WANITA SEBAGAI WANITA (DIRINYA SENDIRI)
WANITA SEBAGAI WANITA (DIRINYA SENDIRI)
Islam telah menghargai
kewanitaan wanita dan Islam menganggap wanita sebagai unsur penyempurna bagi
kaum laki-laki, sebagaimana laki-laki juga penyempurna bagi wanita. Maka
bukanlah antara satu sama lain dari mereka itu sebagai musuh, bukan pula
sebagai saingan, akan ketapi wanita sebagai penolong bagi kaum laki-laki untuk
menyempurnaan kepribadian dan jenisnya, dan sebaliknya.
Sunnatullah telah
berlaku pada makhluk-Nya bahwa perkawinan itu termasuk karakter tuntutan naluriah
makhluk, sehingga kita melihat jenis kelamin laki-laki dan wanita itu ada di
alam manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Demikian juga positif dan negatif yang
ada pada alam benda, seperti listrik, magnit dan lainnya sampai atom, yang di
dalamnya terdapat kekuatan listrik positif dan kekuatan (aliran) yang negatif
(Elektron dan Proton).
Itulah yang disinggung
oleh Al Qur'an sejak empat belas abad yang lalu, Allah SWT berfirman,
"Dan segala
sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran
Allah" (Adz Dzariyaat: 49)
Laki-laki dan wanita
itu seperti kaleng dengan tutupnya, yang saling membutuhkan antara yang satu
dengan yang lainnya. Sejak Allah SWT menciptakan Adam as, Allah juga
menciptakan isterinya yang bernama Hawwa, agar Adam merasa tentram dengannya
dan Allah tidak membiarkan Adam sendirian meskipun tinggal di surga. Firman
Allah juga ditujukan untuk dua orang secara bersamaan, baik perintah maupun
larangan, sebagaimana firman Allah SWT:
"Hai Adam,
diamilah olehmu dan isterimu surga ini, dan makanlah (kamu berdua)
makanan-makanannya yang banyak lagi baik, di mana saja yang kamu sukai, dan
janganlah (kamu berdua) dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk
orang-orang yang zhalim." (Al Baqarah: 35)
Dengan demikian maka wanita bukanlah laki-laki, karena wanita itu
menyempurnakan laki-laki, demikian pula sebaliknya. Sesuatu tidak bisa sempurna
secara sendiri, karena itu Al Qur'an mengatakan, "Bukanlah laki-laki itu
seperti wanita." (Ali 'Imran: 36). Sebagaimana arus positif itu bukanlah
arus negatif, demikian juga sebaliknya.
Akan tetapi betapapun demikian wanita tidak diciptakan untuk menjadi
pesaing laki-laki, tidak pula untuk menjadi musuhnya, tetapi "Ba'dbukum
min ba'dh" sebagian kamu merupakan bagian dari sebagian yang lainnya. Allah
SWT berfirman, "Dan Allah telah menciptakan untuk kamu dari dirimu
isteri-isteri." (An-Nahl: 72)
Hikmah Allah telah menetapkan, di mana pembentukan fisik dan kejiwaan
wanita itu memiliki unsur yang menarik kaum laki-laki dan memiliki daya tarik
tersendiri.
Allah SWT telah membekali pada masing-masing dari laki-laki dan wanita
syahwat dan keinginan yang kuat secara fithrah yang membuat saling tertarik dan
bertemu, hingga kehidupan ini terus berjalan dan jenis manusia dapat
terpelihara.
Karena itulah Islam menolak setiap aturan yang bertentangan dengan fithrah
dan merusaknya, seperti sistem kependetaan (yang tidak boleh menikah
selamanya). Akan tetapi Islam juga melarang setiap tindakan untuk mempergunakan
potensi ini selain yang disyari'atkan oleh Allah dan yang diridhai-Nya yaitu
lewat jalan pernikahan yang itu merupakan asas dalam berkeluarga. Oleh karena
itu Islam mengharamkan perzinaan, sebagaimana itu diharamkan oleh seluruh agama
samawi, sebagaimana Islam juga melarang untuk berbuat keji, semua itu untuk
memelihara laki-laki dan wanita dari hal-hal yang membangkitkan fitnah dan
kerusakan.
Berdasarkan pandangan kita terhadap fithrah wanita dan kewajiban yang harus
dilakukan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki, maka Islam memperlakukan
wanita secara terhormat baik dalam aturannya, arahan-arahannya dan
hukum-hukumnya.
Sesungguhnya Islam telah memelihara kewanitaan wanita secara fithrah dan
mengakui keberadaannya (eksistensinya). Maka Islam tidak merendahkannya dan
tidak menghinanya, akan tetapi Islam berusaha untuk menentang dan menolak
segala usaha yang menghina dan merendahkan harkat wanita dan memeliharanya dari
serigala-serigala manusia yang siap menyergap kaum hawwa untuk dinikmati
dagingnya dan dibuang tulangnya.
Di sini dapat kita simpulkan bagaimana sikap Islam terhadap kewanitaan
wanita sebagai berikut:
Pertama, Islam telah memelihara
kewanitaannya, sehingga tetap menjadi sumber kasih sayang, kelembutan dan
kecantikan. Oleh karena itu Islam menghalalkan baginya sesuatu yang diharamkan
bagi laki-laki yang itu sesuai dengan tabiat kewanitaannya dan fungsinya. Seperti
memakai emas, sutera murni, berdasarkan hadits Rasulullah:
"Sesungguhrya keduanya ini (emas dan sutera) telah diharamkan bagi
laki-laki dari ummatku, dihalalkan bagi wanitanya." (HR. Ibnu Majah)
Sebagaimana juga diharamkan bagi kaum wanita segala sesuatu yang
menghilangkan simbul kewanitaannya, seperti menyerupai laki-laki dalam
berpakaian, gerakan, perilaku, dan lainnya. Maka Islam melarang wanita memakai
pakaian laki-laki, sebagaimana melarang laki-laki memakai pakaian wanita, dan
Allah melaknati para wanita yang menyerupai laki-laki, sebagaimana melaknati
laki-laki yang menyerupai wanita. Rasulullah SAW bersabda:
"Tiga orang tidak akan masuk surga dan tidak diperhatikan oleh Allah
pada hari kiamat nanti: Orang yang durhaka terhadap kedua orang tuannya, Wanita
yang mirip dengan Iaki-laki dan dayyuts (suarni yang membiarkan orang lain
memasuki rumah isterinya)." (HR. Ahmad)
Kedua, Islam senantiasa memelihara
kewanitaan wanita dan memelihara mereka dari kelemahannya. Sehingga mereka
selamanya di bawah lindungan laki-laki, ditanggung nafkahnya, tercukupi
kebutuhannya, ia berada di bawah asuhan ayahnya atau suaminya atau anak-anaknya
dan saudaranya. Wajib bagi mereka (laki-laki) untuk menafkahinya sesuai dengan
syari'at Islam, sehingga wanita tidak sampai memaksakan dirinya untuk ikut
tenggelam dalam lautan kehidupan dan bertarung dengan kehidupan itu, bercampur
dengan kaum laki-laki.
Ketiga, Islam memelihara akhlaq dan perasaan
malunya serta berusaha untuk memelihara popularitas dan kemuliaannya serta
menjaga kebersihannya dari kekhawatiran-kekhawatiran buruk dan suara-suara
sumbang.
Untuk itu Islam mewajibkan bagi wanita untuk:
Pertama. Memelihara pandangan matanya
dan memelihara kesuciannya, sebagaimana firman Allah SWT,
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya...'" (An Nur: 31)
Kedua. Menutup aurat dan perhiasannya
dengan baik, tidak berpakaian terlalu sempit dan menyolok. Allah SWT berfirman,
"Dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya, dan
hendaklah mereka menutupkan kain jilbabnya ke dadanya." (An Nur: 31)
Dalam ayat ini kata-kata, "maa zhahara minhaa" diartikan celak
mata, cincin, muka dan kedua telapak tangan. Ada yang menambah "dua
telapak kaki."
Ketiga. Hendaknya jangan menampakkan
perhiasannya yang tersamar, seperti rambut, leher, kedua lengan dan kedua betis
kecuali kepada suaminya atau muhrimnya. Allah SWT berfirman,
"Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. . ." (An-Nur: 31)
Keempat. Hendaklah sopan dalam berjalan dan
berbicara, Allah berfirman,
"Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan ... " (An-Nur: 31)
"Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit di dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang
baik." (Al Ahzab: 32)
Dengan demikian bukan berarti dilarang berbicara dan suara itu sendiri
bukanlah 'aurat. Tetapi ia diperintahkan untuk berbicara dengan baik.
Kelima. Hendaklah ia menjauhi segala
sesuatu yang menarik perhatian laki-laki dari dirinya seperti berdandan
(tabarruj) dengan dandanan ala jahiliyah. Karena ini bukanlah akhlaq seorang
wanita yang bersih. Rasulullah SAW bersabda:
"Siapa saja wanita yang memakai wangi-wangian, kemudian keluar dari
rumahnya agar dicium baunya oleh orang maka ia berzina." (HR. Abu Dawud)
Maksudnya seakan ia berbuat zina, meskipun ia tidak berbuat demikian, maka
wajib atas wanita menjauhi perilaku seperti itu.
Keenam. Wanita dilarang berduaan dengan
laki-laki lain yang bukan suaminya dan bukan muhrimnya, hal itu untuk
memelihara dirinya dan diri orang lain dari bisikan-bisikan dosa dan memelihara
dirinya dari omongan-omongan bohong. Nabi SAW bersabda:
"Janganlah sekali-kali seseorang itu bersepi-sepi dengan seorang
wanita kecuali dengan muhrimnya" (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Ketujuh. Jangan berikhtilath dengan kaum
laki-laki lain kecuali karena kebutuhan yang terpaksa dan kemaslahatan yang
dibenarkan dan dilakukan dengan seperlunya, seperti shalat di masjid, menuntut
ilmu, berta'awun untuk kebaikan dan ketaqwaan, yang tidak terlarang bagi wanita
itu untuk ikut serta dalam memberi pelayanan kepada masyarakat, tetapi jangan
lupa batas-batas syari'at dalam bertemu dengan laki-laki.
Sesungguhnya Islam dengan hukam-hukum ini berusaha memelihara kewanitaan
wanita dari taring orang-orang yang siap menerkam di satu sisi, dan memelihara
perasaan malunya dan kesuciannya dengan menjauhi faktor-faktor yang
menyelewengkan dan menyesatkan di sisi lainnya. Serta menjaga kehormatannya
dari mulut orang-orang yang membuat kepalsuan. Dengan ini semuanya Islam telah
memelihara jiwa dan perasaannya dari keresahan dan rekanan, serta
goncangan-goncangan jiwa sebagai akibat dari khayalan yang berlebihan dan
kesibukan hati serta terusiknya perasaan di tengah-tengah pengaruh-pengaruh
yang menggiurkan.
Islam dengan hukum dan syari'atnya juga memelihara kaum laki-laki dari
faktor-faktor yang menyesatkan dan memusingkan, juga memelihara masyarakat
seluruhnya dari faktor-faktor kehancuran dan dekadensi moral.
Ikhtilath yang diperbolehkan
Ada beberapa istilah yang masuk di dalam kamus modern kita yang maknanya
belum kita ketahui sebelumnya, di antaranya adalah kata "lkhtilath"
antara laki-laki dan wanita. Karena wanita pada masa kenabian dan masa sahabat
dan tabi'in juga bertemu dengan laki-laki, demikian jaga laki-laki juga bertemu
dengan kaum wanita di berbagai acara yang beragam, baik itu yang bersifat
agamis maupun masalah keduniaan. Hal itu tidak dilarang secara mutlak, bahkan
diperbolehkan apabila diketahui secara jelas sebab dan alasannya dan terpenuhi
kriterianya, dan mereka tidak menamakan itu sebagai ikhtilath.
Kemudian istilah ini menjadi populer dewasa ini, saya sendiri tidak tahu
sejak kapan pemakaian itu dimulai dengan maknanya yang asing bagi perasaan
Muslim dan Muslimah. Karena
mencampur sesuatu dengan sesuatu yang lain berarti melarut seperti bercampurnya
garam atau gula dengan air.
Yang penting di sini
kita tegaskan bahwa tidak semua ikhtilath itu dilarang sebagaimana itu difahami
oleh da'i-da'i yang ekstrim dan sempit pemikirannya. Dan tidak pula setiap
ikhtilath itu diperbolehkan, sebagaimana diikuti oleh da'i-da'i sekuler yang
suka mengekor Barat.
Permasalahan ini telah
saya bahas dan saya jawab bersama dengan beberapa persoalan lainnya di dalam
kitab saya "Fatawa Mu'ashirah" juz dua. Di antaranya hal-hal yang
berkaitan dengan ikhtilath, mengucapkan salam kepada wanita, salaman, laki-laki
menjenguk wanita yang sakit atau sebaliknya, dan lain-lain.
Yang ingin saya
ingatkan di sini adalah sesungguhnya kewajiban kita adalah hendaknya kita
beriltizam terhadap sebaik-baik petunjuk, itulah petunjuk Nabi SAW dan petunjuk
Khulafaur Rasyidin dan para sahabatnya, jauh dari pemahaman Barat yang
cenderung menghalalkan (segala sesuatu) dan cara orang timur yang ekstrim.
Barangsiapa yang
merenungkan petunjuk Nabi SAW maka ia mengetahui bahwa wanita bukanlah orang
yang dipenjara, bukan pula orang yang terisolir sebagaimana hal itu pernah
terjadi pada masa-masa kemunduran ummat Islam.
Wanita dahulu ikut
datang berjamaah dan shalat Jum'at di masjid Rasulullah SAW. Nabi SAW
memerintahkan kepada mereka agar mengambil shaf-shaf yang terakhir yaitu di
belakang shaf laki-laki. Semakin shaf itu lebih dekat ke bagian belakang maka
semakin mulia karena takut kalau aurat wanita itu nampak di hadapan kaum
laki-laki dan mayoritas mereka para sahabat dahulu tidak mengenal celana, dan
tidak ada dinding atau kayu yang membatasi antara kaum wanita dengan pria.
Mereka pada awalnya,
laki-laki dan wanita masuk pintu mana saja yang mereka sepakati, sehingga
terkadang terjadi bersimpangan antara yang masuk dan yang keluar. Kemudian
Nabi SAW bersabda, "Alangkah baiknya jika pintu ini kalian khususkan untuk
wanita." Akhirnya mereka mengkhususkan pintu itu untuk kaum wanita
sehingga sampai sekarang dikenal dengan nama "Babun Nisa'" (pintu
khusus wanita).
Kaum wanita di masa kenabian ikut datang shalat jum'at dan mendengarkan
khutbah, hingga ada salah seorang di antara mereka yang hafal surat
"Qoof" dari lisan Rasulullah SAW karena seringnya ia mendengarkan
dari mimbar jum'at.
Wanita dahulu juga ikut datang melakukan dua shalat 'Ied, dan ikut serta
dalam festifal Islami yang menghimpun orang-orang dewasa dan anak-anak kecil,
laki-laki dan wanita di tanah terbuka, mereka bertahlil dan bertakbir bersama.
Imam Muslim meriwayatkan dari Ummi 'Athiyah, ia berkata, "Kita (kaum
wanita) dahulu diperintahkan untuk keluar pada 'ledain (dua hari raya), wanita
yang dipingit dan yang masih gadis."
Dalam riwayat lain ia berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kepada
kita untuk menyuruh mereka keluar pada ledul Fithri dan ledul Adha, baik
wanita-wanita baligh, wanita yang sudah datang bulan maupun yang dipingit. Adapun
orang yang haid maka dijauhkan dari tempat shalat, mereka juga menghadiri
kebaikan-kebaikan dan undangan kaum Muslimin," aku bertanya, "Wahai
Rasulullah, ada di antara kami yang tidak mempunyai jilbab." Nabi
bersabda, "Hendaknya saudaranya mengenakan jilbabnya kepadanya,"
artinya meminjamkannya.
Inilah sunnah yang dimatikan oleh ummat Islam di sebagian besar
negara-negara atau bahkan seluruhnya, kecuali yang akhir-akhir ini dilaksanakan
oleh para pemuda shahwah Islamiyah yang berupaya menghidupkan sebagian sunnah
yang ditinggalkan. Seperti sunnah I'tikaf pada sepuIuh hari terakhir di bulan
Ramadhan dan sunnahnya wanita menghadiri shalat 'led.
Wanita dahulu ikut menghadiri majelis-majelis ilmu bersama kaum laki-laki
di sisi Nabi SAW dan mereka juga bertanya tentang masalah agama mereka yang
saat ini kebanyakan wanita merasa malu. Sehingga 'Aisyah RA sempat memuji
wanita-wanita Anshar, bahwa mereka itu tidak malu-malu untuk bertanya masalah
agama, sehingga mereka bertanya tentang janabat, mimpi, mandi besar, haid,
istihadhah dan yang lainnya.
Mereka bahkan tidak puas mengaji bersama-sama kaum laki-laki sehingga
meminta secara khusus kepada Rasulullah SAW untuk diberikan kesempatan di hari
tertentu khusus untuk mereka. Mereka mengatakan "Wahai Rasulullah, kaum
laki-laki telah mengalahkan kami untuk (mengaji kepadamu), oleh karena itu
khususkanlah hari untuk kami," maka Nabi SAW menjanjikan mereka hari
tertentu untuk memberi nasihat kepada mereka." (HR. Bukhari)
Aktivitas wanita juga sampai pada keikutsertaan mereka dalam peperangan dan
jihad dalam memberikan pelayanan kepada para tentara dan mujahidin dengan
kemampuan yang mereka miliki dengan baik. Berupa perawatan dan pertolongan
pertama dan merawat orang-orang yang terluka, selain juga memberikan
pelayanan-pelayanan lainnya, seperti memasak makanan dan minuman dan mempersiapkan
apa-apa yang diperlukan oleh para mujahidin.
Dari Ummi 'Athiyah, ia berkata, "Saya pernah berperang bersama
Rasulullah SAW sebanyak tujuh peperangan, saya membelakangi mereka dalam
keberangkatan mereka, maka saya membuat untuk mereka makanan dan mengobati
orang-orang yang terluka, dan merawat orang-orang yang sakit." (HR.
Muslim)
Imam Muslim meriwayatkan dari Anas, bahwa sesungguhnya 'Aisyah dan Ummu
Sulaim pada perang Uhud juga ikut berperang aktif membawa qirbah (tempat
minuman) di atas punggungrya, kernudian menuangkan air ke mulut orang-orang
(mujahidin), kemudian mereka berdua kernbali memenuhi qirbah itu. (HR. Muslim)
Keberadaan Aisyah di sini dalam usia belasan tahun menolak orang-orang yang
mengatakan bahwa keikutsertaan wanita dalam peperangan itu hanya boleh untuk
wanita-wanita yang tua usianya. Pendapat ini tidak bisa diterima, sebab apa
artinya nenek-nenek dalam suasana peperangan yang menuntut kekuatan fisik dan
perasaan sekaligus.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ada enam wanita dari wanita-wanitanya
orang-orang yang beriman dahulu ikut bersama tentara mengepung Khaibar. Mereka
ikut memegang anak panah, memberi minum dan mengobati orang-orang yang terluka,
bersenandung dengan syair-syair dan membantu di jalan Allah. Nabi SAW telah
memberi mereka ghanimah.
Bahkan ada riwayat shahih yang menjelaskan bahwa sebagian isteri-isteri
sahabat ikut serta dalam sebagian peperangan Islam dengan membawa senjata
ketika mereka diberi kesempatan untuk itu. Sebagaimana itu dilakukan oleh Ummu
'Imarah Nasibah binti Ka'b, pada hari perang Uhud, hingga Rasulullah SAW
bersabda, "Sungguh posisi dia lebih baik daripada posisi fulan dan
fulan."
Demikian juga yang dilakukan oleh Ummu Sulaim yang membawa clurit pada hari
perang Hunain ia merobek perut musuh yang mendekat kepadanya.
Imam Muslim juga meriwayatkan dari Anas (putra Ummu Sulaim) bahwa Ummu
Sulaim pernah membawa cIurit pada waktu perang Hunain, maka suaminya yang
bernama Abu Talhah melihatnya dan berkata kepada Rasulullah, "Wahai
Rasulullah, ini Ummu Sulaim, ia membawa clurit." Maka Nabi SAW bertanya
kepada Ummu Sulaim, "Untuk apa clurit itu?" Ummu Sulaim menjawab,
"Aku ambil karena jika ada salah seorang dari kaum musyrikin mendekati aku
maka aku akan merobek perutnya dengan cIurit itu, " kemudian Rasulullah
SAW tersenyum." (HR. Muslim)
Demikian juga Imam Bukhari membuat bab tersendiri di dalam shahihnya
mengenai peperangan kaum wanita.
Keinginan wanita muslimah di masa kenabian dan sahabat dahulu tidak hanya
terhenti pada keikutsertaan mereka dalam peperangan sampai wilayah sekitarnya
seperti Khaibar dan Hunain. Akan tetapi keinginan mereka sampai menyeberangi
lautan dan ikut andil di dalam menaklukkan negara-negara yang jauh untuk
menyampaikan risalah Islam.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah SAW
ber-qailulah (tidur siang) di dekat Ummi Haram Binti Milhan (bibi Anas) pada
suatu hari. Kemudian Nabi bangun dan tertawa, maka Ummu Haram bertanya,
"Apa yang membuat engkau tertawa wahai Rasulullah?" Nabi bersabda,
"Ada manusia dari ummatku yang ditawarkan kepadaku untuk berperang di
jalan Allah, mereka menyeberangi lautan seperti raja di atas
singgasananya." Ummu Haram berkata, "Wahai Rasulullah, doakan kepada
Allah agar Dia menjadikan aku termasuk mereka," maka Nabi SAW mendoakan untuknya
. (HR. Muslim)
Dan ternyata Ummu Haram ikut menyeberangi lautan pada masa Utsman bersama
suaminya 'Ubadah Ibnu Shamit ke Qubrush (Siprus). Akhirnya ia diseruduk oleh
kudanya di sana dan akhirnya wafat dan dikubur di tempat itu.
Dalam kehidupan sosial, wanita ikut serta dalam mendakwahkan kebaikan,
memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Sebagaimana firman
Allah SWT:
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma 'ruf, mencegah dari yang munkar." (At-Taubah: 71)
Di antara peristiwa yang masyhur adalah bantahan salah seorang muslimat
kepada Umar di masjid, dalam masalah mahar (maskawin), dan kesiapan Umar untuk
mengikuti pendapatnya secara terang-terangan. Umar berkata, "Wanita itu
benar dan Umar salah." Kisah ini disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya di surat An-Nisa'. Ibnu Katsir berkata, "Isnadnya jayyid."
Ada seorang wanita yang ditunjuk (ditetapkan) oleh Umar ketika beliau
menjadi khalifah untuk berdakwah di pasar, yaitu Syifa' binti Abdullah Al
'Adawiyah.
Siapa yang merenungkan Al Qur'an Al Karim dan pembicaraannya mengenai
wanita dalam berbagai masa dan dalam kehidupan para Nabi dan Rasul, maka tak
akan terasa adanya tirai besi yang dibuat oleh sebagian manusia antara
laki-laki dan wanita.
Maka kita jumpai Musa ketika masih muda dan kuat berbicara dengan dua gadis
putri Syaikh Kabir (Nabi Syu'aib) dan bertanya kepada keduanya, dan kedua gadis
itu pun menjawab pertanyaan Musa tanpa perasaan dosa dan berat. Musa
membantunya dengan penuh kesopanan dan hormat. Setelah peristiwa itu, salah
satu dari keduanya datang sebagai utusan dari ayahnya untuk mengundang Musa
agar pergi bersamanya menuju ayahnya. Kemudian salah satu dari keduanya usul
kepada ayahnya setelah itu agar ayahnya menjadikan Musa sebagai pelayan
(pembantu) ayahnya karena melihat kekuatan dan kejujuran Musa. Al Qur'an
menjelaskan:
"Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di
sana sekumpulan orang yang sedang rnemberi minum (meminumkan) ternaknya, dan ia
menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat
(ternaknya). Musa berkata, "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?"
Kedua wanita itu menjawab, "Kami tidak dapat meminum (ternak kami),
sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua yang telah lanjut usianya." Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh
lalu berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu
kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." Kemudian datanglah kepada Musa
salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata,
"Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap
(kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami." Maka tatkala Musa mendatangi
bapaknnya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya). Syu'aib
berkata, "Janganlah kamu takut, kamu telah selamat dari orang-orang yang zhalim
itu." Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Hai bapakku,
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi
dapat dipercaya." (Al Qashas: 23-26)
Di dalam kisah Maryam kita dapatkan Zakaria masuk ke mihrabnya dan bertanya
kepadanya mengenai rizki yang dia jumpai di sisi Maryam.
"Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati
makanan di sisinya. Zakaria bertanya, "Hai Maryam dari mana kamu
memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari sisi
Allah." Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa yang dikehendakinya
tanpa hisab." (Ali 'Imran: 37)
Di dalam kisah Ratu Saba' (Bilqis) kita lihat ia mengumpulkan kaumnya untuk
diajak bermusyawarah menanggapi surat dari Sulaiman.
"Berkata dia (Bilqis), "Hai para pembesar berilah aku
pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan
sebelum kamu berada dalam majelis(ku)." Mereka menjawab, "Kita adalah
orang-orang yang memiliki kekuatan dan juga memiliki keberanian yang sangat
(dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa
yang akan karnu perintahkan. Dia berkata, "Sesungguhnya raja-raja apabila
memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan
penduduknya yang rnulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka
perbuat...." (An Naml: 32-34)
Demikian juga Bilqis
berdialog dengan Sulaiman AS dan Sulaiman pun berbicara dengannya.
Allah berfirman:
"Dan ketika Bilqis
datang, ditanyakanlah kepadanya, "Serupa inikah singgasanamu?" Dia
menjawab, "Seakan-akan singgasana ini singgasanaku, kami telah diberi
pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri."
Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan
keislamannya), karena Sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang
kafir. Dikatakan kepadanya, "Masuklah ke dalam istana." Maka tatkala
dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapnya
kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman, "Sungguh ia adalah istana licin
terbuat dari kaca." Berkatalah Bilqis, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
telah berbuat zhalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan semesta alam." (An-Naml:
42-44)
Tidak bisa dikatakan bahwa sesungguhnya ini syari'at ummat sebelum kita,
maka tidak wajib bagi kita. Karena sesungguhnya Al Qur'an tidak menyebutkan hal
itu kepada kita kecuali untuk petunjuk, peringatan dan ibrah bagi orang-orang
yang berakal. Oleh karena itu kesimpulan yang benar adalah, "Sesungguhnya
syari'at ummat sebelum kita yang disebutkan di dalam Al Qur'an dan As-Sunnah
itu juga syari'at untuk kita selama tidak ada dari syari'at kita yang
menghapusnya." Allah SWT berfirman:
"Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Alah, maka
ikutilah petunjuk mereka...." (Al An'am: 90)
Sesungguhnya menahan wanita di rumah dan membiarkannya tetap berada di
antara empat dinding, tidak boleh keluar dari rumah--sebagaimana dijelaskan
oleh Al Qur'an dalam salah satu tahapan dari tahapan tasyri' sebelum nash atas
hukum zina yang diketahui--itu merupakan sanksi yang berat bagi orang yang
berbuat zina dari wanita-wanita kaum Muslimin. Allah SWT berfirman:
"Dan terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah
ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila
mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu)
dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang
lain kepadannya." (An-Nisa': 15)
Dan sungguh Allah telah memberi jalan keluar setelah itu yaitu dengan
ditetapkannya hukum "Had" yaitu hukuman yang ditentukan di dalam
syari'at sebagai hak Allah SWT. Yaitu cambuk bagi orang yang belum menikah dan
rajam bagi orang yang sudah menikah.
Bagaimana mungkin bisa diterima dalam logika Al Qur'an dan Islam bahwa
pengurungan wanita di rumah merupakan ciri khas dari seorang wanita Muslimah
yang komitmen dan yang terpelihara. Kalau memang demikian berarti kita telah
memberikan hukuman kepada mereka dengan hukuman yang berat dan lama, padahal ia
tidak berbuat dosa.
Kesimpulannya, bahwa pertemuan antara laki-laki dan kaum wanita pada
dasarnya diperbolehkan dan tidak dilarang, bahkan kadang-kadang diperlukan jika
tujuannya adalah kerja sama dalam mencapai tujuan yang mulia. Seperti dalam
majelis ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, atau proyek kebajikan, atau jihad
yang diharuskan dan lain sebagainya yang menuntut potensi yang prima dari dua
jenis manusia, serta kerja sama antara keduanya di dalam merencanakan,
mengarahkan dan melaksanakan.
Syubuhat dan Pendukung Kebebasan Ikhtilath
lnilah sikap Islam, dan itulah pandangannya mengenai hubungan laki-laki
dengan wanita. Pertemuan keduanya untuk berbuat baik dan ma'ruf, inilah yang
kita istilahkan "Ikhtilath Masyru'."
Akan tetapi ghazwul fikri telah mencetak di negara kita suatu kaum yang
telinga mereka 'budek' dari hukum Allah dan Rasul-Nya dan mengajak kita untuk
melepaskan wanita secara bebas di tangan orang lain sehingga kokoh
eksistensinya, nampak menonjol syakhsiyahnya dan dapat dinikmati kewanitaannya.
Ia bergaul dengan laki-laki tanpa ikatan dan secara terang-terangan. la
pergi sendirian bersamanya dan menemaninya di gedung bioskop atau begadang
bersamanya sampai tengah malam, berdansa bersamanya dengan musik-musik, dan sebagainya.
Mereka yang mengaku dirinya sebagai malaikat yang suci itu mengatakan,
"Janganlah kalian takut kepada wanita dan jangan pula khawatir kepada
laki-laki dengan hubungan yang 'terhormat' ini dan persahabatan yang bebas
serta pertemuan yang mulia, sesungguhnya jeritan syahwat karena seringnya
bertemu itu akan hilang dan kencangnya akan kendor serta sinarnya akan padam,
dan masing-masing dari laki-laki dan wanita merasakan nikmatnya sekedar bertemu
dan menikmati pandangan dan berbicara, dan jika perlu maka dengan berdansa,
karena itu merupakan salah satu bentuk dari ungkapan seni yang 'bernilai
tinggi'."
Bantahan Terhadap Pendukung Kebebasan Ikhtilath
Kita menolak semua pengakuan tersebut di atas dari dua sisi sebagai
berikut:
1. Sesungguhnya kita
adalah orang Islam sebelum itu semua. Kita tidak ingin menjual agama
kita karena mengikuti keinginan orang-orang Barat atau timur. Dalam hal ini
agama kita (Islam) mengharamkan kepada kita ikhtilath (pergaulan bebas) seperti
itu, yaitu dengan adanya tabarruj, munculnya fitnah dan terbukanya peluang
untuk menyeleweng. Allah SWT berfirman,
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari'at (peraturan)
dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syari'at itu dan janganlah kamu ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali
tidak akan dapat menolak dari kamu sedikit pun dari (siksaan) Allah. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi
sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertaqwa" (Al Jaatsiyah: 18-19)
2. Sesungguhnya Barat sendiri--yang selama ini diikuti--saat ini merasakan
sakit akibat dari kebebasan yang terlepas dari nilai-nilai agama, yang merusak
putera puteri mereka dan telah mengancam peradabannya menuju kehancuran dan
porak poranda.
Di Amerika dan Swedia dan negara-negara lainnya dari negara-negara penganut
seks bebas telah menetapkan hasil statistik bahwa kepuasan syahwat tidak bisa
padam (dipenuhi) hanya dengan kebebasan bertemu dan berbicara, tidak pula
dengan apa yang terjadi setelah pertemuan dan berbicara, tetapi manusia semakin
lama semakin haus.
Kita harus meneliti apa yang terjadi akibat kebebasan dan kemajuan,
terlepas dari beberapa gelintir keunggulan yang dimiliki masyarakat Barat
modern saat ini.
Pengaruh Pergaulan Bebas di Masyarakat Barat
Sesungguhnya jumlah dan peristiwa serta data yang diperoleh dari hasil
statistik itulah yang berbicara dan menjelaskan masalah tersebut. Sungguh telah
nampak pengaruh kebebasan seks yang sampai saat ini masih menjadi problem bagi
laki-laki dan wanita sebagai berikut:
1. Dekadensi Moral
Kendornya nilai-nilai akhlaq dan dominasi syahwat, menangnya sifat
kebinatangan atas sifat kemanusiaan, hilangnya rasa malu dan pemeliharaan
antara kaum wanita dan kaum pria dan ketidaktenangan masyarakat, seluruhnya
disebabkan karena pergaulan bebas.
Seorang mantan presiden AS bernama Kennedy mengatakan dalam wawancaranya
dengan wartawan pada tahun 1962, "Sesungguhnya pemuda Amerika telah larut,
berfoya-foya, sudah terlepas dari ikatan, dan tenggelam dalam syahwat. Di
antara tujuh pemuda yang mendaftar untuk menjadi tentara didapatkan dari tujuh
itu enam pemuda yang tidak sehat, disebabkan mereka terjerumus dalam syahwat...
dan saya peringatkan bahwa pemuda seperti itu merupakan ancaman besar bagi masa
depan Amerika."
Di dalam buku yang disusun oleh direktur pusat penelitian di Universitas
"Harvard" dengan thema "Revolusi Seks" penulis menegaskan
bahwa Amerika telah sampai pada bahaya besar dalam kerusakan seks. Dan Amerika
sedang menuju pada kondisi yang sama yang menyebabkan jatuhnya dua peradaban
Ighriqiyah dan Rumawi pada masa lalu. Ia mengatakan, "Sesungguhnya kita
sudah dikepung dari seluruh arah dengan aliran ganas dari seks yang
menenggelamkan seluruh kamar dari struktur peradaban kita dan seluruh bidang
dari kehidupan kita secara menyeluruh."
Meskipun orang-orang Komunis sedikit sekali berbicara mengenai
masalah-masalah seks, meskipun mereka tidak mengizinkan kepada mass media untuk
meliputnya, tetapi pada tahun 1926 telah keluar pernyataan dari presiden Rusia
"Khrusyuf" bahwa para pemuda (Rusia) telah menyimpang dan dirusak
oleh kemewahan, ia juga memperingatkan bahwa telah dibuka di Serbia pos-pos
militer baru untuk menghabisi pemuda-pemuda yang menyeleweng, karena itu merupakan
bahaya atas masa depan Rusia.
2. Banyaknya Anak-anak yang Dilahirkan Secara Tidak Sah
lni merupakan fenomena umum yang disebabkan terlepasnya keinginan syahwat
dan larutnya batas-batas antara para pemuda dan pemudi. Sebagian lembaga di
Amerika membuat statistik untuk orang-orang yang hamil di luar pernikahan di
kalangan pelajar SMA, ternyata jumlahnya sangat mengerikan.
Mari kita perhatikan data statistik terbaru dalam masalah ini: bahwa
sepertiga kelahiran anak tahun 1983 di New York adalah anak-anak yang tidak
sah, artinya mereka dilahirkan diluar pernikahan. Mayoritas mereka dilahirkan
oleh gadis berusia 19 tahun ke bawah, dan jumlah mereka adalah 112.353 anak
atau 37 % dari jumlah anak-anak yang dilahirkan di New Yorkl!."30)
3. Banyaknya Gadis yang Tua belum menikah dan Pemuda yang membujang
Sesungguhnya adanya
sarana yang mudah untuk memenuhi syahwat tanpa memikul beban pernikahan dan
membina rumah tangga menjadikan kebanyakan para pemuda memilih cara yang
termudah dan menghabiskan masa mudanya untuk ini dan itu. Menikmati lezatnya
hubungan seks yang bervariasi, tanpa terikat dengan kehidupan monoton yang
berulang kali sebagaimana yang mereka kira, tanpa menanggung beban tanggung
jawab berkeluarga, dan sebagainya.
Di antara dampak dari
itu semua adalah banyaknya para gadis-gadis muda yang menghabiskan masa mudanya
tanpa suami yang tinggal bersamanya kecuali laki-laki yang bemain-main dan
menjadikannya sebagai alat hiburan yang diharamkan. Selain itu juga banyak dari
para pemuda yang membujang kehilangan ikatan kehidupan berumah tangga,
sebagaimana hal itu dibuktikan dalam data statistik. Telah dinyatakan oleh
direktur urusan statistik Amerika pada tanggal 22 Dzul Qa'idah 1402 bersamaan
dengan 10 September 1982 M, bahwa untuk pertama kalinya terjadi sejak permulaan
abad ini sebagian besar penduduk kota San Fransisco adalah para pembujang.
Brosh Syambman
menjelaskan dalam muktamar pers yang diadakan oleh lembaga sosial Amerika bahwa
53% penduduk San Fransisco tidak menikah. Dan ia menjelaskan tentang
keyakinannya bahwa jumlah tersebut mungkin menjadi suatu isyarat atas contoh
keluarga yang paling menyedihkan.
Syambman menambahkan
bahwa sesungguhnya perubahan-perubahan sosial ini sesuai untuk mewujudkan
kemakmuran di sebuah kota
yang jumlah penduduknya terdiri dari pemuda antara 25-34 tahun dengan perkiraan
40,4 % selama 10 tahun terakhir.
Syambman juga berkata,
"Sesungguhnya jumlah tersebut tidak termasuk jumlah orang-orang yang
terkena musibah dengan kelainan seks yaitu orang-orang yang tinggal di kota dan orang-orang yang
mewakili 15 % dari penduduk.
Tidak heran setelah ini semua, jika kita membaca di surat kabar seperti di
bawah ini:
"Para kaum wanita Swedia keluar untuk melakukan demonstrasi umum yang
meliputi seluruh Swedia dengan alasan menuntut adanya kebebasan seks di Swedia.
Demo ini diikuti oleh 100.000 wanita, mereka akan mengajukan surat permohonan
yang ditandatangani secara resmi oleh pemerintah, di dalam surat itu
mengumumkan atas pembelaan terhadap runtuhnya nilai-nilai akhlaq."
Sesungguhnya fithrah wanita dan kecenderungannya untuk memperoleh
kepentingannya dan masa depannya itulah yang mendorong mayoritas dari wanita
itu untuk berdemonstrasi dan menggugat.
4. Banyaknya terjadi perceraian dan hancurnya rumah-tangga dengan sebab-sebab yang sangat sederhana
Jika selain pernikahan itu ada kendala-kendala, maka sesungguhnya setelah
terjadi pernikahan ini, tidak terjamin kekekalannya oleh karena rumah tangga
seperti itu cepat hancur dan ikatannya bisa pudar hanya karena sebab-sebab yang
sangat sederhana.
Di Amerika, jumlah perceraian dari tahun ke tahun semakin bertambah banyak
sampai batas yang mengejutkan, dan ini juga termasuk di sebagian besar
negara-negara Barat lainnya.
5. Tersebarnya penyakit-penyakit yang membahayakan
Tersebarnya penyakit-penyakit misterius yang menyerang saraf, akal dan jiwa
dan banyaknya stress serta goncangan jiwa yang memakan korban beratus-ratus
ribu manusia.
Di antara penyakit yang paling berbahaya adalah penyakit yang akhir-akhir
ini ditemukan yaitu yang dikenal dengan penyakit "AIDS" yang menghilangkan
kekebalan tubuh. Penyakit ini mengancam berjuta-juta ummat manusia di Eropa dan
Amerika dengan akibat yang sangat berbahaya. Sebagaimana diungkapkan oleh
keputusan dokter dan statistik secara resmi yang diedarkan oleh beberapa
majalah dan surat kabar di seluruh dunia.
Hal tersebut sesuai dengan yang diperingatkan oleh Rasulullah SAW dalam
haditsnya yang mulia, "Tidak muncul suatu perbuatan keji di suatu kaum
pun, hingga mereka mengumumkannya (menjadikan tabiat umum) kecuali akan
tersebar di kalangan mereka penyakit tha'un (wabah) dan penyakit-penyakit yang
belum pernah terjadi pada orang-orang sebelumnya. (HR. Ibnu Majah)
Ini belum termasuk penyakit-penyakit stress dan kejiwann yang tersebar di
tengah-tengah mereka mirip seperti tersebarnya api di daun yang kering, dan
pasien-pasiennya memenuhi rumah-rumah sakit.
Apakah para penyeru pergaulan bebas itu menginginkan untuk memindahkan
penyakit-penyakit itu pada masyarakat kita, padahal Allah telah memberi
kecukupan kepada kita untuk menghindarkan keburukannya? Semoga Allah melindungi
kita dari penyakit-penyakit itu. Ataukah jumlah besar korban dan data statistik
itu telah hilang dari ingatan mereka?
Farwid dan pengikutnya dari ulama jiwa mengira bahwa menghilangkan
ikatan-ikatan tradisi dari kebutuhan biologis itu dapat menenangkan jiwa
(perasaan) dan menghilangkan stress.
Itulah ikatan-ikatan yang dihilangkan, itulah keinginan-keinginan syahwat
yang dilepaskan, maka hal itu tidak menambah jiwa kecuali semakin stress dan
kebingungan, dan stress itu telah menjadi penyakit masa kini di sana, sedangkan
beribu-ribu rumah sakit jiwa tidak berguna bagi mereka.
Post a Comment