NIKMAT MAMPU BERBICARA DAN MENJELASKAN
NIKMAT MAMPU BERBICARA DAN
MENJELASKAN
Sesungguhnya kenikmatan yang Allah
berikan kepada hamba-hambanya tak terhitung dan terhingga banyaknya. Dan
termasuk salah satu nikmat agung yang diberikan oleh Allah kepada kita adalah
nikmat mampu berbicara. Dengan kemapuan tersebut seseorang bisa mengutarakan
keinginannya, mampu menyampaikan perkataan yang benar dan mampu beramar ma’ruf
dan nahi mungkar. Orang yang tidak diberi nikmat mampu berbicara, jelas dia
tidak akan mampu melakukan hal di atas. Dia hanya bisa mengutarakan sesuatu dan
memahamkan orang dengan isyarat atau dengan cara menulis, jika dia mampu
menulis. Allah Ta’ala berfirman.
وَضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً رَّجُلَيْنِ
أَحَدُهُمَا أَبْكَمُ لاَ يَقْدِرُ عَلَىَ شَيْءٍ وَهُوَ كَلٌّ عَلَى مَوْلاهُ
أَيْنَمَا يُوَجِّههُّ لاَ يَأْتِ بِخَيْرٍ هَلْ يَسْتَوِي هُوَ وَمَن يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَهُوَ عَلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Artinya : Dan Allah membuat (pula)
perumpamaan dua orang lelaki, yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun
dan dia menjadi beban bagi penanggungnya, kemana saja dia suruh oleh
penanggungnya itu dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah
orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan yang berada di atas jalan
yang lurus?” [An-Nahl : 76]
Tentang tafsir ayat ini, ada yang mengatakan bahwasanya Allah memberikan permisalan perbandingan antara diriNya dengan berhala yang disembah. Adapula yang mengatakan bahwa Allah memberi permisalan antara orang kafir dan orang yang beriman. Imam Qurthubi menjelaskan dalam kitab Tafsirnya (IV/149), “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa penjelasan-penjelasan tersebut semuanya baik, karena telah mencakup”.
Permisalan di atas secara jelas menerangkan kekurangan seorang budak bisu yang tidak mampu memberikan manfaat kepada orang lain. Pemiliknya pun tidak mampu mengambil manfaat kapan dia membutuhkannya. Allah Ta’ala berfirman.
Tentang tafsir ayat ini, ada yang mengatakan bahwasanya Allah memberikan permisalan perbandingan antara diriNya dengan berhala yang disembah. Adapula yang mengatakan bahwa Allah memberi permisalan antara orang kafir dan orang yang beriman. Imam Qurthubi menjelaskan dalam kitab Tafsirnya (IV/149), “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa penjelasan-penjelasan tersebut semuanya baik, karena telah mencakup”.
Permisalan di atas secara jelas menerangkan kekurangan seorang budak bisu yang tidak mampu memberikan manfaat kepada orang lain. Pemiliknya pun tidak mampu mengambil manfaat kapan dia membutuhkannya. Allah Ta’ala berfirman.
فَوَرَبِّ السَّمَاء وَالْأَرْضِ إِنَّهُ
لَحَقٌّ مِّثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنطِقُونَ
“Artinya : Demi Tuhan langit dan bumi,
sesungguhnya apa yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti
perkataan yang kamu ucapkan” [Adz-Dzariyat : 23]
Allah bersumpah dengan diriNya akan pastinya kedatangan hari kebangkitan dan pembalasan amal manusia, sebagaimana pastinya ucapan yang menjadi perwujudan dari orang yang berbicara. Pada ayat tersebut Allah memaparkan sebagian karuniaNya yang berupa ucapan,
Allah Ta’ala juga berfirman
Allah bersumpah dengan diriNya akan pastinya kedatangan hari kebangkitan dan pembalasan amal manusia, sebagaimana pastinya ucapan yang menjadi perwujudan dari orang yang berbicara. Pada ayat tersebut Allah memaparkan sebagian karuniaNya yang berupa ucapan,
Allah Ta’ala juga berfirman
خَلَقَ الْإِنسَانَ. ٤. عَلَّمَهُ
الْبَيَانَ
“Artinya : Dia menciptakan manusia,
dan mengajarinya berbicara” [Ar-Rahman : 3-4]
Al-Hasan Al-Bashri menafsirkan bahwa al-bayan (penjelasan) adalah berbicara. Jadi, Allah menyebutkan nikmat berbicara ini, karena dengan berbicara manusia bisa mengutarakan apa yang diinginkannya.
Allah Ta’ala berfirman.
Al-Hasan Al-Bashri menafsirkan bahwa al-bayan (penjelasan) adalah berbicara. Jadi, Allah menyebutkan nikmat berbicara ini, karena dengan berbicara manusia bisa mengutarakan apa yang diinginkannya.
Allah Ta’ala berfirman.
أَلَمْ نَجْعَل لَّهُ عَيْنَيْنِ. ٩.
وَلِسَاناً وَشَفَتَيْنِ
“Artinya : Bukannkah Kami telah
memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir?” [Al-Balad :
8-9]
Dalam kitab Tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan, “Firman Allah : (Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata), maksudnya dengan kedua mata tersebut dia mampu melihat. Dan lidah, yaitu dengan lidahnya dia mampu berbicara ; mampu mengungkapkan apa yang tersimpan dalam hatinya. Dan kedua bibirnya, yaitu dengan bibirnya dia dapat mengucapkan sebuah perkataan, atau memakan makanan ; juga sebagai penghias wajah dan mulutnya”.
Akan tetapi, kita tahu bahwa nikmat berbicara ini akan menjadi kenikmatan yang hakiki apabila digunakan untuk membicarakan hal-hal yang baik. Apabila digunakan untuk perkara yang jelek, maka hal itu justru akan menjadi musibah bagi pemiliknya. Dalam keadaan seperti itu, maka orang yang tidak diberi nikmat berbicara lebih baik keadaannya dibandingkan dengan orang yang menggunakan nikmat ini dalam perkara yang jelek.
Dalam kitab Tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan, “Firman Allah : (Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata), maksudnya dengan kedua mata tersebut dia mampu melihat. Dan lidah, yaitu dengan lidahnya dia mampu berbicara ; mampu mengungkapkan apa yang tersimpan dalam hatinya. Dan kedua bibirnya, yaitu dengan bibirnya dia dapat mengucapkan sebuah perkataan, atau memakan makanan ; juga sebagai penghias wajah dan mulutnya”.
Akan tetapi, kita tahu bahwa nikmat berbicara ini akan menjadi kenikmatan yang hakiki apabila digunakan untuk membicarakan hal-hal yang baik. Apabila digunakan untuk perkara yang jelek, maka hal itu justru akan menjadi musibah bagi pemiliknya. Dalam keadaan seperti itu, maka orang yang tidak diberi nikmat berbicara lebih baik keadaannya dibandingkan dengan orang yang menggunakan nikmat ini dalam perkara yang jelek.
Post a Comment