TARBIYYAH RAMADHAN
TARBIYYAH RAMADHAN
Ada
banyak faktor yang membuat kita harus bersyukur kepada Allah Swt. Salah
Satunya adalah disampaikan-Nya usia kita pada bulan Ramadhan yang
mubarak, sehingga kita bisa rasakan lagi ibadah Ramadhan yang nikmat
itu. Kenikmatan ibadah Ramadhan dapat kita rasakan salah satunya dari
sisi nilai tarbiyyah (pendidikan) nya terhadap diri, keluarga dan
masyarakat.
Oleh
karena itu, manakala ibadah Ramadhan ini dapat kita tunaikan dengan
sebaik-baiknya, maka masyarakat dan negara kita yang mayoritas
penduduknya muslim ini akan sampai pada suatu keadaan yang bersih
jiwanya sehingga melahirkan masyarakat dan bangsa yang bersih dari sifat
dan prilaku yang buruk.
Ada
banyak nilai tarbiyyah Ramadhan yang akan kita peroleh, khususnya dari
ibadah puasa. Pemahaman tentang masalah ini perlu kita ingat dan
segarkan kembali agar ibadah puasa Ramadhan pada tahun ini bisa kita
optimalkan dalam peroleh hasil-hasilnya.
1. Membersihkan Jiwa.
Keadaan
jiwa seseorang menjadi penentu utama bagi diri dalam bersikap dan
berprilaku. Sikap dan prilaku yang baik atau buruk sangat ditentukan
oleh apakah jiwanya bersih atau tidak. Puasa mentarbiyyah kita untuk
menjadi manusia yang memiliki jiwa yang bersih. Indikasi jiwa yang
bersih adalah senang melaksanakan apa yang diperintah Allah, menjauhi
apa yang dilarang-Nya serta selalu berupaya untuk menyempurnakan
pengabdiannya kepada Allah Swt.
Jiwa yang bersih akan membuat seseorang, pertama,
senang pada kejujuran dan puasa memang mendidik seorang muslim untuk
bersikap dan berprilaku jujur, meskipun tidak ada orang lain yang
mengetahui kalau dia melakukan pelanggaran. Kedua, takut kepada Allah dan selalu merasa diawasi olehnya yang membuat tumbuh dalam jiwanya rasa dekat kepada Allah Swt sehingga
dia tidak mau melanggar ketentuan-ketentuan Allah Swt, meskipun
pelanggaran yang dilakukannya termasuk pelanggaran yang kecil dan tidak
diketahui oleh orang lain. Ketiga, orang yang mendambakan
kebersihan jiwa, manakala telah diselimuti dengan dosa, maka dia ingin
membersihkan dosa-dosanya itu, dan puasa merupakan salah satu upaya
untuk membersihkan jiwa dari dosa-dosa. Keempat, jiwa yang bersih juga
diindikasikan dalam bentuk disiplin dalam menjalan ketentuan-ketentuan
Allah Swt dan puasa memang melatih kita untuk menjadi orang yang
disiplin dalam menjalani kehidupan sebagaimana yang telah digariskan
Allah Swt dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. Makan, minum, melakukan
hubungan seksual dan sebagainya ada ketentuan waktu yang harus ditaati
oleh seorang muslim selama menunaikan ibadah puasa, ini berarti puasa
harus menghasilkan jiwa disiplin dalam ketaatan kepada Allah Swt.Dan
kedisiplinan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dunia apapun,
apalagi dalam menjalani kehidupan sebagai seorang muslim.
2. Memantapkan Keinginan Baik.
Keinginan
(iradah) merupakan sesuatu yang mesti ada, tumbuh dan berkembang dalam
diri seorang muslim dalam rangka melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan Allah Swt.Puasa mendidik kita untuk menumbuhkan dan
mengembangkan iradah untuk melaksanakan yang baik dan iradah untuk
menjauhi segala bentuk keburukan.
Pahala
atau imbalan besar yang disediakan Allah Swt terhadap orang yang
berpuasa dengan baik membuat tumbuh pada dirinya keinginan untuk
melaksanakan segala bentuk kebaikan dan menjauhi segala bentuk
keburukan. Misalnya saja di bulan Ramadhan kita dibina untuk menolong
orang lain dengan cara memberi makan atau minum kepada orang yang
berbuka dengan pahala yang besar, Rasulullah Saw bersabda:
Barangsiapa
memberi jamuan buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapat
pahala seperti pahalanya (orang yang berpuasa) itu, yaitu tidak dikurang
sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu
Majah, dan Ibnu Hibban).
Dengan
imbalan yang besar itu, seorang sahabat meskipun miskin masih tetap
berkeinginan untuk bisa memberi makan atau minum kepada orang yang
berbuka puasa, tapi dia bertanya kepada Rasul tentang apa yang bisa
diberikannya karena miskinnya itu, maka Rasulpun tidak menutup
kemungkinan seseorang untuk menginginkan suatu amal yang baik, maka
beliaupun menyatakan: “meskipun engkau hanya bisa memberi sebiji korma
atau seteguk air”.
3. Mengendalikan Nafsu Seksual.
Secara
khusus, ibadah puasa juga mendidik kita untuk melakukan pengendalian
terhadap nafsu seksual, tapi bukan membunuh nafsu seksual sehingga kita
tidak memilikinya lagi. Nafsu seksual merupakan salah satu pintu yang
digunakan oleh syaitan dalam menggoda manusia menuju jalan yang sesat.
Karena itu, tidaklah aneh kalau kita menemukan begitu banyak manusia
yang akhirnya jatuh ke lembah yang nista karena tidak mampu
mengendalikan nafsu seksualnya. Berapa banyak orang kaya yang jatuh
miskin karena masalah seksual, berapa banyak pejabat yang jatuh dari
kursi kekuasaannya karena nafsu seksual dan berapa banyak terjadi
kasus-kasus kerusakan akhlak lainnya karena berpangkal dari persoalan
seksual.
Karena itu, tidak aneh juga kalau ada psikolog menganggap seks sebagai faktor utama penggerak
aktivitas manusia, karena memang begitulah yang banyak terjadi di
berbagai belahan dunia, khususnya di dunia barat. Wabah kerusakan moral
dan berbagai penyakit telah bermunculan karena bermula dari
ketidakmampuan manusia mengendalikan nafsu seksualnya.
Oleh
karena itu, bagi seorang muslim, masalah seksual merupakan karunia
Allah Swt yang pelampiasannya boleh dilakukan pada batas-batas yang
telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka ibadah puasa melatih
kita untuk mengendalikan keinginan seksual itu, jangankan kepada wanita
lain atau kepada lelaki lain, kepada isteri atau suami saja harus
dikendalikan dengan sebaik-baiknyapada saat sedang berpuasa, Allah
berfirman yang artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu,
dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu
tidak bisa menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan
memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa
yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar (QS 2:187).
4. Mengokohkan Jiwa Kemasyarakatan.
Sebagai
manusia, kita menyadari bahwa hidup ini tidak mungkin bisa kita jalani
dengan baik tanpa kebersamaan dengan manusia lainnya. Karena itu
interaksi kita antara yang satu dengan yang lain merupakan suatu
kebutuhan dan secara ekonomi, yang kaya harus membantu yang miskin,
sementara yang miskinpun masih bisa bersyukur kepada Allah Swt karena
bisa jadi masih banyak orang yang lebih miskin darinya.
Ibadah
puasa mendidik kita untuk mengokohkan jiwa kemasyarakatan itu, sehingga
sebagai orang yang memiliki kemampuan secara materi kita siap
memberikan bantuan kepada yang tidak mampu karena kita sudah merasakan
tidak enaknya lapar dan haus, padahal itu hanya berlangsung beberapa
jam, sementara masih begitu banyak anggota masyarakat kita yang
memerlukan bantuan, apalagi dalam krisis ekonomi di negara kita sekarang
ini yang telah melahirkan penduduk miskin baru dalam jumlah yang amat
banyak. Menumbuhkan jiwa kemasyarakatan itu nantinya disimbolkan dalam
bentuk menunaikan zakat fitrah yang memang harus diberikan kepada mereka
yang miskin.
TARGET PENINGKATAN TAQWA
Bila
kita hendak simpulkan tentang apa sesungguhnya target ibadah puasa
secara khusus dan ibadah Ramadhan lainnya secara umum, maka target yang
hendak kita capai adalah terwujudnya peningkatan taqwa kepada Allah Swt
dalam arti yang sesungguhnya sebagaimana firman Allah dalam QS 2:183 di
atas.
Oleh
karena itu, dari Ramadhan ke Ramadhan, dari satu peribadatan ke
peribadatan berikutnya semestinya membuat taqwa kita kepada Allah Swt
semakin berkualitas, ibarat orang menaiki tangga, maka diasudah berada
pada pijakan tangga yang lebih tinggi sesuai dengan frekuensi
peribadatannya. Manakala dari tahun ke tahun ibadah Ramadhan kita
tunaikan, tapi ternyata tidak ada peningkatan taqwa kepada Allah yang
kita tunjukkan, maka kita khawatir kalau puasa kita itu tergolong yang
hanya merasakan lapar dan haus saja, Rasulullah Saw bersabda yang
artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan
pahalanya, melainkan hanya lapar dan haus saja (HR. Ahmad dan Hakim dari
Abu Hurairah).
Post a Comment