Tuntunan Rasulullah SAW Di Dalam Menyambut Sepuluh Hari Terakhir (al-'Asyrul Awaakhir)


Tuntunan Rasulullah SAW Di Dalam Menyambut Sepuluh Hari Terakhir (al-'Asyrul Awaakhir)
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Yang memuliakan orang-orang yang ta’at, Yang mengampuni dosa orang-orang yang bertaubat. Shalawat dan salam atas Imam orang-orang yang bertaqwa dan sebaik-baik ahli ‘ibadah, Muhammad SAW., wa ba’du:

Allah telah memuliakan umat ini dan memberikan karunia kepadanya dengan mendatangkan musim-musim yang penuh dengan kebaikan, pahala yang berlipat di dalamnya, yang mampu menyentuh hati serta mendorong manusia berbondong-bondong menyongsongnya untuk melakukan amal yang sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, orang yang hatinya hidup dalam menyongsong panggilan Allah dan memiliki semangat yang tinggi akan berusaha sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk mendapatkan keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepadaNya; dan ini merupakan bekal yang amat mulia. Allah berfirman (artinya), “(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,[88]. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.“[89] {Q.S.asy-Syu’arâ`:88-89}.

Rasulullah SAW., bersabda, “Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad.” (HR Muslim)

Berikut ini ulasan ringkas tentang beberapa petunjuk Nabi SAW., berkenaan dengan aktivitas beliau pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan:

1. Beliau SAW., Bersungguh-sungguh Di Dalam Beribadah

Nabi SAW., menambah frekuensi ibadahnya pada al-‘Asyrul Awaakhir (sepuluh hari terakhir) di bulan Ramadhan dan bersungguh-sungguh di dalamnya. Dan hal seperti ini tidak pernah dilakukannya pada selain hari-hari tersebut. Seluruh hari-harinya dihabiskannya untuk beribadah, berseah diri dan berzikir.

Dalam hal ini, isteri beliau; ummul Mukminin, ‘Aisyah RA., menjelaskan, “Rasulullah SAW., sangat bersungguh-sungguh pada al-‘Asyrul Awaakhir, sesuatu yang tidak beliau lakukan pada selain hari-hari tersebut.” (HR Muslim)

‘Aisyah berkata lagi, “Bila memasuki al-‘Asyrul Awaakhir, Rasulullah SAW., menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya serta bersungguh-sungguh dan bergiat sekali.” (HR Muslim)

Ali bin Abu Thalib berkata, “Bila menginjak al-‘Asyrul Awaakhir, Nabi SAW., benar-benar sungguh-sungguh dan tidak meniduri isteri-isterinya.”(HR Baihaqi dan dinilai Hasan oleh penahqiq Musnad Imam Ahmad)

2. Melakukan Qiyamul Lail (Shalat Malam)

Qiyamul Lail yang dilakukan oleh beliau pada al-‘Asyrul Awaakhir ini memiliki keistimewaan tersendiri, diantaranya:

ý Bahwa beliau dalam shalatnya tidak melebihi sebelas raka’at, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA., dia berkata, “Rasulullah tidak menambah (raka’at shalatnya) baik di bulan Ramadhan ataupun selainnya melebihi sebelas raka’at.” (HR al-Bukhari)

ý Beliau memanjangkan shalatnya tersebut (melamakan temponya), sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA., ketika ditanya, “Bagaimana shalat Rasulullah di bulan Ramadhan?.” Dia menjawab, “Beliau tidak menambah (raka’at shalatnya) baik di bulan Ramadhan ataupun selainnya melebihi sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at, dan (mengenainya) jangan ditanya bagaimana indah dan panjang (lama)-nya, kemudian shalat empat raka’at lagi, dan (mengenainya) jangan ditanya bagaimana indah dan panjang (lama)-nya, kemudian shalat tiga raka’at. Lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Apakah engkau tidur sebelum shalat witir?, beliau bersabda, “Wahai ‘Aisyah! Sesunguhnya kedua mataku ini tidur akan tetapi hatiku tidak tidur.” (HR al-Bukhari)

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh an-Nu’man bin Basyir RA., dia berkata, “Kami melakukan shalat malam bersama Rasulullah SAW., pada bulan Ramadhan, malam ke duapuluh tiga (dan berakhir) sampai sepertiga malam pertama, kemudian kami lakukan lagi bersama beliau malam ke duapuluh lima (dan berakhir) sampai setengah malam, kemudian kami lakukan lagi bersamanya pada malam ke duapuluh tujuh (dan berakhir) sampai kami menyangka bahwa kami tidak mendapatkan sahur karenanya.” (HR an-Nasa`iy)

3. Beliau Menyetor (Hafalan) al-Qur’an Kepada Jibril ‘alaihissalaam

Diantara hal yang menguatkannya adalah hadits Ibn ‘Abbas RA. Di dalamnya terdapat ungkapan, “…Jibril AS., menemui beliau SAW., setiap malam di bulan Ramadhan hingga berakhirnya. Ketika itu, Nabi SAW., menyetor (hafalan) al-Qur’an kepadanya.” (HR al-Bukhari).

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Fathimah RA., disebutkan sabda beliau (artinya), “…Sesungguhnya Jibril AS., mengetengahkan kepadaku al-Qur’an sekali setiap tahunnya, sedangkan tahun ini berlangsung dua kali.” (HR al-Bukhari)

Sabda beliau SAW., “mengetengahkan” dan perkataan Ibnu ‘Abbas RA., dalam riwayat yang lain: “(Jibril) membelajarkannya”; mengandung pengertian bahwa terkadang satu dari keduanya membaca dan yang satu lagi mendengarkan, begitu pula sebaliknya.” (Lihat: Fathul Bari, VIII, hal. 659)

4. Beliau Amat Tawadhu’ dan Menampakkan Kezuhudan

Diantara indikasi yang menguatkannya adalah sebagai berikut:

ý Mengalirnya air hujan dari atas atap masjid membasahi tempat beliau shalat. Demikian pula, kondisi beliau yang sujud di atas tanah yang bercampur air sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri RA., dia berkata, “lalu langit menjadi mendung pada malam itu kemudian turun hujan membasahi masjid, persis di tempat shalat Nabi SAW., pada malam ke duapuluh satu. Lalu mataku memandangi Rasulullah SAW., dan melihatnya keluar dari shalat shubuh dalam kondisi wajahnya yang penuh dengan lumuran tanah bercampur air.” (HR.Bukhari)

ý Ketika Qiyamul lail, beliau melakukannya di atas sehelai tikar, sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA., dia berkata, “Dulu orang-orang melakukan shalat secara terpisah-pisah, lalu Rasulullah SAW., memerintahkanku agar membentangkan sehelai tikar untuknya, lalu beliau shalat diatasnya.” (HR Abu Daud, no.1374. Syaikh al-Albany berkata di dalam Shahih Sunan Abi Daud, ‘Hasan Shahîh’)

ý Ketika i’tikaf beliau singgah di rumah yang terbuat dari pelepah kurma. (Lihat: hadits Ibn ‘Umar, diriwayatkan oleh Ahmad. Penahqiqnya, Syaikh al-Arna`uth berkata, ‘Hadits Shahih)

ý Sedikitnya makanan yang dimakan oleh beliau. (Lihat: hadits Dlumrah bin ‘Abdullah bin Unais dari ayahnya, Sunan Abu Daud, no.1379. Syaikh al-Albany mengomentari, ‘Hasan Shahih’)

5. Beliau Melakukan I’tikaf pada al-‘Asyrul Awaakhir

Nabi SAW., beri’tikaf pada al-‘Asyrul Awaakhir dari bulan Ramadhan dan memasang tempat khusus baginya di dalam masjid seraya menyendiri untuk menghadap Rabb-Nya meskipun di tengah kesibukan beliau dengan dakwah, tarbiyah, pengajaran dan jihad. Di antara indikasinya adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas RA., dia berkata, “Nabi SAW., beri’tikaf pada al-‘Asyrul Awaakhir dari bulan Ramadhan.” (HR at-Turmuzy, dia berkata, hadits Hasan Shahih. Hadits ini juga dinilai Shahih oleh Syaikh al-Albany dalam kitabnya Shahih as-Sunan).

6. Beliau Antusias mencari Lailatul Qadr

Malam Lailatul Qadr adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan dan Nabi SAW., antusias dan secara sungguh-sungguh mencarinya dengan menambah frekuensi ibadah beliau melebihi ibadah yang beliau lakukan pada hari-hari lainnya. Di antara hal yang menguatkannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri RA., bahwasanya Rasulullah SAW., bersabda, “Sesungguhnya aku beri’tikaf pada sepuluh hari pertama untuk mencari malam ini (Lailatul Qadr), kemudian aku beri’tikaf lagi pada sepuluh pertengahan, kemudian aku didatangi dan dikatakan kepadaku, ‘sesungguhnya ia ada pada sepuluh hari terakhir (al-‘Asyrul AwAkhir).’ Barangsiapa di antara kamu yang ingin beri’itikaf, maka beri’tikaflah.!” Lalu orang-orangpun beri’tikaf bersama beliau.” (HR Muslim)

7. Beliau Tidak Lupa Memperhatikan Para isterinya

Di antara indikasinya adalah:
Pertama, beliau menganjurkan mereka agar banyak-banyak berbuat kebajikan dan amal shalih. Salah satu contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ali RA., “Bahwasanya pada al-’Asyrul Awaakhir dari bulan Ramadhan Nabi SAW., membangunkan keluarganya (untuk shalat malam).” (HR at-Turmuzy, dia berkata, hadits Hasan Shahih)

Kedua, beliau pernah tidak beri’tikaf Ramadhan dalam setahun untuk menjaga perasaan isteri-isteri beliau dan menghilangkan kekhawatiran akan tumbuhnya persaingan tidak sehat di antara mereka lantaran cemburu. (HR al-Bukhari)

Ketiga, beliau mengajak mereka berbicara sekali waktu saat beliau berada di peri’tikafannya. (Shahih Bukhari, hadits no. 6219, 2038)

Keempat, beliau mengizinkan mereka beri’tikaf bersama beliau (dengan memasang tempat khusus bagi kaum wanita dalam masjid Nabawi). (Lihat: Shahih Bukhari, hadits no. 2035, 2045)

8. Beliau SAW., Tetap Memberikan Bimbingan Agama Kepada Manusia

Nabi SAW., mengarahkan manusia dan mengajak mereka untuk mengerjakan amal shalih. Indikasinya, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri RA., di dalamnya terdapat, “… Kemudian beliau bersabda, ‘Aku menghidupkan sepuluh pertama Ramadhan (dengan ibadah), kemudian telah tampak olehku agar melakukannya lagi pada al-‘Asyrul Awakhir; barangsiapa yang ingin melakukan i’tikaf bersamaku maka hendaklah dia mantap di peri’tikafannyanya. Sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku (sesuatu) pada malam ini namun kemudian aku dilupakan (untuk mengingatnya); oleh karena itu, carilah ia pada sepuluh hari terakhir (al-‘Asyrul Awaakhir), dan carilah ia pada setiap tanggalnya yang ganjil.” (HR al-Bukhari)

9. Beliau SAW., Tetap Memberikan Fatwa Kepada Orang Yang Memintanya

Indikasinya; sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Dhumrah bin ‘Abdullah bin Anis dari ayahnya, dia berkata, [didalamnya terdapat,] “Beliau bersabda (kepadanya), “sepertinya kamu punya keperluan.?” Dia menjawab, ‘ya, sekelompok kaum dari Bani Salamah mengutusku kepadamu untuk menanyakan malam Lailatul Qadr. Beliau bersabda, “Tanggal berapakah malam ini.?” Dia menjawab, ‘duapuluh dua.’ Beliau bersabda, “Ia (malam Lailatul Qadr) ada pada malam ini.“ Kemudian dia pulang dan berkata, yakni (maksud ucapan Nabi SAW., tersebut adalah-red) malam yang akan datang ini, yaitu malam kedua puluh tiga” (HR Abu Daud dan dinilai Hasan Shahih oleh Syaikh al-Albani dalam kitabnya Shahih as-Sunan).

10. Beliau SAW., Menempatkan Dirinya Sebagai Qudwah (Panutan) Bagi Manusia

Di antara indikasinya:
Pertama, beliau pergi ke masjid untuk melakukan shalat malam bersama orang-orang, sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah RA., ‘bahwasanya Rasulullah SAW., pada suatu malam keluar saat tengah malam, lalu beliau melakukan shalat di masjid, kemudian beberapa orang mengikuti shalat beliau…” (HR Bukhari)

Kedua, beliau i’tikaf untuk mencari dengan sungguh-sungguh Lailatul Qadr dan mengajak manusia untuk melakukan hal itu. (Lihat: Shahih Muslim, hadits no. 1167)

11. Kasih Sayang Beliau SAW., Terhadap Umatnya

Di antara yang menguatkan hal itu adalah:
Pertama, beliau melarang para shahabatnya untuk melakukan puasa wishal (terus menerus tiap hari) sebagai bentuk kasih sayang beliau kepada mereka. Dalam hal ini, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA., dia berkata, “Rasulullah SAW., melarang Wishal (puasa terus menerus tiap hari) karena kasih sayang beliau terhadap mereka. Lantas mereka berkata, ‘Akan tetapi engkau melakukan wishal.?‘ Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tidak seperti (kondisi) kalian; sesungguhnya aku diberi makan oleh Rabb-ku.” Dan ketika ada sebagian mereka yang ngotot untuk melakukan itu, beliau SAW., memberikan peringatan dan mencela tindakan mereka tersebut namun ketika sebagian lagi tak mempan dengan peringatan melalui kata-kata, beliau memberikan mereka sanksi dan hal ini beliau lakukan semata-mata karena takut nantinya akan menyusahkan diri mereka sendiri. (Lihat: Shahih Bukhari, hadits no. 1964 dan Shahih Muslim, hadits no. 1105, 1104)

Kedua, beliau tidak shalat malam bersama para shahabatnya secara jama’ah karena khawatir nantinya hal itu akan diwajibkan terhadap mereka. (Lihat: Shahih Bukhari, hadits no. 1129)

12. Perintah Beliau SAW., Agar Orang-Orang Meneluarkan Zakat Fithrah

Indikasinya adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Tsa’labah RA., dia berkata, “Rasulullah SAW., telah berkhuthbah di hadapan manusia sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Iedul Fithri, lalu bersabda, “Keluarkanlah satu sha’ burr atau qamh (keduanya merupakan jenis gandum) antara dua orang atau satu sha’ kurma atau satu sha’ sya’ir (sejenis gandum juga) untuk setiap orang; kecil maupun tua.” (HR Abu Daud dan ‘Abdurrazzaq –lafazh hadits ini berasal darinya; dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

13. Beliau Mewakilkan Sebagian Tugasnya Kepada Para Shahabat

Di antara indikasinya adalah perkataan Abu Hurairah RA., “Rasulullah SAW., mewakilkan kepadaku untuk menangani zakat Ramadhan, lalu seseorang datang kepadaku sembari memberi sedikit makanan dan aku mengambilnya, kemudian aku berkata: ‘aku akan mengadukan hal ini kepada Rasulullah SAW.,” (HR Bukhari)

Tidak ada komentar