Marhaban Yaa Ramadhan
Marhaban Yaa Ramadhan
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ أمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (البقرة: 183)
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS.
Al-Baqarah: 183).
Kewajiban Berpuasa
Ayat
di atas merupakan perintah Allah kepada umat Islam agar menjalankan
puasa di bulan Ramadahan. Puasa Ramadhan merupakan rukun Islam dan wajib
dikerjakan oleh setiap muslim. Barang siapa yang meninggalkannya ia
tidak memenuhi syarat rukun Islam. Sehingga barang siapa yang mati dalam
keadaan meninggalkan puasa Ramadhan, maka matinya dalam keadaan tidak
Islam.
Puasa
juga pernah diwajibkan oleh Allah kepada umat-umat terdahulu.
Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwa pada permulaan Islam puasa
wajib dilakukan tiga hari pada setiap bulan. Kemudian puasa ini di-nasakh
(dihapus) dengan turunnya perintah puasa di bulan Ramadhan. Menurut
keterangan yang datang dari Mudaz ra. dan Abdullah bin Mas’ud ra.
disebutkan bahwa puasa disyari’atkan sejak zaman Nabi Nuh as hingga
Allah menghapus ketentuan itu dengan perintah berpuasa di bulan penuh
pada bulan suci Ramadahan. Umat sebelumnya juga berpuasa hampir penuh
sehari-semalam. Mereka hanya boleh berbuka sekaligus sahur dalam satu
waktu, yakni antara waktu maghrib hingga Isya.
Mengenai kewajiban puasa di bulan Ramadhan Nabi SAW bersabda:
شَهْرُ
رَمَضَانَ شَهْرٌ كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وَسَنَـنْتُ لَكُمْ
قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ
ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ (رواه ابن ماجه والبيهقى)
Artinya: “Bulan Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan oleh Allah bagi kalian berpuasa, dan aku telah mensunnahkan untuk kalian agar
shalat (tarawih). Maka barang siapa yang berpuasa dan shalat mendirikan
(tarawih) dengan penuh keimanan dan pengarapan akan dihapuskan
dosa-dosanya sebagaimana keadaan bayi yang baru lahir dari perut ibunya”
(HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi).
Berpuasa
pada bulan suci Ramadhan harus sebulan penuh dan tidak boleh ada satu
hari pun yang tertinggal. Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan sabda Nabi
SAW, bahwa “barang siapa yang meninggalkan dengan sengaja sehari saja
puasa di bulan Ramadhan tanpa ada rukhshakh (atau udzur yang
menghalanginya), maka ia tidak akan dapat menggantinya dengan puasa yang
lain, meskipun puasa sepanjang masa”. Imam Ali bin Abi Thalib dan
Abdullah bin Mas’ud menerangkan, “bahwa barangsiapa yang tidak berpuasa
sehari pada bulan Ramadahan, maka tidak akan dapat diganti dengan puasa
sepanjang hayat”. An-Nakha’i berkata, “Sesungguhnya orang yang tidak
berpuasa sehari pada bulan suci Ramadhan, maka wajib berpuasa baginya
sebanyak seribu hari” (lihat Kitab Irsyad Al-Ibad).
Oleh karena itu kita harus berjuang agar dapat istiqamah berpuasa dan tidak akan pernah meninggalkannya kecuali ada udzur yang diberi rukhshah (keringanan) untuk meng-qadha’-nya atau membayar fidyah. Adapun orang yang boleh meninggalkan puasa namun tetap wajib meng-qadha’-nya pada hari yang lain adalah: orang sakit, Dalam perjalanan/Musafir, orang hamil, orang menyusui, orang haid, melahirkan dan nifas.
Sedangkan untuk orang tua yang sudah lemah dan orang sakit yang sudah
tidak ada harapan untuk sembuh atau sakitnya hingga berbilang tahun maka
boleh baginya membayar Fidyah, yaitu memberi makan kaum fakir, miskin dan anak yatim.
Bergembira Menyambut Ramadhan.
Ramadhan adalah karunia Allah yang sangat besar
bahkan disebut sebagai bulan mukjizat bagi umat Islam. Nabi SAW
menyebutkan, barangsipa yang bergembira menyambut bulan suci Ramadhan
akan diharamkan jasadnya dari api neraka. Bulan Ramadhan adalah bulan
yang dikucurkan rahmat (Syahrur-Rahmah), bulan bertebaran hidayah (Syahrul-Hidayah), bulan penuh berkah (Syahrul-Mubarrak) dan bulan penuh ampunan (Syahrul-Maghfirah) dan ada jaminan bagi kaum muslimin akan dihindarkan dari api neraka (Itqun minan-Nar).
Pada bulan suci Ramadhan semua pintu surga dibuka lebar-lebar,
maksudnya Allah memberi peluang sebesar-besarnya agar umat Islam menjadi
Ahli Surga. Kemudian ditutup rapat-rapat pintu neraka, maksudnya Allah
menutup peluang terjerumusnya manusia ke neraka. Kemudian para setan pun
dibelenggu sehingga manusia dapat berbuat secara sadar tanpa godaan dan
intervensi setan. Memperhatikan keutamaan-keutamaan ini tidak ada hal
lain bagi kita, kecuali bergembira dan berbahagia memasuki dan menjalani
puasa di bulan sici Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ اَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ اَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّـيَاطِيْنَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: “Ketika
telah datang bulan Ramadhan maka dibukakan lebar-lebar pintu-pintu
surga, dan ditutup rapat-rapat pintu-pintu neraka, serta dibelenggu
semua setan” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Cara Memulai Puasa Ramadahan
صُوْمُوْا
لِرُؤْيَتِهِ, وَاَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ, فَاِنَّ غَبِيَ عَلَيْكُمْ
فَاَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: “Berpuasalah
kalian karena melihat hilal (bulan sabit Ramadahan) dan berbukalah
(hentikanlah) setelah meliahat hilal (bulan Syawal). Jika hilal itu
samar (tertutup) bagi kalian, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban
menjadi 30 hari” (HR. Bukhari dan Muslim).
Perlu
diketahui bahwa jumlah bilangan hari dalam kalender Hijriyah tidak
menentu, terkadang berjumlah 28, 29 atau 30 dan relatif selalu
berubah-ubah. Jumlah perhitungan harinya tidak dapat dipastikan dari
jauh hari seperti tahun Masehi. Oleh karena itu, Nabi SAW menganjurkan
untuk melihat hilal (ru’yat) ketika hendak memulai puasa
Ramdahan. Namun kendala yang muncul adalah jika terjadi mendung atau
hujan maka hilal akan tertutup. Jika terjadi samar atau tertutup maka
umat Islam diperintahkan mencukupkan bulan Sya’ban sebanyak 30 hari dan
selanjutnya memulai puasa Ramadhan.
Pada
zaman modern ini upaya untuk memastikan kedatangan bulan suci Ramadahan
telah didukung oleh teknologi canggih. Yaitu memadukan metode “Ru’yat” dengan metode “Hisab”
(perhitungan). Metode Rukyat tidak lagi menggunakan mata telanjang
namun telah menggunakan teropong canggih. Setelah hasil rukyat dan hisab
dipadukan dan dibandingkan maka diputuskanlah hari pertama puasa di
bulan suci Ramadhan. Memadukan kedua metode ini menghasilkan sistem yang
paling sempurna.
Dalam
memulai puasa Ramadhan kita harus mengacu pada keputusan Departemen
Agama (atau Menteri Agama). Alasanya, karena Depertemen Agama telah
memadukan metode Rukyat dan Hisab dengan mengumpulkan para
Ulama dan para Pakar sehingga tingkat kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan. Kita hindari keputusan ulama atau oknum tertentu
yang dapat memunculkan perselisihan dan perbedaan. Selanjutnya kita juga tidak
bisa mengacu pada Arab Saudi (Mekkah) karena secara geografis Indonesia
jauh dengan Arab. Setiap pihak tidak boleh mengedepankan egoisme yang
dapat menyebabkan umat terpecah belah. Semoga para Ulama, para pakar dan
pemerintah sependapat dalam memutuskan permulaan puasa tahun ini (Aamiin).
Post a Comment