Berburu
Berburu
Hiburan/permainan yang
bermanfaat; yang juga dibenarkan oleh Islam, ialah berburu.
Berburu itu sendiri
pada hakikatnya adalah bersenang-senang, olahraga dan bekerja, baik dengan
menggunakan alat seperti tombak dan panah, atau dengan melepaskan binatang
berburu seperti anjing dan burung.
Tentang syarat dan
tata-tertibnya telah kami sebutkan sesuai yang dituntut oleh Islam.
Islam tidak melarang
berburu kecuali dalam dua hal:
a) Ketika ihram haji
dan umrah. Sebab dalam keadaan demikian adalah dalam face damai secara
menyeluruh, tidak boleh membunuh dan mengalirkan darah.
Firman Allah:
"Hai orang-orang
yang beriman! Jangan kamu membunuh binatang buronan, padahal kamu sedang
ihram." (al-Maidah: 95)
"Dan diharamkan
atas kamu berburu binatang darat, selama kamu dalam keadaan ihram." (al-Maidah: 96)
b) Ketika berada di
tanah haram Makkah, sebab tempat ini dijadikan Allah sebagai tempat perdamaian
dan keamanan bagi semua makhluk hidup, yang berjalan di darat atau yang terbang
di udara; ataupun tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di tempat itu. Seperti apa yang
ditegaskan oleh Rasulullah s.a.w. dalam sabdanya:
"Tidak boleh
diburu binatang buronannya, dan tidak boleh dipotong pohon-pohonnya dan tidak
boleh dicabut rumput-rumputnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Main Dadu
Seluruh permainan yang
di dalamnya ada perjudian, hukumnya haram. Sedang apa yang dinamakan judi,
yaitu semua permainan yang mengandung untung-rugi bagi si pemain. Dan itulah
yang disebut maisir dalam al-Quran yang kemudian diikuti dengan menyebut: arak,
berhala dan azlam.
Rasulullah s.a.w.
pernah bersabda:
"Barangsiapa
mengajak kawannya: mari berjudi! Maka hendaklah bersedekah." (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Maksudnya: bahwa
semata-mata mengajak bermain judi sudah termasuk berdosa yang harus ditebus
dengan sedekah. Di antaranya ialah permainan dadu yang apabila dibarengi dengan
perjudian, maka hukumannya adalah haram, dengan kesepakatan para ulama.
Tetapi apabila tidak
dibarengi dengan perjudian, maka sementara ulama ada yang memandang haram, dan
sebagian lagi memandang makruh.
Alasan yang dipakai
oleh yang mengharamkannya, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Buraidah, bahwa
Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa
bermain dadu, maka seolah-olah dia mencelupkan tangannya dalam daging babi dan
darahnya." (Riwayat Muslim dan lain-lain)
Dan hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Musa dari Rasulullah s.a.w. bahwa ia berkata:
"Barangsiapa bermain dadu, maka sungguh dia durhaka kepada Allah dan
RasulNya." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Malik)
Dua hadis tersebut cukup jelas dan bersifat umum, berlaku untuk semua orang
yang bermain dadu, apakah dibarengi dengan judi ataupun tidak.
Tetapi asy-Syaukani meriwayatkan, bahwa Ibnu Mughaffal dan al-Musayyib
membolehkan bermain dadu tanpa judi. Sedang kedua hadis tersebut diperuntukkan buat orang yang
bermain dadu sambil berjudi.
Main Catur
Di antara permainan
yang sudah terkenal ialah catur.
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang
memandang hukumnya, antara mubah, makruh dan haram.
Mereka yang mengharamkan
beralasan dengan beberapa hadis Nabi s.a.w. Namun para pengkritik dan
penyelidiknya menolak dan membatalkannya. Mereka
menegaskan, bahwa permainan catur hanya mulai tumbuh di zaman sahabat. Oleh
karena itu setiap hadis yang menerangkan tentang catur di zaman Nabi adalah
hadis-hadis batil (dhaif).
Para sahabat sendiri berbeda dalam
memandang masalah catur ini. Ibnu Umar menganggapnya sama dengan dadu. Sedang
Ali memandangnya sama dengan judi. (Mungkin yang dimaksud, yaitu apabila
dibarengi dengan judi). Sementara ada juga yang berpendapat makruh.
Dan di antara sahabat
dan tabi'in ada juga yang menganggapnya mubah. Di antara mereka itu ialah: Ibnu
Abbas, Abu Hurairah, Ibnu Sirin, Hisyam bin 'Urwah, Said bin Musayyib dan Said
bin Jubair.
Inilah pendapat
orang-orang kenamaan dan begitu jugalah pendapat saya. Sebab menurut hukum
asal, sebagaimana telah kita ketahui, adalah mubah. Sedang dalam hal ini tidak
ada satu nas tegas yang menerangkan tentang haramnya. Dan pada catur itu
sendiri melebihi permainan dan hiburan biasa. Di dalamnya terdapat semacam olah
raga otak dan mendidik berfikir. Oleh karena itu tidak dapat disamakan dengan
dadu. Dan justru itu pula mereka mengatakan: yang menjadi ciri daripada dadu
ialah untung-untungan (spekulasi), jadi sama dengan azlam. Sedang yang menjadi
ciri dalam permainan catur ialah kecerdasan dan latihan, jadi sama dengan lomba
memanah.
Namun tentang
kebolehannya ini dipersyaratkan dengan tiga syarat:
1.
Karena
bermain catur, tidak boleh menunda-nunda sembahyang, sebab perbuatan yang
paling bahaya ialah mencuri waktu.
2.
Tidak
boleh dicampuri perjudian.
3.
Ketika
bermain, lidah harus dijaga dari omong kotor, cabul dan omongan-omongan yang
rendah.
Kalau ketiga syarat ini
tidak dapat dipenuhinya, maka dapat dihukumi haram.
Menyanyi dan Muzik
Di antara hiburan yang
dapat menghibur jiwa dan menenangkan hati serta mengenakkan telinga, ialah
nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh Islam, selama tidak dicampuri omong kotor,
cabul dan yang kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Dan tidak salah
pula kalau disertainya dengan muzik yang tidak membangkitkan nafsu. Bahkan
disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur
hati, seperti pada hari raya, perkawinan, kedatangan orang yang sudah lama tidak
datang, saat walimah, aqiqah dan di waktu lahirnya seorang bayi.
Dalam hadis
diterangkan:
"Dari Aisyah r.a,
bahwa ketika dia menghantar pengantin perempuan ke tempat laki-laki Ansar, maka
Nabi bertanya: Hai Aisyah! Apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan?
Sebab orang-orang Ansar gemar sekali terhadap hiburan." (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula:
"Dari Ibnu Abbas
r.a. ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan
Ansar, kemudian Rasulullah s.a.w. datang dan bertanya: Apakah akan kamu
hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab: Betul! Rasulullah s.a.w. bertanya
lagi. Apakah kamu kirim bersamanya orang yang akan menyanyi? Aisyah menjawab:
Tidak! Kemudian Rasulllah s.a.w. bersabda: Sesungguhnya orang-orang Ansar
adalah suatu kaum yang merayu. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau kamu
kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang,
selamat datang kami, selamat datang kamul" (Riwayat Ibnu Majah)
"Dan dari Aisyah
r.a. sesungguhnya Abubakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua
gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha),
sedang Nabi s.a.w. menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka diusirlah dua gadis
itu oleh Abubakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abubakar
Biarkanlah mereka itu hai Abubakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari
bersenang-senang)." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Imam Ghazali dalam
Ihya'nya27
setelah membawakan beberapa hadis tentang bernyanyinya dua orang gadis itu,
permainannya orang-orang Habasyah di dalam masjid Nabawi yang didukungnya oleh
Nabi dengan kata-katanya: karena kamu, aku melihat hai Bani Arfidah, dan
perkataan Nabi kepada Aisyah: engkau senang ya Aisyah melihat permainan ini;
dan berdirinya Nabi bersama Aisyah sehingga dia sendiri yang bosan serta
permainan Aisyah dengan boneka bersama kawan-kawannya itu, kemudian Ghazali
berkata: Bahwa hadis-hadis ini semua tersebut dalam Bukhari dan Muslim dan
merupakan nas yang tegas, bahwa nyanyian dan permainan, bukanlah haram. Dan
dari situ juga menunjukkan dibolehkannya bermacam-macam permainan:
1.
Bermain
anggar sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang Habasyah.
2. Permainan
boleh dilakukan di masjid.
3.
Sabda Nabi kepada orang-orang Habasyah: karenamu aku
melihat hai Bani Arfidah, adalah suatu perintah dan anjuran untuk bermain. Oleh karena itu bagaimana mungkin
permainan itu diharamkannya?
4.
Dilarangnya
Abubakar dan Umar dengan alasan, bahwa hari itu adalah hari raya dan hari
gembira, sedang bernyanyi adalah salah satu daripada jalan untuk bergembira.
5.
Berdirinya
Nabi yang begitu lama sambil menyaksikan dan mendengarkan nyanyian yang
disetujui Aisyah, adalah cukup sebagai bukti, bahwa metode yang baik untuk
menghaluskan budi perempuan dan anak-anak dengan cara menyaksikan permainan
adalah lebih baik daripada kekasaran ruhud dan berkekurangan dalam suasana
terhalang dan dihalang.
6.
Perkataan
Nabi kepada Aisyah yang didahului dengan kalimat bertanya: senangkah kamu untuk
melihat?
7.
Perkenan
untuk menyanyi dan memukul rebana dari dua anak gadis itu dan seterusnya,
seperti yang dituturkan al-Ghazali dalam Kitabus Sama' (fasal mendengar). Dan
dari beberapa sahabat dan tabi'in diriwayatkan, bahwa mereka itu pernah
mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa.
Adapun hadis-hadis Nabi
yang melarang nyanyian, semuanya ada cacat, tidak ada satupun yang selamat dari
celaan oleh kalangan ahli hadis, seperti kata al-Qadhi Abubakar bin al-Arabi:
"Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya
nyanyian."
Dan berkata pula Ibnu
Hazm: "Semua hadis yang menerangkan tentang haramnya nyanyian adalah batil
dan palsu."
Banyak sekali
nyanyian-nyanyian dan muzik yang disertai dengan perbuatan berlebih-lebihan,
minum-minum arak dan perbuatan-perbuatan haram. Itulah yang
kemudian oleh ulama-ulama dianggapnya haram atau makruh.
Sebagian mereka ada yang ;nengatakan: bahwa sesungguhnya nyanyian itu
termasuk lahwul hadis (omongan yang dapat melalaikan) sebagai yang dimaksud
dalam firman Allah:
"Di antara manusia ada yang membeli omongan yang dapat melalaikan
untuk menyesatkan (orang) dari jalan Allah tanpa disadari, dan dijadikannya
sebaqai permainan. Mereka itu kelak akan mendapat siksaan yang hina." (Luqman: 6)
Ibnu Hazm berkata: "Ayat tersebut menyebutkan suatu sifat yang
barangsiapa mengerjakannya bisa menjadi kafir tanpa diperselisihkan lagi, yaitu
apabila dia menjadikan agama Allah sebagai permainan. Oleh karena itu jika dia
membeli sebuah al-Quran untuk dijadikan ayat guna menyesatkan orang banyak dan
dijadikannya sebagai permainan, maka jelas dia adalah kafir. Inilah yang dicela
Allah s.w.t. Samasekali Allah tidak mencela orang-orang yang membeli lahwal
hadis itu sendiri yang bisa dipakai untuk hiburan dan menggembirakan hati,
bukan untuk menyesatkan orang dari jalan Allah."
Selanjutnya Ibnu Hazm menolak anggapan orang yang mengatakan; bahwa
nyanyian itu sama sekali tidak dapat dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan,
seperti firman Allah.
"Tidak ada lain sesudah hak kecuali kesesatan." (Yunus: 32)
Maka kata Ibnu Hazm: Rasulullah s.a.w. pernah bersabda
"Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat dan
tiap-tiap orang akan dinilai menurut niatnya." (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
Jadi barangsiapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk membantu
bermaksiat kepada Allah, maka jelas dia adalah fasik --termasuk semua hal
selain nyanyian. Dan barangsiapa berniat untuk menghibur hati supaya dengan
demikian dia mampu berbakti kepada Allah dan tangkas dalam berbuat kebajikan,
maka dia adalah orang yang taat dan berbuat baik dan perbuatannya pun termasuk
perbuatan yang benar. Dan barangsiapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan
tidak juga untuk bermaksiat, maka perbuatannya itu dianggap main-main saja yang
dibolehkan, seperti halnya seorang pergi ke kebun untuk berlibur, dan seperti
orang yang duduk-duduk di depan sofa sekedar melihat-lihat, dan seperti orang
yang mengkelir bajunya dengan warna ungu, hijau dan sebagainya.
Namun di situ ada beberapa ikatan yang harus kita perhatikan sehubungan
dengan masalah nyanyian ini, yaitu:
1. Nyanyian itu harus diperuntukkan buat sesuatu yang tidak bertentangan
dengan etika dan ajaran Islam. Oleh karena itu kalau nyanyian-nyanyian tersebut
penuh dengan pujian-pujian terhadap arak dan menganjurkan orang supaya minum
arak, misalnya, maka menyanyikan lagu tersebut hukumnya haram, dan si
pendengarnya pun haram juga. Begitulah nyanyian-nyanyian lain yang dapat
dipersamakan dengan itu.
2. Mungkin subyek nyanyian itu sendiri tidak menghilangkan pengarahan
Islam, tetapi cara menyanyikan yang dilakukan oleh si penyanyi itu beralih dari
lingkungan halal kepada I;ngkungan haram, misalnya lenggang gaya dengan suatu
kesengajaan yang dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah dan perbuatan
cabul.
3. Sebagaimana agama akan selalu memberantas sikap berlebih-lebihan dan
kesombongan dalam segala hal sampai pun dalam beribadah, maka begitu juga
halnya berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur,
padahal waktu itu sendiri adalah berarti hidup!
Tidak dapat diragukan lagi, bahwa berlebih-lebihan dalam masalah yang mubah
dapat menghabiskan waktu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban. Maka tepatlah
kata ahli hikmah: "Tidak pernah saya melihat suatu perbuatan yang
berlebih-lebihan, melainkan di balik itu ada suatu kewajiban yang terbuang."
4. Tinggal ada beberapa hal yang seharusnya setiap pendengarnya itu sendiri
yang memberitahu kepada dirinya sendiri, yaitu apabila nyanyian atau satu macam
nyanyian itu dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah serta nafsu
kebinatangannya itu dapat mengalahkan segi rohaniahnya, maka dia harus menjauhi
nyanyian tersebut dan dia harus menutup pintu yang dari situlah angin fitnah
akan menghembus, demi melindungi hatinya, agamanya dan budi luhurnya. Sehingga
dengan demikian dia dapat tenang dan gembira.
5. Di antara yang sudah disepakati, bahwa nyanyian yang disertai dengan
perbuatan-perbuatan haram lainnya seperti: di persidangan arak, dicampur dengan
perbuatan cabul dan maksiat, maka di sinilah yang oleh Rasulullah s.a.w.
pelakunya, dan pendengarnya diancam dengan siksaan yang sangat, yaitu
sebagaimana sabda beliau:
"Sungguh akan ada beberapa orang dari ummatku yang minum arak, mereka
namakan dengan nama lain, kepala mereka itu bisa dilalaikan dengan
bunyi-bunyian dan nyanyian-nyanyian, maka Allah akan tenggelamkan mereka itu
kedalam bumi dan akan menjadikan mereka itu seperti kera dan babi." (Riwayat
Ibnu Majah)
Bukan merupakan kelaziman kalau mereka itu dirombak bentuk dan potongannya,
tetapi apa yang dimaksud dirombak jiwanya dan rohnya. Bentuknya bentuk manusia
tetapi jiwanya, jiwa kera dan rohnya roh babi.
Judi adalah Kawan Arak
Sekalipun hiburan dan permainan itu dibolehkan oleh Islam, tetapi ia juga
mengharamkan setiap permainan yang dicampuri perjudian, yaitu permainan yang
tidak luput dari untung-rugi yang dialami oleh si pemain. Dan sudah kita
sebutkan terdahulu tentang sabda Nabi yang mengatakan:
"Barangsiapa berkata kepada rekannya mari bermain judi, maka hendaklah
ia bersedekah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu tidak halal seorang muslim menjadikan permainan judi
sebagai alat untuk menghibur diri dan mengisi waktu senggang. Begitu juga tidak
halal seorang muslim menjadikan permainan judi sebagai alat mencari uang dalam
situasi apapun.
Islam, di balik larangannya ini ada terkandung suatu hikmah dan tujuan yang
tinggi sekali, yaitu:
1. Hendaknya seorang muslim mengikuti sunnatullah dalam bekerja mencari
uang, dan mencarinya dengan dimulai dari pendahuluan-pendahuluannya. Masukilah
rumah dari pintu-pintunya; dan tunggulah hasil (musabbab) dari sebab-sebabnya.
Sedang judi --di dalamnya termasuk undian-- dapat menjadikan manusia hanya
bergantung kepada pembagian, sedekah dan angan-angan kosong; bukan bergantung
kepada usaha, aktivitas dan menghargai cara-cara yang telah ditentukan Allah,
serta perintah-perintahNya yang harus diturut.
2. Islam menjadikan
harta manusia sebagai barang berharga yang dilindungi. Oleh karena itu tidak
boleh diambilnya begitu saja, kecuali dengan cara tukar-menukar sebagai yang
telah disyariatkan, atau dengan jalan hibah dan sedekah. Adapun mengambilnya
dengan jalan judi, adalah termasuk makan harta orang lain dengan cara yang
batil.
3. Tidak mengherankan,
kalau perjudian itu dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan antara
pemain-pemain itu sendiri, kendati nampak dari mulutnya bahwa mereka telah
saling merelakan. Sebab bagaimanapun akan selalu ada pihak yang menang dan yang
kalah, yang dirampas dan yang merampas. Sedang yang kalah apabila diam, maka
diamnya itu penuh kebencian dan mendongkol. Dia marah karena
angan-angannya tidak dapat tercapai. Dia mendongkol karena taruhannya itu sial.
Kalau dia ngomel, maka ia ngomeli dirinya sendiri karena derita yang dialami
dan tangannya yang menaruhkan taruhannya dengan membabi-buta.
4. Kerugiannya itu mendorong pihak yang kalah untuk mengulangi lagi,
barangkali dengan ulangan yang kedua itu dapat menutup kerugiannya yang
pertama. Sedang yang menang, karena didorong oleh lezatnya menang, maka ia
tertarik untuk mengulangi lagi. Kemenangannya yang sedikit itu mengajak untuk
dapat lebih banyak. Samasekali dia tidak ada keinginan untuk berhenti. Dan
makin berkurang pendapatannya, makin dimabuk oleh kemenangan sehingga dia
beralih dari kemegahan kepada suatu kesusahan yang mendebarkan.
Begitulah berkaitnya putaran dalam permainan judi, sehingga hampir kedua
putaran ini tidak pernah berpisah. Dan inilah rahasia terjadinya pertumpahan
darah antara pemain-pemain judi.
5. Oleh karena itu hobby ini merupakan bahaya yang mengancam masyarakat dan
pribadi.
Hobby ini merusak waktu dan aktivitas hidup dan menyebabkan si
pemain-pemainnya menjadi manusia yang tamak, mereka mau mengambil hak milik
orang tetapi tidak mau memberi, menghabiskan barang tetapi tidak dapat
berproduksi.
Selamanya pemain judi sibuk dengan permainannya, sehingga lupa akan
kewajibannya kepada Tuhan, kewajibannya akan diri, kewajibannya akan keluarga
dan kewajibannya akan ummat.
Tidak terlalu jauh kalau orang yang asyik hidangan hijau --menurut istilah
yang mereka pergunakan-- itu akan berani menjual agamanya, harga dirinya dan
tanah airnya, demi permainan judi. Kecintaannya terhadap hidangan ini akan
mencabut kecintaannya terhadap barang lain, atau nilai apapun.
Hidangan ini dapat
menaburkan benih permainan judi dengan segala macam cara. Sampai pun tentang harga
dirinya, keyakinannya dan bangsanya, akan rela dikorbankan demi terlaksananya
pekerjaan yang sia-sia ini.
Betapa benarnya dan
indahnya susunan al-Quran yang mengkaitkan arak dan judi ini dalam satu
rangkaian ayat dan hukumnya, sebab bahayanya terhadap pribadi, keluarga, tanah
air dan moral adalah sama. Pencandu judi sama dengan pencandu arak, bahkan
jarang sekali didapat salah satunya raja sedang yang lain tidak.
Betapa benarnya
al-Quran yang telah menjelaskan kepada kita, bahwa arak dan judi adalah salah
satu daripada perbuatan syaitan; dan kemudian diikutinya dengan menyebut
berhala dan azlam serta ditetapkannya kedua hal tersebut sebagai perbuatan yang
najis dan harus dijauhi.
Firman Allah:
"Hai orang-orang
mu'min! Sesungguhnya arak dan judi dan berhala dan azlam adalah kotor, berasal
dari perbuatan syaitan; oleh karena itu jauhilah, supaya kamu beruntung,
Sesungguhnya syaitan hanya bermaksud akan menjatuhkan permusuhan dan kebencian
di antara kamu melalui arak dan permainan judi serta akan menghalangi kamu dari
ingat kepada Allah dan sembahyang; oleh karena itu apakah kamu mau
berhenti?!" (al-Maidah: 90-91)
Undian, Salah Satu Macam Judi
Apa yang dinamakan
undian (yaa nashib), adalah salah satu macam dari macam-macam judi yang ada.
Oleh karena itu tidak patut dipermudah dan dibolehkan permainan tersebut dengan
dalih bantuan sosial atau tujuan kemanusiaan.
Orang-orang yang
membolehkan undian untuk maksud-maksud di atas, tak ubahnya dengan orang-orang
yang mengumpulkan dana untuk tujuan di atas dengan jalan mengadakan tarian
haram dan seni haram. Untuk mana kepada mereka kami sampaikan sebuah
hadis yang disabdakan Nabi s.a.w.:
"Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang
baik." (Riwayat Muslim dan Tarmizi)
Mereka yang berbuat demikian menganggap seolah-olah masyarakat Islam telah
kehilangan jiwa sosial, perasaan kasih-sayang dan nilai-nilai kebajikan. Sehingga
tidak ada jalan lain untuk mengumpulkan dana, kecuali dengan berjudi dan
permainan haram. Islam tidak yakin, bahwa ummatnya akan bersikap demikian.
Bahkan lebih yakin akan segi sosialnya terhadap kepada orang lain. Oleh karena
itu Islam tidak memakai, melainkan cara yang suci untuk tujuan yang suci. Jalan
yang suci itu berupa ajakan untuk berbuat kebajikan, membangkitkan nilai
kemanusiaan dan beriman kepada Allah dan hari akhir.
Nonton Film
Banyak kaum muslimin
yang bertanya-tanya tentang pandangan Islam terhadap bioskop, tonil/sandiwara
dan sebagainya. Apakah orang Islam dibolehkan menonton ataukah diharamkannya?
Satu hal yang tidak
diragukan lagi, bahwa film, atau bioskop, adalah alat yang sangat vital untuk
mengarahkan dan memberikan hiburan. Kedudukannya sama dengan kedudukan
alat-alat yang lain, dapat dipergunakan untuk lial-hal yang baik dan yang tidak
baik. Oleh karena itu bioskop itu sendiri tidak apa-apa. Status hukumnya
tergantung pada penggunaannya.
Dengan demikian, kami berpendapat bioskop adalah halal dan baik, bahkan
kadang-kadang masuk sunnat dan diperlukan apabila dipenuhinya syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Bahwa subjek-subjeknya yang diketengahkan itu bersih dari
kegila-gilaan, kefasikan dan semua hal yang dapat mensirnakan aqidah, syariat
dan kesopanan Islam. Adapun semua pertunjukan yang dapat membangkitkan nafsu
dan mencenderungkan orang kepada perbuatan dosa atau yang dapat membawa kepada
perbuatan kriminal atau mengajak kepada fikiran-fikiran untuk berbuat serong,
atau menjurus hukumnya adalah haram yang tidak halal bagi seorang muslim untuk
menyaksikannya, atau mendukungnya.
2. Tidak melupakan kewajiban agama atau duniawi. Diantara
kewajiban-kewajiban itu ialah sembahyang lima waktu. Oleh karena itu tidak
halal seorang muslim meninggalkan sembahyang maghrib misalnya, karena akan
pergi nonton bioskop.
Firman Allah:
"Celakalah orang-orang yang sembahyang, yaitu mereka yang lalai
terhadap sembahyangnya." (al-Ma'un: 4-5)
Sahun ditafsirkan dengan mengabaikan sembahyang sehingga habis waktunya. Dan
al-Quran menjadikan sejumlah sebab diharamkannya arak dan judi ialah karena
arak dan judi itu dapat menghalang berzikrullah dan sembahyang.
3. Jangan sampai terjadi persentuhan dan percampuran antara
laki-laki dan perempuan lain, demi menjaga fitnah dan menolak syubhat. Lebih-lebih
pertunjukan ini tidak dapat dilakukan, kecuali di tempat yang gelap. Sedang
hadis Nabi mengatakan:
"Sungguh kepala salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari
besi, lebih baik baginya daripada menyentuh perempuan yang tidak halal
baginya." (Riwayat Baihaqi, Thabarani; dan rawi-rawinya adalah rawi-rawi
Bukhari)
Post a Comment