Amal yang Tetap Bermakna
Amal
yang Tetap Bermakna
Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi
perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena
aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah
urusan duniawi. Ia hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda
musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal
ibadahnya. Tidak demikian halnya ketika pertolongan ALLOH datang, kemudahan menghampiri,
kesenangan berdatangan, justru kemampuannya bersenang-senangnya bersama ALLOH
malah menghilang.
Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja
ibadahnya jadi meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi
anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini
perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan
perintah-Nya. Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub
kepada ALLOH sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.
Ketika berwudhu, misalnya, ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup
terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba
dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu
kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat.
Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala
digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi
sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau
shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan
lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan
ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi
melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda
bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.
Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam
ikhlas, maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan
terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja
bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi
kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan
bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.
Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi
ada atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan
orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika
ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan
disegani.
Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas
ini. Betapa tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala,
bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi
pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.
Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu
kecuali ia kemas niatnya lurus kepada ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi
diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim, ya ALLOH semoga aktivitas
duduk ini menjadi amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji
ALLOH atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat
menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub
kepada ALLOH.
Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak
mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak
usah heran bila suatu saat ALLOH memberi peringatan dengan sakit ambaien atau
bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat
yang ALLOH karuniakan kepada kita.
Begitupun ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya
di lubuk hati yang paling dalam kita meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi
makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan curahan
nikmatnya.
Kalau membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan
karena ALLOH. Ketika membeli kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut
Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2)
Kendaraan untuk setan, 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau
niatnya benar, dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah
kendaraan untuk ALLOH. Tapi kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah
kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda
dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk
diri sendiri.
Pastikan bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain
hanyalah karena ALLOH. Karenanya bermohon saja kepada ALLOH, "Ya ALLOH
saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu,
yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga
amanah". Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini,
maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya, dan semuanya dari
kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLOH. Sebaliknya jika
digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan menanggungnya.
Kedahsyatan lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh
pahala amal, walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum
mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah
meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud,
bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun diputar, istri diberi tahu,
"Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah. Jam setengah empat kita
akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya
doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.
Sayangnya, ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang
ikhlas, justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian
shalat tahajud dan gembira karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang
sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia
sudah bertekad, ALLOH pasti akan memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu,
hari-hari yang kita lalui akan menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang
akan terjadi, ALLOH juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi
karena kesibukan kita terlalu banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita
dengan pulas.
Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap
bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang
setimpal. Subhanallah. ***
Post a Comment