Iptek Untuk Pembangunan Fisik dan Membangun Sains yang Islami
Iptek Untuk Pembangunan Fisik dan Membangun Sains yang Islami
Teknologi tidak dapat dipisahkan dari sains sehingga lazim diungkapkan
dalam bentuk kata majemuk: Iptek, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ungkapan ini
memang kuat alasannya, karena Iptek ini sejak dahulu sampai sekarang merupakan
fenomena sosial. Dalam setiap kelompok sosial, bahkan dalam masyarakat yang
primitif sekalipun, Iptek memegang peranan penting bagi masyarakat itu agar
dapat bertahan hidup/survive. Masyarakat pengembara yang masih primitif, mata
pencahariannya adalah berburu. Pekerjaan berburu ini harus menguasai dan
terampil mencari jejak binatang, menghindari posisi di atas angin, untuk
menghindarkan pemburu itu tercium oleh binatang buruannya, harus tahu sedikit
anatomi binatang buruan, yaitu bahagian mana yang paling rawan untuk sasaran
senjata. Itu semuanya adalah ilmu pengetahuan, katakanlah sains dalam bentuk
yang masih primitif, bagi masyarakat primitif itu. Mereka harus mampu membuat
senjata, apakah itu tombak ataupun anak panah dengan busurnya. Mereka itu harus
terampil mengasah atau membuat runcing ujung tombak ataupun anak panah. Dan itu
adalah teknologi walaupun masih sangat bersahaja. Jadi masalah pemanfaatan
sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia dalam masyarakat primitif
sudah dikenal. Bahan-bahan untuk membuat tombak dan panah, dan binatang-binatang
buruan itu menyangkut sumberdaya alam. Melatih diri menjadi seorang pemburu yang
berkwalitas, menguasai seni berburu, keterampilan membuat senjata, itu adalah
peningkatan sumberdaya manusia.
Dari
uraian di atas itu jelaslah bahwa Iptek itu merupakan fenomena sosial. Bagi
masyarakat yang masih primitif Ipteknya juga masih sesuai dengan keadaan
masyarakat itu, yaitu Iptek yang primitif. Baik masyarakat primitif maupun
masyarakat modern sama-sama berurusan dengan sumberdaya alam dan peningkatan
sumberdaya manusia. Bedanya hanya terletak dalam hal yang gradual, yaitu bagi
masyarakat modern, tentu Ipteknya pun harus canggih juga. Makin berkembang
struktur masyarakat, makin perlu pula Iptek itu diperkembang. Alhasil bagaimana
pentingnya Iptek itu untuk pembangunan fisik, sebenarnya bukan barang baru,
biasa-biasa saja. Ini untuk menghindarkan semacam kultus pada Iptek yang
canggih.
***
Namun ada hal yang masih menjadi ganjalan bagi penulis yang telah
menyediakan dirinya untuk menjadi penjaga gawang aqiedah. Dalam Seri 005 telah
dibicarakan tentang sains yang tidak otonom, karena sains itu dalam kenyataannya
telah memihak kepada golongan yang tidak mau tentang Tuhan, sehingga pada
hakekatnya sains itu tidaklah bebas nilai. Dalam Seri 006 sains itu
didefinisikan bertumpu di atas paradigma Tawhid. Dalam Seri 030 ybl., wujud
saudara kembar teknologi itu telah digambarkan potretnya. Sains semacam yang
telah digambarkan potretnya itu adalah eksklusif sifatnya. Hanya berurusan
dengan pengkajian alam yang tanpa arah / purposeless, tanpa arti /
senseless. Alam ini tidak lain
dari sekadar gerakan saja. Gerakan-gerakan materi yang tidak diatur oleh Yang
Maha Pengatur untuk maksud tertentu, melainkan alam ini dikendalikan
kekuatan-kekuatan dan hukum-hukum alam yang buta / tidak terarah (blind
forces and blind natural laws). Dalam skema tanpa arah dan tanpa arti
ini, maka kehidupan manusiapun dipahami pula tanpa arah dan tanpa arti. Lalu
manusia menciptakan sendiri tujuannya yang materialistik, lalu kehidupan itu
menjadi gersang. Dan inilah penyebab keresahan, kerisauan, kesunyian dalam diri
manusia "modern", yang mencoba mengatasinya, menghibur dirinya dalam kehidupan
malam. Maka perlu wajah baru bagi sains. Yaitu membangun sains yang Islami itu
dengan jalan menjabarkan Rabbul'alamin dalam sains. Bahwa alam ini bukanlah
purposeless, senseless, meaningless. Penciptaan alam ini
oleh Maha Pencipta ada tujuannya yang sudah didisain oleh Maha Pengatur, Maha
Manajer, Ar Rabb. Allah adalah Rabbul'alamin.
Metodologi sains yang sekarang tidak akan diusik-usik, melainkan
disempurnakan: observasi, rasionalisasi / penafsiran dan pengujian
eksperimental. Ini disempurnakan dengan mencukupkan sumber informasi observasi
menjadi ayat kawniyah (alam semesta) dan ayat qawliyah (Al Quran). Dengan
mencukupkan pengujian eksperimental terhadap ayat kawniyah dan ditest teori
hasil rasionalisasi itu dengan merujukkannya pada ayat qawliyah. Dalam
pembangunan sains itu kajian dilanjutkan. Sesudah tahap pengujian eksperimental
dikajilah tujuan fenomena alam yang telah diungkapkan itu. Misalnya hasil kajian
tentang sifat-sifat istimwa air yang menyimpang itu. (Silakan baca ulang Seri
013: Air Zat yang Tidak Biasa). Sifat-sifat istimewa air itu menunjukkan tujuan
penciptaan air, yaitu supaya manusia dapat hidup di permukaan bumi ini. Juga
tujuan penciptaan sifat-sifat menyimpang dari air itu supaya binatang-binatang
air dapat hidup di bawah es pada musim dingin, bahwa pohon yang tinggipun dapat
hidup. Demikian pula lintasan bulan terhadap bumi, suatu elips yang mendekati
lingkaran. Dikombinasi dengan jarak bumi matahari dan jarak bumi bulan. Dengan
kombinasi itu, maka pada gerhana matahari penuh, bulan dapat menutup matahari
tepat-tepat penuhnya. Ini mempunyai tujuan, yaitu Allah memberi kesempatan
kepada manusia untuk dapat mengobservasi dan kemudian mempelajari bahagian luar
dari atmosfer matahari. Tanpa bulan tepat-tepat menutup matahari pada waktu
gerhana matahari penuh, manusia tidak mungkin dapat mengobservasi bahagian luar
matahari dengan baik.
Demikian pula entropi dalam hubungannya dengan Hukum Termodinamika Kedua,
dan masih banyak hasil kajian sains yang lain yang dapat dikaji untuk tujuan
penciptaan alam semesta oleh Allah SWT. Bahkan kajian tentang tujuan penciptaan
alam ini dapat berupa majoring dalam sains yang telah dibangun ini, yang dapat
pula melanjut pada spesialisasi.
Kesimpulannya, pengkajian sains yang Islami ditujukan pula terhadap
tujuan penciptaan setiap makhluq di alam semesta ini oleh Allah Yang Maha
Pencipta dan Maha Pengatur. Bahwa pengkajian tentang tujuan penciptaan itu
bukanlah monopoli golongan filosof dan "ulama".
Pengkajian dalam sains yang telah disempurnakan ini akan membawa para
pakar di bidang sains ini menghayati kalimah: Alhamdu liLlahi Rabbil'alamin,
segala puji bagi Allah Yang Maha Mengatur alam raya ini. Penghayatan terhadap
kalimah tersebut akan menghasilkan sikap Ulu lAlbab. Maka para pakar di bidang
sainspun akan menemukan Allah di dalam bidang kajiannya, dan menjadilah mereka
itu ulama dalam pengertian yang sesungguhnya, tanpa keluar meninggalkan disiplin
ilmu yang digelutinya yaitu sains. WaLlahu a'lamu bishshawab.
Post a Comment