Tentang Hiburan
Tentang Hiburan
ISLAM adalah agama
realis, tidak tenggelam dalam dunia khayal dan lamunan. Tetapi Islam
berjalan bersama manusia di atas dunia realita dan alam kenyataan.
Islam tidak memperlakukan manusia sebagai Malaikat yang bersayap dua, tiga
dan empat. Tetapi Islam memperlakukan manusia sebagai manusia yang suka makan
dan berjalan di pasar-pasar.
Justru itu Islam tidak mengharuskan manusia supaya dalam seluruh
percakapannya itu berupa zikir, diamnya itu berarti berfikir, seluruh
pendengarannya hanya kepada al-Quran dan seluruh senggangnya harus di masjid.
Islam mengakui fitrah dan instink manusia sebagai makhluk yang dicipta
Allah, di mana Allah membuat mereka sebagai makhluk yang suka bergembira,
bersenang-senang, ketawa dan bermain-main, sebagaimana mereka dicipta suka
makan dan minum.
Sekedarnya Saja
Meningkatnya rohani sebagian para sahabat, telah mencapai puncak di mana
mereka beranggapan, bahwa kesungguhan yang membulat dan ketekunan beribadah,
haruslah menjadi adat kebiasaannya sehingga mereka harus memalingkan dari
kenikmatan hidup dan keindahan dunia, tidak bergembira dan tidak bermain-main. Bahkan
seluruh pandangannya dan fikirannya hanya tertuju kepada akhirat melulu dengan
seluruh isinya, serta jauh dari dunia dengan keindahannya.
Marilah kita dengarkan kisah seorang sahabat yang mulia, namanya Handhalah
al-Asidi, dia termasuk salah seorang penulis Nabi. Ia menceriterakan tentang
dirinya kepada kita sebagai berikut. Satu ketika aku bertemu Abubakar, kemudian
terjadilah suatu dialog:
Abubakar: Apa kabar, ya Handhalah?
Aku: Handhalah berbuat nifaq!
Abubakar: Subhanallah, apa katamu?
Aku: Bagaimana tidak! Aku selalu bersama Rasulullah s.a.w.,
ia menuturkan kepadaku tentang Neraka dan Sorga yang seolah-olah Sorga dan
Neraka itu saya lihat dengan mata-kepalaku. Tetapi setelah saya keluar dari
tempat Rasulullah s.a.w., kemudian saya bermain-main dengan isteri dan
anak-anak saya dan bergelimang dalam pekerjaan, maka saya sering lupa tutur
Nabi itu!
Abubakar: Demi Allah, saya juga berbuat demikian!
Aku: Kemudian saya bersama
Abubakar pergi ke tempat Rasulullah s.a.w.
Kepadanya, saya katakan:
Handhalah nifaq, ya Rasulullah!
Rasulullah: Apa!?
Aku: Ya Rasulullah! Begini ceritanya: saya selalu
bersamamu. Engkau ceritakan kepada saya tentang Neraka dan Sorga, sehingga
seolah-olah saya dapat melihat dengan mata-kepala. Tetapi apabila saya sudah
keluar dari sisimu, saya bertemu dengan isteri dan anak-anak serta sibuk dalam
pekerjaan, saya banyak lupa!
Kemudian Rasulullah s.a.w, bersabda:
"Demi Zat yang diriku dalam kekuasaannya! Sesungguhnya andaikata kamu
disiplin terhadap apa yang pernah kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun
dalam zikir, niscaya Malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di
jalan-jalanmu. Tetapi hai Handhalah, saa'atan, saa'atan! (berguraulah
sekedarnya saja!). Diulanginya ucapan itu sampai tiga kali." (Riwayat
Muslim)
Rasulullah s.a.w. adalah Manusia
Kehidupan Rasulullah s.a.w. merupakan contoh yang baik bagi manusia. Dalam
khulwatnya ia melakukan sembahyang dengan khusyu', menangis dan lama berdiri
sehingga kedua kakinya bengkak. Dalam masalah kebenaran ia tidak mempedulikan
seseorang, demi mencari keridhaan Allah. Tetapi dalam kehidupannya dan
perhubungannya dengan orang lain, dia adalah manusia biasa yang sangat cinta
kepada kebaikan, wajahnya berseri-seri dan tersenyum, bergembira dan
bermain-main, dan tidak mau berkata kecuali yang hak.
Ia sangat cinta kepada kegembiraan dan apa saja yang dapat membawa kepada
kegembiraan itu. Ia tidak suka susah dan apa saja yang membawa kesusahan,
seperti berhutang dan hal-hal yang menyebabkan orang bisa payah; dan selalu
minta perlindungan kepada Allah dari perbuatan yang tidak baik.
Dalam doanya itu ia mengatakan:
"Ya Tuhanku! Sesungyuhnya aku minta perlindungan kepadaMu dari duka
dan susah." (Riwayat Abu Daud)
Dalam salah satu riwayat diceriterakan tentang berguraunya dengan seorang
perempuan tua, yaitu: ada seorang tua masuk rumah Nabi minta agar Nabi
mendoakannya supaya ia masuk sorga. Maka jawab Nabi: "Sorga tidak dapat
menerima orang tua!!!"
Mendengar jawaban itu si perempuan tua tersebut menangis tersedu-sedu
karena beranggapan, bahwa ia tidak akan masuk sorga.
Setelah Rasulullah s.a.w. melihat keadaan si perempuan tersebut, kemudian
ia menerangkan maksud dari omongannya itu, yaitu: "Bahwa seorang tua tidak
akan masuk sorga dengan keadaan tua bangka, bahkan akan dirubah bentuknya oleh
Allah dalam bentuk lain, sehingga dia akan masuk sorga dalam keadaan masih muda
belia. Kemudian ia membacakan ayat:
"Sesungguhnya Kami ciptakan mereka itu dalam ciptaan yang lain, maka
kami jadikan mereka itu perawan-perawan, yang menyenangkan dan sebaya."25
(al-Waqi'ah: 35-37)
Hati Itu Bisa Bosan
Begitu juga para
sahabatnya yang baik-baik itu, mereka biasa bergurau, ketawa, bermain-main dan
berkata yang ganjil-ganjil, karena mereka mengetahui akan kebutuhan jiwanya dan
ingin memenuhi panggilan fitrah serta hendak memberikan hak hati untuk
beristirahat dan bergembira, agar dapat melangsungkan perjalanannya dalam
menyusuri aktivitasnya. Sebab aktivitas hidupnya itu masih panjang.
Ali bin Abu Talib
pernah berkata: "Sesungguhnya hati itu bisa bosan seperti badan. Oleh
karena itu carilah segi-segi kebijaksanaan demi kepentingan hati."
Dan katanya pula: "Istirahatkanlah hatimu sekedarnya, sebab hati itu
apabila tidak suka, bisa buta."
Abu Darda' pun berkata juga: "Sungguh hatiku akan kuisi dengan sesuatu
yang kosong, supaya lebih dapat membantu untuk menegakkan yang hak."
Oleh karena itu, tidak salah kalau seorang muslim bergurau dan bermain-main
yang kiranya dapat melapangkan hati. Tidak juga salah kalau seorang muslim
menghibur dirinya dan rekan-rekannya dengan suatu hiburan yang mubah, dengan
syarat kiranya hiburannya itu tidak menjadi kebiasaan dan perangai dalam
seluruh waktunya, yaitu setiap pagi dan petang selalu dipenuhi dengan hiburan,
sehingga dapat melupakan kewajiban dan melemahkan aktivitasnya. Maka tepatlah
pepatah yang mengatakan: "Campurlah pembicaraan itu dengan sedikit
bermain-main, seperti makanan yang dicampur dengan sedikit garam."
Dalam bermain-main itu, seorang muslim tidak diperkenankan menjadikan harga
diri dan identitas seseorang sebagai sasaran permainannya. Seperti firman
Allah:
"Hai orang-orang yang beriman! Jangan ada satu kaum merendahkan kaum
lain sebab barangkali mereka (yang direndahkan itu) lebih baik dari mereka
(yang merendahkan)." (al-Hujurat: 11)
Tidak juga diperkenankan dalam berguraunya itu untuk ditertawakan orang
lain, dengan menjadikan kedustaan sebagai wasilah. Sebab Rasulullah telah
memperingatkan dengan sabdanya sebagai berikut:
"Celakalah orang yang beromong suatu omongan supaya ditertawakan orang
lain, kemudian dia berdusta. Celakalah dia! Celakalah dia!" (Riwayat
Tarmizi)
Macam-Macam Hiburan yang Halal
Ada beberapa macam permainan dan seni hiburan yang disyariatkan Rasulullah
s.a.w, untuk kaum muslimin, guna memberikan kegembiraan dan hiburan mereka. Di
mana hiburan itu sendiri dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi ibadah dan
melaksanakan kewajiban dan lebih banyak mendatangkan ketangkasan dan keinginan.
Hiburan-hiburan tersebut kebanyakannya bentuk suatu latihan yang dapat
mendidik mereka kepada manusia berjiwa kuat, dan mempersiapkan mereka untuk
maju ke medan jihad fi sabilillah.
Di antara hiburan-hiburan itu ialah sebagai berikut:
Perlombaan Lari Cepat
Para sahabat dulu biasa mengadakan perlombaan lari cepat, sedang Nabi
sendiri membolehkannya. Ali adalah salah seorang yang paling cepat.
Rasulullah s.a.w. sendiri mengadakan pertandingan dengan isterinya guna
memberikan pendidikan kesederhanaan dan kesegaran serta mengajar kepada
sahabat-sahabatnya.
Aisyah mengatakan:
"Rasulullah
bertanding dengan saya dan saya menang. Kemudian saya berhenti, sehingga ketika
badan saya menjadi gemuk, Rasulullah bertanding lagi dengan saya dan ia menang,
kemudian ia bersabda: Kemenangan ini untuk kemenangan itu." (Riwayat Ahmad
dan Abu Daud); yakni seri.
Gulat
Rasulullah s.a.w.
pernah gulat dengan seorang laki-laki yang terkenal kuatnya, namanya Rukanah.
Permainan ini dilakukan beberapa kali. (Riwayat Abu Daud).
Dalam satu riwayat
dikatakan:
"Sesungguhnya
Rasulullah s.a.w. gulat dengan Rukanah yang terkenal kuatnya itu, kemudian ia
berkata: domba lawan domba. Kemudian Nabi bergulat, dan ia berkata: berjanjilah
dengan saya. untuk lain kali lagi, lantas Nabi bergulat, dan ia berkata:
berjanjilah dengan saya, lantas Nabi bergulat untuk ketiga kalinya. Lantas
seorang laki-laki itu bertanya: Apa yang harus saya katakan kepada keluargaku? Nabi
menjawab: Katakan "domba telah dimakan oleh serigala, dan larilah
domba." Kemudian apa pula yang aku katakan untuk yang ketiga? Nabi
menjawab: Kami tidak dapat mengalahkan kamu untuk bergulat dengan kamu dan
untuk mengalahkan kamu, karena itu ambillah hadiahmu."
Dari hadis ini ahli-ahli fiqih beristimbat hukum tentang dibenarkannya
pertandingan lari cepat, baik dia itu dilakukan antara laki-laki dengan
laki-laki atau antara laki-laki dengan perempuan mahramnya atau dengan
isteri-isterinya.
Dari hadis-hadis itu pula ulama fiqih berpendapat bahwa pertandingan lari
cepat, gulat dan sebagainya tidak menghilangkan kekhusyukan, kehormatan,
pengetahuan, keutamaan dan lanjutnya umur. Sebab Rasulullah s.a.w. sendiri
waktu bergulat dengan Aisyah sudah berumur di atas 50 tahun.
Memanah
Di antara hiburan yang dibenarkan oleh syara' ialah bermain memanah dan
perang-perangan. Sebab di satu saat Nabi pernah berjalan-jalan menjumpai
sekelompok sahabatnya yang sedang mengadakan pertandingan memanah, maka waktu
itu Rasulullah s.a.w. memberikan dorongan kepada mereka dengan sabdanya:
"Lemparkanlah panahmu itu, saya bersama kamu." (Riwayat Bukhari)
Pertandingan lempar panah itu bukan sekedar hobby atau sekedar bermain-main
saja, tetapi salah satu bentuk daripada mempersiapkan kekuatan sebagai yang
diperintah Allah dalam firmanNya:
"Dan bersiap-siaplah kamu untuk menghadapi mereka (musuh) dengan
kekuatan yang kamu sanggup."
Dalam menafsirkan ayat ini Rasulullah bersabda:
"Ketahuilah! Bahwa yang dimaksud 'kekuatan' itu ialah memanah - beliau
ucapkan kata-kata itu tiga kali." (Riwayat Muslim)
Dan sabdanya pula:
"Kamu harus belajar memanah karena memanah itu termasuk sebaik-baik
permainanmu." (Riwayat Bazzar, dan Thabarani dengan sanad yang baik)
Namun begitu, Rasulullah s.a.w. memperingatkan para pemain agar tidak
menjadikan binatang-binatang jinak dan sebagainya sebagai sasaran latihannya,
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab jahiliah.
Abdullah bin Umar pernah melihat sekelompok manusia yang sedang berbuat
demikian, kemudian Ibnu Umar mengatakan:
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang menjadikan sesuatu
yang bernyawa sebagai sasaran memanah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dilarangnya permainan seperti itu karena terdapat unsur-unsur penyiksaan
terhadap binatang dan merenggut jiwa binatang serta memungkinkan untuk
membuang-buang harta, Tidak benar kalau permainan manusia itu dengan
mengorbankan makhluk hidup yang lain.
Justru itu pula Rasulullah s.a.w. melarang mengadu binatang26 seperti
yang dilakukan orang-orang Arab dahulu, yaitu mereka membawa dua ekor domba
atau sapi kemudian diadu sampai mati atau hampir mati. Lantas mereka senang dan
tertawa.
Para ulama berkata: "Bahwa prinsip dilarangnya mengadu binatang,
karena terdapatnya unsur menyakiti dan melumpuhkan binatang tanpa faedah,
tetapi hanya sekedar bermain-main."
4.3.4.4 Main Anggar
Yang sama dengan permainan
memanah, ialah main anggar.
Dalam hal ini
Rasulullah s.a.w. telah memberi perkenan kepada orang-orang Habasyah (Ethiopia)
bermain anggar di dalam Masjid Nabawi, dan ia pun memberi perkenan pula kepada
Aisyah untuk menyaksikan permainan itu. Dan kepada para pemain Rasulullah
mengatakan:
"Karena kamu (kami melihat), hai bani Arfidah."
Panggilan Bani Arfidah adalah suatu julukan yang biasa dipergunakan
orang-orang Arab untuk memanggil penduduk Habasyah.
Umar, karena wataknya tidak suka bermain-main, maka dia bermaksud akan
melarang orang-orang Habasyah yang sedang bermain itu, tetapi kemudian dilarang
oleh Nabi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata:
"Ketika orang-orang Habasyah sedang bermain anggar dihadapan Nabi,
tiba-tiba Umar masuk, kemudian mengambil kerikil dan melemparkannya kepada
mereka. Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Umar.--biarkanlah mereka itu,
hai Umar." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Ini merupakan suatu kelapangan dari Rasulullah s.a.w. dengan mengizinkan
permainan seperti ini dilakukan di Masjidnya yang mulia itu, agar di dalam
masjid dapat dipadukan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi; dan sebagai
suatu pendidikan buat kaum muslimin, agar mereka suka bekerja di waktu bekerja
dan bermain-main di waktu main-main. Di samping itu, bahwa permainan semacam
ini bukan sekedar bermain-main saja, tetapi suatu permainan yang bermotif
latihan.
Para ulama berkata setelah membawakan hadis ini sebagai berikut:
"Bahwa masjid dibuat adalah demi kepentingan urusan kaum muslimin. Oleh
karena itu apa saja yang kiranya bermanfaat untuk agama dan manusia, maka
bolehlah dikerjakan di masjid."
Kiranya kaum muslimin di zaman-zaman terakhir ini mau memperhatikan,
mengapa masjid-masjid mereka itu dikosongkan dari jiwa hidup dan kekuatan, dan
dibiarkan sebagai tempat orang-orang apatis.
Pengarahan Nabi dalam mendidik dan memberikan hiburan hati
isteri-isterinya, yaitu dengan memperkenankan permainan yang mubah seperti itu.
Sehingga kata Aisyah:
"Sungguh saya saksikan Nabi membatas saya dengan selendangnya, sedang
saya melihat orang-orang Habasyah itu bermain di dalam masjid, sehingga saya
sendiri yang merasa bosan. Mereka itu lincah selincah gadis muda belia yang
masih suka bermain." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Aisyah juga berkata:
"Saya pernah bermain-main dengan boneka perempuan di rumah Rasulullah
s.a.w., bersama kawan-kawan saya perempuan yang juga bermain-main dengan saya;
dan tatkala Rasulullah s.a.w. masuk, mereka itu bersembunyi, tetapi Rasulullah
s.a.w. senang melihat mereka itu bersamaku, kemudian mereka bermain-main
bersamaku lagi." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Menunggang Kuda (Berpacu Kuda)
Allah s.w.t. berfirman:
"Kuda, keledai dan himar adalah supaya kamu naiki & sebagai
perhiasan." (an-Nahl: 8)
Dan bersabda Rasulullah s.a.w.:
"Kuda itu diikat jambulnya untuk kebaikan." (Riwayat Bukhari)
Dan sabdanya pula:
"Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda)." (Riwayat Muslim)
Dan sabdanya lagi:
"Tiap-tiap sesuatu
yang bukan zikrullah berarti permainan dan kelalaian, kecuali empat perkara:
(1) Seorang laki-laki berjalan antara dua sasaran (untuk memanah). (2) Seorang
yang mendidik kudanya. (3) Bermain-mainnya seseorang dengan isterinya. (4)
Belajar berenang." (Riwayat Thabarani)
Dan berkatalah Umar:
"Ajarlah
anak-anakmu berenang dan memanah; dan perintahlah mereka supaya melompat di
atas punggung kuda."
Ibnu Umar meriwayatkan.
"Sesungguhnya
Rasulullah s.a.w. pernah mengadakan pacuan kuda dan memberi hadiah kepada
pemerangnya." (Riwayat Ahmad)
Semua ini sebagai
dorongan Nabi terhadap masalah pacuan kuda. Sebab berpacu kuda sebagaimana kami
katakan di atas, adalah permainan, olahraga juga suatu latihan.
Anas pernah ditanya:
apakah kamu pernah bertaruh di zaman Rasulullah s.a.w.? Apakah Rasulullah
s.a.w. sendiri juga pernah bertaruh? Maka jawab Anas:
"Ya! Demi Allah,
sungguh ia (Rasulullah s.a.w.) pernah bertaruh terhadap suatu kuda yang disebut
sabhah (kuda pacuan), maka dia dapat mengalahkan orang lain, ia sangat tangkas
dalam hal itu dan mengherankannya." (Riwayat Ahmad)
Taruhan yang
dibenarkan, atau yang dimaksud di sini ialah suatu upah (hadiah) yang
dikumpulkan bukan dari orang-orang yang berpacu saja atau dari salah satunya
saja, tetapi dari orang-orang lainnya.
Adapun hadiah yang
dikumpulkan dari masing-masing yang berpacu, kemudian siapa yang unggul itulah
yang mengambilnya, maka hadiah semacam itu termasuk judi yang dilarang. Dan
Nabi sendiri menamakan pacuan kuda semacam ini, yakni yang disediakan untuk
berjudi, dinamakan Kuda Syaitan. Harganya adalah haram, makanannya haram dan
menungganginya pun haram juga. (Riwayat Ahmad).
Dan ia bersabda:
"Kuda itu ada tiga macam: kuda Allah, kuda manusia dan kuda syaitan. Adapun
kuda Allah ialah kuda yang disediakan untuk berperang di jalan Allah, maka
makanannya, kotorannya, kencingnya dan apanya saja - mempunyai beberapa
kebaikan. Adapun kuda syaitan, yaitu kuda yang dipakai untuk berjudi atau untuk
dibuat pertaruhan, dan adapun kuda manusia, yaitu kuda yang diikat oleh
manusia, ia mengharapkan perutnya (hasilnya), sebagai usaha untuk menutupi
kebutuhannya. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
26.Riwayat
Abu Daud dan Tarmizi
Post a Comment