu selalu daripadanya'." (Qaf: 19).
Tatkala Ibrahim a.s. tengah tidur di atas kasur kematiannya, datanglah malaikat pencabut nyawa. Ibrahim lalu berkata kepadanya, "Engkau datang ataukah akan menyabut nyawa wahai malaikat maut?" Malaikat maut menjawab, "Saya datang untuk mencabut nyawamu wahai kekasih Ar-Rahman." Maka, berkatalah Ibrahim, "Wahai malaikat maut, apa pendapatmu tentang seorang kekasih yang mematikan kekasihnya?" Maka, Allah Tabaraka wa Taala mewahyukan jawaban kepada malaikat maut. Berkatalah malaikat maut, "Wahai kekasih Ar-Rahman, As-Salam (Allah) membacakan salam kepadamu dan berkata kepadamu, 'Apakah pendapatmu tentang seorang kekasih yang enggan bertemu dengan kekasihnya?' Allah berfirman yang artinya, 'Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya, Itulah yang kamu selalu daripadanya'." (Qaf: 19).
Marilah kita kembali kepada kisah Abu Thalhah, "Bagaimana
keadaan Umair?" Sahlah lalu berkata kepadanya, "Ia tidur malam dengan tenang dan
tidak merasakan lelah." Seandainya Sahlah adalah salah satu wanita yang hidup
pada masa sekarang, maka dunia telah berbalik, atas menjadi bawah.
Akidah adalah dasar utama untuk mendidik jiwa. Akidah inilah
yang mendidik jiwa merasakan pengawasan Allah SWT. Setelah itu mereka berdua
tidur. Ketika Abu Thalhah hendak berangkat salat fajar ke masjid, ia bertanya
kepada istrinya, "Di manakah Umair? Saya hendak menciumnya." Maka apakah jawaban
yang diberikan Sahlah, apakah ia akan berdusta? Sungguh mereka tidak mengenal
perkataan dusta dan bohong. Rasululalh telah mendidik mereka. Ia menjawab,
"Wahai Abu Thalhah, sesungguhnya saya dalam kesedihan." Abu Thalhah bertanya,
"Mengapa?" Ia menjawab, "Tetangga telah meminjamkan sesuatu kepdaku, tetapi ia
kemudian mengambilnya kembali." Abu Talhah berkata, "Apakah engkau akan sedih
bila mereka mengambil titipanya?" Maka berkatalah Sahlah, "Apakah engkau akan
sedih wahai Abu Thalhah bila Allah mengambil titipan-Nya dari kita?"
Maka saat itu tidak terdengar dari lisan Abu Thalhah, melainkan
kalimat innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiun. Ia kemudian pergi ke
masjid untuk menunaikan salat fajar berjamaah bersama Rasulullah saw. Setalah
salat usai, ia menceritakan ucapan istrinya kepada Rasulullah. Maka, nampaklah
senyum keridaan dari kedua bibir beliau, atas apa yang telah diperbuat Sahlah
r.a., lalu beliau mendoakan Abu Thalhah. Doa yang membuka pintu langit yang
tinggi. "Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua wahai Aba
Thalhah"
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Seorang perawi hadis berkata, "Setelah itu saya menyaksikan Abu Thalhah memiliki 10 anak laki-laki yang semuanya hafal Alquran dan tidak ada di antara mereka yang memiliki kendaraan, bangunan, atau harta yang berlimpah. Sesungguhnya mereka menjaga kitab Allah Tabaraka wa Taala. Ini adalah kemuliaan dan ini adalah izah. Ini adalah doa Rasulullah saw. untuk Aba Thalhah."
Maasyiral muslimin rahimakumullah!Seorang perawi hadis berkata, "Setelah itu saya menyaksikan Abu Thalhah memiliki 10 anak laki-laki yang semuanya hafal Alquran dan tidak ada di antara mereka yang memiliki kendaraan, bangunan, atau harta yang berlimpah. Sesungguhnya mereka menjaga kitab Allah Tabaraka wa Taala. Ini adalah kemuliaan dan ini adalah izah. Ini adalah doa Rasulullah saw. untuk Aba Thalhah."
Seandainya para wanita di dunia ini seperti Sahlah, niscaya kaum wanita akan melebihi kaum pria. Wallahu a'lam bish-shawab
Post a Comment