Bila Allah Tak Lagi Ditakuti
Bila Allah Tak Lagi Ditakuti
Bayangkan ada dua
orang. Salah satunya tahu betul bahwa ia akan bertemu dengan Allah dan menyadari
bahwa setiap tindakannya ada pertanggungjawaban. Satu lagi, sebaliknya,
beranggapan ia tidak harus berhubungan dengan orang lain. Tentu saja, terdapat
perbedaan menyolok bagaimana kedua orang ini mngkondisikan dirinya. Seseorang
yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah hampir pasti menyukai perbuatan dosa
dan mengabaikan tindakan tak bermoral bila ia merasa senang melakukannya.
Seseorang, yang tega membunuh manusia, misalnya, tanpa alasan jelas atau bukan
untuk kepentingan kemanusiaan, melakukan hal itu karena ia tidak takut kepada
Allah. Jika ia memegang teguh keimanan kepada Allah dan hari akhir, ia tidak
akan tega melakukan apa pun yang tak bisa dipertanggungjawabkannya di hari akhir
kelak.
Dalam Al Qur'an, sejarah putra-putra Nabi Adam AS, diberikan
sebagai contoh untuk menggugah perhatian kita tentang perbedaan menyolok antara
orang yang takut dan tidak kepada Allah.
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan
Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka
diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari
yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil) : 'Aku pasti membunuhmu !'. Berkata Habil,
'Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.'
'Sungguh kalau kamu menggerakkan tangan kepadaku untuk membunuhku, aku
sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu.
Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.' (Al Maidah : 27
- 28).
Orang yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah tega membunuh
saudara kandungnya sendiri tanpa perasaan, meskipun saudaranya tersebut tidak
bersalah, sementara si korban, meskipun diancam dengan kematian, ia mengatakan
bahwa ia tidak akan membunuh saudaranya tersebut. Inilah konsekuensi rasa takut
kepada Allah. Demikianlah, seseorang yang dahulunya memiliki mrasa takut kepada
Allah, kemudian melakukan pembunuhan, penganiayaan, dan ketidakadilan, pendek
kata hal-hal yang tidak diridloi oleh Allah, akan hancur.
Ketamakan duniawi juga mengakibatkan kebengisan dan tindakan tak
bermoral pada manusia. Kebanyakan orang khawatir jatuh miskin, atau tidak
memiliki jaminan masa depan. Hal-hal tersebut menjelaskan mengapa suap, korupsi,
pencurian, persaksian palsu, dan pelacuran menjadi semacam jalan hidup bagi
beberapa orang. Bagi orang yang memiliki keimanan kepada Allah, ridho Allah di
atas segala-galanya. Dalam hatinya, ia hanya melabuhkan rasa takutnya kepada
Allah; bukan pada kematian, kelaparan, atau hal-hal lain yang memalingkannya
dari kebenaran.
Sehingga, bagaimanapun keadaannya, orang yang memiliki rasa takut
kepada Allah, tidak akan menyimpang dari Al Qur'an. Bahkan, ia berpegang teguh
padanya. Ia selalu bertindak hati-hati. Memiliki keyakinan bahwa Allah melihat
dan mendengar segala sesuatu, ia tidak berupaya melanggar keyakinannya meskipun
sedang sendirian.
Kedangkalan pemahaman terhadap agama menyebabkan hilangnya suara
hati nurani. Untuk menjelaskan hal ini, bayangkan seseorang yang tanpa ragu-ragu
melarikan diri setelah menabrak seseorang di jalanan dengan mobilnya. Ini adalah
petunjuk nyata betapa jauhnya dia dari nilai-nilai agama. Orang ini, yang tanpa
perasaan meninggalkan seorang diri manusia yang sedang sekarat di tengah jalan,
berpikir bahwa jika ia memiliki kesempatan, ia akan mengindar dari orang-orang
dengan melarikan diri. Tetapi ia tidak pernah berpikir bahwa Allah ada di
mana-mana, melihat dan mendengar apa yang dilakukannya setiap detik. Tak ada
orang yang dapat lolos pengawasan dan perhitungan Allah dan hari perhitungan.
Allah akan membalas semua ketidakadilan, kejahatan, dan tindakan tidak
berperikemanusiaan pada hari perhitungan kelak:
... Barang siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan
perang) itu, maka pada hari kiamat ia akan datang dengan membawa apa yang
dikhianatkannya itu ; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa
yang ia kerjakan dengan pembalasan setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
Apakah orang yang mengikuti keridhoan Allah sama dengan orang yang kembali
membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam ? Dan
itulah seburuk-buruk tempat kembali. (Ali Imran : 161 - 162)
Bila orang diperingatkan dengan ayat-ayat Allah, dann dituntun
dalam kebenaran ini, maka tindak kejahatan akan dapat dicegah.
Salah satu tindak kajahatan orang-orang yang jauh dari agama adalah
sekelompok orang yang memberikan layanan kedehatan seakan-akan mereka adalah
doikter padahal meraka tak memiliki sedikitpun ilmu tentang itu. Meskipun sama
sekali tidak tahu menahu tentang bidang pengobatan, orang-orang ini menipu para
pasien dan dengan tega memperlakukan mereka tanpa tindakan serius. Dan tindakan
seperti ini kerapkali berakhir dengan kematian si pasien. Tanpa mempedulikan
akibatnya, mereka hanya memikirkan peolehan keuntungan dan uang. Dalam salah
satu ayat-Nya, Allah memberi perintah kepada kaum mukmin untuk "menyampaikan amanat kerpada yang berhak menerimanya" (An
Nisa: 58). Kesehatan seseorang, adalah juga, sesuatu yang sangat berharga. Oleh
karenanya, berkaitan dengan ayat di atas, kita harus menghindari sejauh mungkin
melakukan pekerjaan yang bukan keahliannya, yang apabila dilakukan akan
membahayakan manusia lain.
Sepanjang perjalanan hidup, barangkali orang akan menemukan tindak
kejahatan yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah.
Keengganannya untuk melihat dan menyadari pembalasan dari Allah, menyebabkan
orang tersebut kerap memfitnah orang lain yang tak berdosa. Sementara itu, ia
hanya memikirkan bagaimana orang-orang tersebut mengikuti kata-katanya. Orang
seperti ini benar-benar melalaikan diri bahwa Allah mengawasi segala sesuatu,
tanpa kecuali, dan segala sesuatu ada balasnnya di hari akhir kelak. Bagi yang
memiliki pemahaman seperti ini ujian, penderitaan, atau dijebloskannya ia ke
dalam penjara tidak meruntuhkan keyakinannya. Allah, dalam Al Qur'an, menyatakan
hukuman bagi para pemfitnah, yakni ssebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong buruk
bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka
mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang
mengambil bagian yang terbesar dalam penyebaran berita bohong itu baginya adzab
yang besar. (An Nur: 11)
Seseorang yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah tidak
menghormati dan menghargai orang lain. Hilangnya rasa takut ini menerangkan
mengapa pemilik restoran tidak menjalankan bisnisnya secara sehat, atau mengapa
kebanyakan orang tidak menghargai yang lebih tua. Demikian pula, ketiadaan rasa
takut kepada Allah mengakibatkan banyak pasien terlantar di ruang-ruang gawat
darurat tanpa perawatan memadai, orang malang dan teraniaya, dan jutaan orang
terbunuh hanya untuk perebutan lahan, dan sebagainya, dan sebagainya.
Dalam masyarakat yang memiliki ketaatan kepada Allah, tak seorang
pun melakukan tindak tak bermoral ini, menyadari bahwa kesalahan yang dilakukan
seseorang dalam hidupnya akan menjumpainya di hari akhir kelak. Dengan
orang-orang yang memiliki suara hati nurani, masyarakat ini bebas menikmati
kedamaian dan kebenaran. Usaha keras bersama dalam memerangi dosa, pelacuran,
dan berbagai tindakan amoral lainnya yang ditunjukkan dengan rasa hormat,
kebaikan, dan kedamaian menjamin keutuhan tali kekeluargaan, yang diyakini
merupakan hal mendasar bagi terbentuknya masyarakat yang kuat. Masyarakat
menikmati suatu asas kehidupan sesungguhnya karena mereka bertanggung jawab atas
satu dengan lainnya.
Post a Comment