Bercermin
Bercermin
Dalam hidup keseharian, kita
sangat sering dan merasakan nikmat ketika bercermin. Kita tidak pernah bosan
sekali pun. Padahal, wajah yang kita tatap itu-itu juga. Aneh bukan? Bahkan,
hampir pada setiap kesempatan, kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin.
Mengapa demikian? Kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita
sangat tidak ingin terlihat mengecewakan. Apalagi kusut masai dan berantakan
tidak karuan. Ini semua tidak dapat dimungkiri. Penampilan adalah cermin pribadi
kita.
Orang beriman yang rapi, tertib,
dan bersih, maka pribadinya juga akan cenderung rapi, tertib, dan bersih.
Sebaliknya, orang yang penampilannya kucel, kumal, dan berantakan, karakter
pribadinya biasanya tidak jauh berbeda.
Tentu saja, penampilan rapi,
tertib, dan bersih itu, insya Allah akan menjadi kebaikan, selama niat
dan caranya benar. Apa saja niat yang benar itu? Niat agar orang lain tidak
terganggu dan terkecewakan, niat agar orang lain tidak berprasangka buruk, atau
juga niat agar orang lain senang dan nyaman dengan penampilan kita.
Selain itu, yang paling penting
adalah, Allah suka dengan penampilan yang indah dan rapi sebagaimana sabda
Rasulullah SAW, "Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal, sesungguhnya Allah
itu indah dan menyukai keindahan".
Hindari niat untuk menjerumuskan
orang lain. Mungkin awalnya mereka akan terpesona pada penampilan kita. Akan
tetapi, ujung-ujungnya hati mereka malah tergelincir dan menimbulkan penyakit.
Tentu saja, dalam hal ini kita menanam saham karena menimbulkan dosa pada orang
tersebut. Na'udzhubillah.
Hal lain yang sering membuat kita
terlena adalah, kita jarang berpikir bahwa selama ini kita baru sibuk bercermin
"topeng" belaka. Topeng make up berupa seragam, jas, dasi, sorban, atau
aksesori lainnya. Tanpa disadari, kita sudah ditipu dan diperbudak "topeng"
buatan sendiri.
Terkadang, kita sangat ingin agar
orang lain menganggap diri ini lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Kita ingin
tampak lebih pandai, lebih gagah, lebih cantik, lebih kaya, lebih saleh, lebih
suci dan aneka kelebihan lainnya.
Pada akhirnya, selain harus
bersusah payah agar "topeng" ini tetap melekat, kita pun akan dilanda tegang dan
waswas. Mengapa? Kita sangat takut "topeng" kita akan terbuka dan orang lain
tahu siapa kita sebenarnya.
Tentu saja, tindakan tersebut
tidak sepenuhnya salah. Wajar saja kita menutupi aib diri sendiri. Adalah suatu
kesalahan jika kita malah membuka aib diri yang selama ini telah ditutupi oleh
Allah SWT.
Yang perlu selalu diingat, jangan
sampai kita terlena dan tertipu oleh "topeng" sendiri. "Topeng" akan membuat
kita tidak mengenal diri yang sebenarnya. Kita juga akan terkecoh oleh
penampilan luar. Karena itu, marilah kita jadikan saat bercermin adalah saat
yang tidak hanya disibukkan oleh "topeng". Akan tetapi, yang terpenting adalah
bagaimana isinya, yaitu diri kita sendiri.
Berdialoglah dengan diri, "Wahai
tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau
malah sekelam kotoran-kotoran yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah
ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah
penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotaranmu?"
"Wahai tubuh apakah kau ini
makhluk mulia atau menjijikkan? Berapa banyak aib nista yang engkau sembunyikan
di balik penampilanmu ini?"
"Wahai tubuh, apakah engkau yang
kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersuka cita, bercengkerama di surga? Atau
tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar Jahanam, yang akan
terus terasa tanpa ampun, memikul derita tiada akhir?"
Sungguh! Betapa banyak perbedaan
antara yang tampak di cermin dengan apa yang tersembunyi. Betapa yang kulihat
selama ini hanyalah "topeng", hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus
"topeng-topeng" duniawi.
Wahai Sahabat-sahabat
sekalian...! Sesungguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat
mengenal dan menghitung diri.
Post a Comment