Rasul Panutan Ummat
Rasul
Panutan Ummat
Salam sejahtera kepada penghulu segenap makhluk yang paling mulia, rakhmat
bagi semesta alam, manusia paling sempurna, paling suci, dan penyempurna
revolusi zaman, dialah Muhammad SAW. Dialah nabi paling pemurah, paling
peramah, penuh kharisma dan kewibawaan, kesantunan, serta bergelar khatamul
anbiya. Dialah jalan terang bagi gelapnya kehidupan dengan kesemarakan
akhlaknya yang mulia, itulah puncak dari kebesaran dan kesempurnaannya sehingga
beroleh gelar Al Amin (yang dipercaya).
Berkaitan dengan keagungan nabi ini, Sayyid Hussein Nasr seorang
cendekiawan muslim terkemuka menulis, "Makhluk yang paling mulai ini
(Muhammad SAW) juga dinamakan Ahmad, Musthafa, Abdullah, Abul-Qasim, dan juga
bergelar Al Amin—yang terpercaya. Setiap nama dan gelar yang dimilikinya
mengungkapkan suatu aspek wujud yang penuh berkah. Ia adalah, sebagaimana makna
etimologis yang dikandung dalam kata Muhammad dan Ahmad, yang diagungkan dan
dipuji; ia adalah musthafa (yang terpilih), abdullah (hamba ALLOH
yang sempurna) dan terakhir, sebagai ayah Qasim. Ia bukan hanya Nabi dan
utusan (rasul) ALLOH, tetapi juga kekasih ALLOH dan rahmat yang dikirimkan ke
muka bumi, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran, "Dan tidaklah kami
utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam." (Q.S. Al
Anbia [21]:107).
Ungkapan keagungan ini tidaklah berlebihan karena ALLOH Azza wa Jalla
pun memuji beliau, bahkan senantiasa bershalawat kepadanya, firman-Nya, "Sesungguhnya
ALLOH dan para malaikat-Nya melimpahkan shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang
yang beriman, sampaikanlah shalawat dan salam kepadanya." (Q.S. Al
Ahzab [33]:56). Demikianlah ALLOH dan para malaikat bershalawat kepadanya,
seharusnya apatah lagi kita sebagai makhluk kecil yang tiada berdaya ini.
Disamping bershalawat ternyata penghormatan kepada Rasulullah SAW memiliki
etika tersendiri. Tidak cukup hanya bershalawat saja, karena yang terpenting
adalah kita harus yakin benar bahwa Rasulullah adalah suri tauladan sepanjang
zaman. Jikalau kita ikut dalam tuntunan beliau insya ALLOH akan selamat dunia
dan akhirat.
ALLOH SWT menjelaskan dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya Rasul
ALLOH itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan untuk orang yang
mengharapkan menemui ALLOH di hari kemudian dan yang mengingati ALLOH
sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab [33]: 21). Seakan ayat ini
menyatakan bahwa tidak usah kita melakukan apapun kecuali ada contohnya dari
Rasulullah.
Ketika misalnya, rumah tangga keluarga kita berantakan, maka solusi
terbaiknya adalah dengan mencontoh Rasul dalam mengemudikan bahtera rumah
tangganya. Subhanallah, siapapun yang mampunyai referensi Rasulullah
dalam perilaku sehari-harinya, maka hidupnya seperti seorang yang punya katalog
yang sangat mudah di akses, segalanya serba tertuntun.
Begitu pentingnya tauladan ini. Itulah sebabnya mengapa P4 gagal di
Indonesia? Padahal dimana-mana dilakukan penataran, berbagai metode dan pola
digunakan, biaya pun keluar miliaran rupiah, tapi mengapa tidak berhasil
merubah pola pikir masyarakat? Jawabannya mudah saja, menurut yang saya pahami
dari Dr. Ruslan Abdul Ghani yang menyatakan bahwa salah satu penyebab utamanya
adalah karena tidak ada contohnya. Siapa sekarang orang Indonesia yang paling
Pancasilais sehingga layak ditauladani perilakunya? Belum ada!
Karenanya berbahagialah umat Islam yang mempunyai tauladan Rasulullah SAW,
dalam dirinya semua aspek kehidupan telah ada reperensinya. Mau duduk, bertemu
dengan kawan, bertemu dengan orang kaya, bercakap dengan orang papa, berhubungan
dengan pejabat, semua telah ada contohnya, termasuk bagaimana teknik menghadapi
penjahat. Semuanya sudah jelas, bahkan sampai hal yang paling sederhana seperti
di kamar kecil yang paling tersembunyi sekalipun, semua ada tuntunannya.
Sayangnya kita jarang menyempatkan diri untuk mempelajari bagaimana
perilaku Rasulullah SAW yang sebenarnya. Karenanya jikalau Pesantren Daarut
Tauhiid saat ini dianggap sedang "naik daun", maka sama sekali bukan
karena ide cemerlang seseorang, hakikatnya karena pertolongan ALLOH Azza wa
Jalla dengan syariat mengamalkan sebagian dari tuntunan Rasulullah SAW yang
diaktualisasikan dan dikemas sedemikian rupa. Jadi, apatah lagi bagi
orang-orang yang mampu mengaplikasikan semua yang telah Rasul tuntunkan,
hasilnya tentu akan jauh lebih luar biasa lagi.
Oleh karena itu, bagi sahabat yang dikaruniai kesempatan menjadi guru dan
mengharapkan dicintai dan dihormati muridnya, tidak membosankan murid ketika
mengajar dikelas, proses belajar-mengajar menjadi efektif, serta para muridnya
menjadi cerdas dan berpikiran maju, maka contohlah Rasul dalam mengajar. Bagaimana
cara Rasul mengajar? Ternyata Rasulullah mengajar dengan penuh kelembutan,
kasih-sayang, dan sangat ingin para sahabatnya menjadi maju.
Jikalau anda seorang manager perusahaan atau pejabat di sebuah instansi
pemerintahan, maka yang harus dipikirkan adalah bagaimana agar bisa sukses
dengan tetap mengikuti tuntunan Rasulullah? Ternyata Rasulullah SAW dalam
berorganisasi itu rendah hati, lembut perangainya, senang bertukar pikiran,
selalu meminta ide, saran, dan koreksi dalam bermusyawarah.
Adapun bagi pemuda yang ingin dicintai, disukai, penuh pesona, melimpah
kharismanya, maka pelajari bagaimana pribadi Rasul. Para sahabat seperti halnya
Imam Ali ternyata juga meneladani Rasulullah SAW. Nampaknya jikalau kita berat
menghadapi hidup ini, maka pertanyaannya adalah sampai sejauh mana kita mampu
meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi Rasulullah SAW?
Demikian penting arti sebuah tauladan atau penuntun bagi kehidupan seseorang.
Karenanya siapapun akan sengsara atau bahkan tersesat jikalau tidak pernah
meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi Rasulullah SAW. Dialah penuntun kita
dari kesesatan dan gelapnya kehidupan.
Seperti halnya sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya di forum
ini ada hikmah yang bisa diambil. Kejadiannya adalah dari penuturan seorang
mubaligh asal Bandung. Ketika itu ia diundang bertabligh di suatu tempat di
Tasikmalaya. Berangkatlah ia naik mobil bersama penjemputnya. Penjemput sebagai
penunjuk arah di depan satu mobil dan sang mubaligh mengikuti di belakang
dengan mobil lain.
Beberapa jam perjalanan lancar-lancar saja, sayangnya setelah beberapa saat
sampai di wilayah Tasik, penunjuk arah memacu kendaraannya lebih cepat sehingga
mobil sang mubaligh tertinggal jauh di belakang. Cerita selanjutnya mudah
ditebak, sang mubaligh pun tersesat. Belok kiri tidak ketemu, belok kanan masuk
pasar, waktu pun berlalu sia-sia, hatinya bahkan sudah mulai gelisah tidak
menentu.
Nampaklah betapa sengsaranya orang yang tersesat, waktu dan tenaganya
terbuang percuma, tujuan tidak menentu, perasaan pun tidak enak, bahkan
sebentar-sebentar harus tanya sana-tanya sini, sungguh merepotkan. Demikianlah
kegelisahan akan makin akrab dengan orang-orang yang kehilangan penuntun dalam
hidupnya.
Bayangkan saja andaikata kita tidak punya penuntun, tidak punya penunjuk
arah, lalu kita berjalan menuju suatu tempat yang belum diketahui sebelumnya,
pastilah tidak akan menentramkan perjalanan tersebut. Tapi jikalau penuntun, arah,
dan tujuannnya jelas, maka langkah kita akan mantap dan hati pun senantiasa
disaputi ketentraman. Dan Rasulullah SAW adalah penuntun dan panutan kita
sepanjang zaman.***
Post a Comment