Ucapan Selamat ‘Ied Menurut Hadits dan Fiqh
Ucapan Selamat ‘Ied Menurut Hadits dan Fiqh
Kajian Hadits
Syaikh Albani berkata [1]: “Hadits di atas dicantumkan oleh As
Suyuthi dalam risalahnya [2], dan diperkuat oleh Zahir bin Thahir [3].
Diriwayatkan juga oleh Al-Mahamili [4], ia berkata: Telah menceritakan pada kami
Mubasysyir bin Isma’il Al-Halbi dari Shafwan bin Amru As-Saksakiy berkata: “Aku
mendengar AbduLLAH bin Bisru, AbduRRAHMAN bin ‘Aidz, Jubair bin Nufair dan
Khalid bin Ma’dan berkata pada kedua Hari Raya: Taqabbalallahu minnaa wa minkum
dan mereka mengkatakan demikian diantara mereka.” Dikeluarkan juga oleh Abul
Qasim Al-Asbahani [5] dan 2 riwayat ini shahih, karena para sahabat melakukan
ini, sehingga diikuti oleh para tabi’in yang disebut di atas, waLLAHu a’lam.
Ibnu Turkmani menyebutkan [6] dari riwayat Muhammad bin Ziyad
Al-Alhani berkata: “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari
kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari
shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain: Taqabbalallahu minnaa
wa minka [7].” Dan diperkuat oleh As-Suyuthi dengan matan: “Aku melihat Abu
Umamah Al-Bahiliy berkata pada Hari Ied kepada sahabatnya: Taqabbalallahu minnaa
wa minkum.” Kemudian sebagian ikhwah kami para pelajar menambahkan bahwa telah
berkata Al Hafizh Ibnu Hajar [8]: “Dalam “Al Mahamiliyat” dengan isnad yang
hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata dst.” [Sekian Kutipan dari Albani]
Adapun riwayat dari Tabi’ut Tabi’in dan Ulama Salaf
diantaranya, seperti riwayat Adham salah seorang bekas hamba sahaya Umar bin
Abdul ‘Aziz berkata: “Kami mengucapkan saat kedua Hari Raya kepada Umar bin
Abdul Aziz: Taqabbalallahu minnaa wa minka wahai Amirul Mu’minin, maka beliau
menjawabnya dan tidak melarang kami mengucapkan hal tersebut [9].”
Kajian Fiqh
Menurut Ulama Hanafiyyah bahwa hal tersebut tidak diingkari (la
inkara bihi) dan boleh (ijaza) mengucapkannya [10]; menurut Ulama Malikiyyah
tidak apa-apa menjawabnya, berkata Imam Malik: Aku tidak mengenalnya tapi aku
juga tidak mengingkarinya. Berkata Ibnu Habib: Aku melihat sahabat-sahabat Imam
Malik tidak memulai ucapan tersebut tapi mereka menjawabnya, tapi tidak mengapa
memulainya [11]; menurut Ulama Syafi’iyyah boleh mengucapkannya, dan sebagian
menyatakan boleh ditambahkan ucapan semisalnya, seperti AhyakumuLLAH atau Kulla
‘amin wa antum bikhair atau ‘A’adahuLLAH ‘alaykum Bikhair [12]; menurut ulama
Hanabilah mubah mengucapkannya, tidak sunnah juga tidak bid’ah, Imam Ahmad
berkata: Aku tidak pernah memulainya, namun bila ada orang yang mendahuluiku
mengucapkannya maka aku akan menjawabnya [13].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang ucapan selamat
pada Hari Raya yang dilakukan orang-orang seperti ucapan ‘Ieduka Mubarak dan
yang serupa dengannya, apakah ada asalnya dalam syari’at atau tidak? Jika ada
asalnya maka apa yang diucapkan? Maka beliau menjawab [14] : “Ucapan pada Hari
Raya, di mana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah
shalat Id: Taqabbalallahu minnaa wa minkum (yang artinya): Semoga Allah menerima
dari kami dan dari kalian, Wa ahaalallahu ‘alaika dan yang semisalnya, maka
telah diriwayatkan dari beberapa shahabat ra bahwa mereka melakukannya dan
diberi rukhshah oleh para Imam, maka barangsiapa yang melakukannya baginya ada
contoh dan barangsiapa yang tidak melakukannya baginya juga ada contoh.” WaLLAHu
a’lam.
Catatan
Kaki:
[1] Tamamul Minah [I/354]
[1] Tamamul Minah [I/354]
[2]
Wushul Al Amani bi Ushul At Tahani” [hal-109] dalam juz-I dari kitab Al Haawi
lil Fatawi
[3]
Tuhfatu Iedul Fithr
[4]
Shalatul Iedain, [II/129/2] dengan sanad yang semua rijal-nya tsiqat dan dengan
sanad yang shahih, tetapi ada perbedaan Habib bin al-Walid dalam sanad-nya
sehingga tidak marfu’ sampai pada sahabat Nabi SAW
[5]
At-Targhib wa Tarhib, [I/42-II/41]
[6]
Jauharun Naqiy, [III/320]
[7]
Imam Ahmad menyatakan : “Isnad hadits Abu Umamah jayyid (bagus)”
[8]
Fathul Bari, [II/446]
[9]
HR Thabrani dalam Syu’abul Iman, [VIII/234 no. 3565]
[10]
Al-Bahrur Ra’iq Syarh Kanzud Daqa’iq, [V/206]
[11]
At-Taj wal Iklil Li Mukhtashar Khalil, [II/301]; juga Mawahib al-Jalil fi Syarhi
Mukhtashar Syaikh Khalil, [V/308]; juga Al-Fawakih ad-Diwani ‘ala Risalati Ibnu
Abi Zaid Al-Qayruniy, [III/244]
[12]
Hawasyi Asy-Syarwaniy, [III/56]; juga dalam Asna Al-Mathalib, bab Faidah
At-Tahni’ah bil ‘Ied [IV/121]; Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [X/203-204];
juga dalam Mughnil Muhtaj ila Ma’rifatil Alfazh, [IV/141]; juga Nihayatul Muhtaj
ila Syarhil Minhaj, bab At-Tahni’ah bil ‘Ied, [VII/410-411]; juga Hasyiyyah
Al-Bujairamiy ‘alal Khathib, [V/426, 434]
[13]
Asy-Syarhul Kabir, [II/259]; Al-Iqna’ , [I/174]; Al-Furu’ Libni Muflih,
[III/137]; Al-Inshaf, [IV/153]; Syarhun Muntaha’ Al-Iradat, [II/329]; Kasyaful
Qana’ An Matanul Iqna’, [IV/225]; Al-Mughni [IV/274]; Manarus Sabil Syarhud
Dalil, [I/104]
[14]
Majmu’ Al-Fatawa, bab Mas’alah at-Tahni’ah fil Ied, [V/430]
Post a Comment