BAGAIMANA MELIHAT KEBAIKAN DALAM SEGALA HAL YANG TERJADI
BAGAIMANA MELIHAT KEBAIKAN DALAM SEGALA HAL YANG TERJADI
Kebanyakan orang merasa senang saat segala sesuatu terjadi sesuai
dengan keinginannya. Akan tetapi, orang beriman tidak boleh cenderung kepada
perasaan seperti itu. Di dalam Al-Qur`an, Allah memberikan kabar gembira bahwa
Dia telah menentukan setiap peristiwa demi kebaikan hamba-Nya dan hal tersebut
tidaklah menimbulkan rasa sedih ataupun masalah bagi mereka yang benar-benar
beriman.
Seseorang yang menyadari kebenaran ini di dalam hatinya akan merasa
senang terhadap apa yang dihadapinya dan ia melihat karunia yang tersimpan di
balik apa yang terjadi.
Banyak orang bahkan tidak ingin repot-repot berpikir bagaimana dan
mengapa mereka ada di dunia ini. Walaupun kata hati akan menuntun mereka untuk
menyadari bahwa keajaiban dunia dan penataannya yang sempurna ini memiliki
pencipta, cinta yang luar biasa banyaknya yang dirasakan di dunia ini,
keengganan mereka untuk melihat kebenaran, membawa mereka pada pengingkaran
terhadap realitas keberadaan Allah. Mereka mengabaikan fakta bahwa setiap
kejadian dalam hidupnya ditentukan sesuai dengan rencana dan tujuan tertentu;
mereka malah menghubungkannya dengan ide yang sungguh-sungguh salah, yakni hanya
sebatas kebetulan atau keberuntungan. Bagaimanapun juga, ini hanyalah sebuah
pandangan yang menghalangi seseorang untuk melihat kebaikan dalam
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan kemudian menarik pelajaran dari peristiwa
tersebut.
Ada pula mereka yang sadar akan eksistensi Allah dan mengerti bahwa
Dialah yang telah menciptakan seluruh alam. Mereka mengakui fakta bahwa Allahlah
yang menurunkan hujan dan meninggikan matahari. Mereka menyadari bahwa tidak
mungkin ada zat lain yang melakukan semua itu. Saat terjadi peristiwa dalam
jenak kehidupan mereka-detail kecil yang membentuk bagian kesibukan
sehari-hari-mereka tidak dapat berpikir bahwa mereka terlepas dari Allah.
Meskipun demikian, Allahlah yang menakdirkan seorang pencuri memasuki rumah di
malam hari, sebuah rintangan yang menyebabkan seseorang terjatuh, sebuah lahan
subur untuk ditanami atau dibiarkan gersang, jual beli yang menguntungkan,
bahkan panci yang gosong sekalipun. Setiap peristiwa terjadi dengan
kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas untuk menyelesaikan rencana-Nya yang agung.
Sepercik lumpur yang mengotori celana kita, bocornya ban mobil, jerawat yang
muncul, penyakit, atau kejadian yang tidak diharapkan lainnya. Semuanya
terbentuk dalam kehidupan seseorang sesuai dengan rencana tertentu.
Sejak seseorang membuka matanya, tak ada satu pun yang dialaminya
di dunia ini terjadi dengan sendirinya dan terlepas dari Allah. Segala yang ada
secara keseluruhan diciptakan oleh Allah, satu-satunya zat yang memegang kendali
alam semesta. Ciptaan Allah bersifat sempurna, tanpa cacat, dan sarat dengan
tujuan. Ini adalah takdir yang diciptakan oleh Allah. Seseorang tidak boleh
mengotak-ngotakkan peristiwa yang terjadi dengan menamai kebaikan pada sebuah
peristiwa dan kejahatan pada peristiwa yang lain. Apa yang menjadi kewajiban
seseorang adalah menyadari dan menghargai kesempurnaan dalam setiap peristiwa.
Kita harus percaya bahwa ada kebaikan dalam setiap ketetapan-Nya serta tetap
menyadari kenyataan bahwa kebijaksanaan Allah yang tak terbatas ini telah
direncanakan untuk sebuah hasil akhir yang paling sempurna. Bahkan mereka yang
percaya dan mencari kebaikan dalam segala peristiwa yang menimpa mereka, baik di
dunia ini maupun akhirat nanti, mereka akan menjadi bagian dari kebaikan yang
abadi.
Hampir di setiap halaman Al-Qur`an, Allah meminta kita untuk
memerhatikan hal tersebut. Inilah sebabnya mengapa ketidakmampuan dalam
mengingat bahwa segalanya berjalan sesuai dengan takdir itu menjadi sebuah
kegagalan yang mengerikan bagi seorang mukmin. Takdir yang dituliskan oleh Allah
begitu unik dan dilewati oleh seseorang benar-benar sesuai dengan apa yang telah
Allah tetapkan. Orang awam menganggap kepercayaan akan takdir semata-mata hanya
merupakan cara untuk "menghibur diri" di saat tertimpa kemalangan. Sebaliknya,
seorang mukmin memiliki pemahaman yang benar akan takdir. Ia sepenuhnya
menganggap bahwa takdir adalah sebuah rencana Allah yang sempurna yang telah
dirancang khusus untuk dirinya.
Takdir adalah rencana tanpa cacat yang dibuat untuk mempersiapkan
seseorang untuk sebuah kenikmatan surga. Takdir penuh dengan keberkahan dan
maksud Ilahiah. Setiap kesulitan yang dihadapi seorang mukmin di dunia ini akan
menjadi sumber kebahagiaan, kesenangan, dan kedamaian yang tak terbatas di
kemudian hari. "Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan."
(al-Insyirah: 5) Ayat ini menarik kita pada kenyataan bahwa di dalam takdir
seseorang, kesabaran dan semangat yang ditunjukkan oleh seorang mukmin, telah
dituliskan sebelumnya bersama-sama dengan balasannya masing-masing di
akhirat.
Sekali waktu mungkin terjadi dalam jenak kehidupan, seorang mukmin
menjadi marah atau khawatir akan terjadinya hal-hal tertentu. Penyebab utama
dari kemarahan yang ia rasakan adalah karena ia lupa bahwa semua itu merupakan
bagian dari takdirnya dan bahwa takdirnya itu telah diciptakan oleh Allah hanya
untuk dirinya sendiri. Walaupun demikian, ia akan merasa nyaman dan tenang
ketika ia diingatkan akan tujuan ciptaan Allah.
Karena itulah, seorang mukmin harus belajar untuk terus mengingat
bahwa segalanya telah ditetapkan sebelumnya. Ia harus mengingatkan orang lain
akan hal ini. Ia harus bersabar saat menghadapi peristiwa-peristiwa yang Allah
telah takdirkan untuknya dengan memberikan rasa percayanya kepada Allah dalam
jarak waktu yang tak terbatas. Tak lupa, ia harus berusaha menemukan
alasan-alasan di balik semua peristiwa tersebut. Jika ia berusaha memahami
alasan-alasan ini, dengan seizin Allah, ia akhirnya akan berhasil. Bahkan
walaupun ia tidak selalu berhasil menemukan maksud di baliknya, ia masih tetap
yakin bahwa ketika sesuatu terjadi, pastilah semua itu demi kebaikan dan maksud
tertentu.
Memahami sepenuhnya bahwa setiap makhluk, hidup ataupun tidak,
diciptakan dalam kepatuhannya pada takdir.
Takdir adalah pengetahuan sempurna Allah atas semua peristiwa di
masa lalu dan masa depan, laksana satu waktu saja. Ini menunjukkan kekuasaan
mutlak Allah atas semua makhluk dan semua peristiwa. Manusia bisa saja
berhati-hati agar tidak mengalami suatu peristiwa yang buruk, tetapi Allah
mengetahui semua peristiwa sebelum hal itu terjadi. Bagi Allah, masa lalu dan
masa depan adalah satu. Semua itu sama-sama berada dalam pengetahuan Allah
karena Dialah yang menciptakannya.
"Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran."
(al-Qamar: 49)
Ayat tersebut menyatakan bahwa segala yang ada di dunia adalah
bagian dari takdir. Kebanyakan orang tidak sempat memikirkan takdir. Karena itu,
mereka gagal menyadari bahwa hanya kekuatan Allah yang tak terbataslah yang akan
eksis di balik keteraturan yang sempurna ini. Sebagian orang menganggap bahwa
takdir hanya berlaku pada manusia. Kenyataannya, semua yang ada di alam semesta,
mulai dari furnitur di rumah Anda sampai sebuah batu di jalan, rumput kering,
buah, atau selai di rak supermarket, semua itu adalah bagian dari takdir yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah. Takdir semua benda dan makhluk yang
diciptakan telah ditentukan dalam kebijaksanaan Allah yang tak terhingga.
Setiap peristiwa yang dilihat seseorang, setiap suara yang
didengarnya, merupakan bagian hidup yang telah diciptakan untuknya sebagai
sebuah kesatuan. Tak ada bunga yang mekar dan layu dengan kebetulan. Tak ada
manusia yang lahir dan mati secara kebetulan. Tak ada manusia yang sakit tanpa
sengaja dan tidaklah penyakitnya itu bertambah tanpa ada yang mengendalikan.
Dalam setiap kejadian, peristiwa ini khusus ditakdirkan oleh Allah sejak saat
pertama kita diciptakan. Apa pun yang ada di muka bumi, di dalam lautan, atau
jatuhnya sehelai daun, semua terjadi dalam rangka memenuhi takdir. Sebagaimana
dinyatakan,
"Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan
dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya
(pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu
yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh)." (al-An'aam: 59)
Rasulullah Muhammad saw. pun bersabda bahwa tindakan setiap orang
telah ditakdirkan oleh Allah,
"Allah Yang Mahaagung dan Mahamulia telah menetapkan bagi setiap
hamba di antara ciptaan-Nya empat hal: kematiannya, tindakannya, tempat tinggal
dan tempat ia berpindah, serta makanannya." (HR Tirmidzi)
Akan tetapi, biasanya manusia tidak sadar akan kenyataan bahwa
setiap detik waktu mereka telah ditakdirkan oleh Allah. Sebagian mereka tidak
pernah menyadari bagaimana mereka diciptakan atau bagaimana mereka mendapatkan
karunia yang mereka nikmati. Sebagian lainnya menganggap bahwa semua itu
hanyalah kebetulan yang tak berarti, walaupun mereka mengetahui bahwa Allahlah
yang menciptakan kehidupan dan kematian. Di dalam Al-Qur`an, Allah menyatakan
kepada kita bahwa hal-hal kecil pun telah ditakdirkan oleh kebijaksanaan-Nya
yang tak terbatas dan semua itu berkaitan dengan tujuan-tujuan Ilahiah.
"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum
Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."
(al-Hadiid: 22)
Setiap manusia harus memahami kenyataan ini. Hal ini karena takdir
bagi segala sesuatu di alam semesta telah diketahui oleh Allah Yang Maha
Mengetahui dan Mahabijaksana. Karena itu, setiap hal kecil telah direncanakan
oleh Allah dengan sempurna dan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Segalanya dibuat
dengan teratur sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad saw.. Orang yang
memiliki kesadaran penuh akan kenyataan takdir akan mendapatkan manfaat-dengan
perasaan gembiranya-akan setiap jenak waktu dalam kehidupannya, yaitu saat-saat
yang baik dan saat-saat yang terlihat buruk. Alasan mengapa hamba-Nya berhasil
menyadari hal itu adalah karena Allah telah menciptakan takdir mereka tanpa
cacat. Mereka akan mengetahui bahwa menganggap sesuatu sebagai sebuah kemalangan
adalah suatu kebodohan. Ini karena sesuatu yang dianggap kemalangan itu memiliki
maksud-maksud tertentu dari Allah. Pemahaman yang mendalam tentang takdir
membuat mereka mampu melihat keberkahan yang terkandung dalam segala hal.
Menganggap bahwa apa yang terjadi bukanlah karena Allah melainkan
karena seseorang atau sesuatu, berarti kita tidak mampu memahami takdir. Segala
sesuatu yang kita anggap seharusnya tidak terjadi demikian, pada hakikatnya
merupakan "pelajaran takdir". Manusia harus sepenuh hati menanamkan dalam
dirinya bahwa ada kebaikan dan maksud-maksud Ilahiah dalam setiap kejadian.
Orang cenderung menganggap peristiwa yang tidak menyenangkan sebagai sebuah
"kemalangan". Bagaimanapun juga, tetap ada kebaikan dan maksud-maksud tertentu
dalam apa yang acapkali dianggap sebagai sebuah "kemalangan". Kejadian tersebut
dianggap sebagai "kemalangan" karena kita menilainya demikian. Pada
kenyataannya, hal itu adalah sebuah kemungkinan yang lebih baik karena ia adalah
sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah.
Jika Allah telah menunjukkan kebaikan dan maksud sebuah kejadian
yang merugikan, atau sebuah kesulitan yang menekan dan membuat kita gusar, kita
akan mengerti betapa tidak berartinya kekecewaan kita. Dengan mengenali berkah
dalam segala hal, seorang mukmin akan merasakan kesenangan, bukan tekanan.
Karena itulah, kewajibannyalah untuk mencari dan mengidentifikasi kebaikan dan
manfaat takdir yang terjadi, yakni bahwa dalam peristiwa yang terjadi tersimpan
maksud Allah. Ia akan merasa senang dan menghargai manfaat mengetahui
takdir.
Mengetahui bahwa Ada Keburukan dalam Peristiwa yang Tampaknya Baik
dan Ada Kebaikan dalam Peristiwa yang Tampaknya Buruk
Dalam bab sebelum ini, kita diyakinkan bahwa Allah Yang
Mahabijaksana menciptakan setiap peristiwa dalam rangka menyempurnakan sebuah
rencana. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa hanya Allahlah yang mengetahui
peristiwa-peristiwa yang baik dan yang buruk. Ini disebabkan kebijaksanaan Allah
tidaklah terbatas, sedangkan pengetahuan manusia terbatas. Manusia hanya bisa
melihat tampilan luar suatu peristiwa dan hanya mampu bersandar pada penglihatan
yang terbatas dalam menilainya. Informasi dan pemahaman mereka yang tidak
mencukupi-dalam beberapa kasus-dapat membuat mereka tidak menyukai sesuatu,
padahal itu baik untuknya, dan mereka bisa saja mencintai sesuatu, padahal itu
merupakan sebuah keburukan. Untuk dapat melihat kebaikan itu, seorang mukmin
harus menyerahkan rasa percayanya kepada kebijaksanaan Allah yang tak terbatas
dan percaya bahwa ada kebaikan dalam segala hal yang terjadi. Allah
berfirman,
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah
sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (al-Baqarah: 216)
Di sinilah, Allah mengatakan kepada kita bahwa suatu peristiwa yang
dianggap baik oleh seseorang dapat mengakibatkan kekecewaan, baik di dunia ini
maupun di akhirat. Begitu juga sesuatu yang ingin benar-benar dihindarkan-karena
diyakini merugikan-mungkin dapat menyebabkan kebahagiaan dan kedamaian baginya.
Nilai hakiki peristiwa apa pun adalah pengetahuan mutlak Allah. Segala hal,
apakah rupa yang buruk ataukah rupawan, ada sesuai kehendak Allah. Kita hanya
menjalani apa yang Allah inginkan untuk kita. Allah mengingatkan kita tentang
hal ini,
"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka
tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan
kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yunus: 107)
Maka dari itu, apa pun yang kita alami dalam kehidupan ini, apakah
itu terlihat baik ataupun buruk, semuanya adalah baik karena hal itu merupakan
sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kita. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, zat yang menetapkan akibat suatu peristiwa bukanlah
seorang manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu, melainkan Allah, Zat yang
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, Yang menciptakan manusia, juga ruang dan
waktu. (Informasi selajutnya, silakan baca buku Ketiadaan Waktu dan Realitas
Takdir karya Harun Yahya)
Post a Comment