Karunia Hidayah
Karunia Hidayah
Setiap orang hanya akan menjaga sesuatu yang dianggapnya berharga dan
membuang sesuatu yang dianggapnya tidak berharga. Semakin bernilai dan semakin
berharga suatu benda, maka akan lebih habis-habisan pula dijaganya. Bagi seorang
Muslim, hidayah dari Allah adalah harta termahal.
Ada seorang wanita yang belum lama
masuk Islam (muallaf). Ternyata, keluarganya tidak bisa menerima
kenyataan ini. Ibunya pun mengusirnya dari rumah. Kejadian itu terjadi menjelang
pukul lima sore. Telepon berdering, suara di ujung telepon bicara dengan
terbata-bata, "Aa, Aa tolong A, tolong!." Belum selesai bicara hubungan telepon
terputus. Dari nadanya kelihatan darurat, sehingga jelas-jelas si penelpon
sedang dalam kondisi membutuhkan bantuan. Sayangnya tidak diketahui di mana ia
menelponnya? Keadaannya bagaimana?
Usai hubungan telepon terputus, saya
berpikir apa yang bisa dilakukan? Karena yang terbayang di benak saat itu adalah
justru si anak sedang dianiaya, teleponnya direbut atau kabelnya diputuskan.
Terbayang pula andai si anak ini dipaksa kembali ke agama semula oleh orang
tuanya. Tapi sejenak kemudian ingat pula akan Kemahakuasaan Allah bahwa hanya
dengan karunia-Nya saja hidayah bisa sampai kepada anak itu.
Bila Allah Yang Mahakuasa telah
menghunjamkan dalam-dalam hidayah itu di kalbu, maka tak seorang pun mampu
mencerabut hidayah dari diri seseorang. Kita lihat Bilal bin Rabbah, sahabat
Rasulullah SAW yang mulia. Ia dijemur di bawah terik matahari, di bawahnya
beralas pasir membara, badan pun dihimpit batu yang berat, tapi bibirnya yang
mulia tetap mengucapkan, "Ahad, Ahad, Ahad".
Begitu pun dengan si anak dalam
kejadian ini, setelah teleponnya diputus oleh ibunya, ternyata benar ia
dianiaya, dijambak, dan dirobek-robek jilbabnya. Hanya kemudian dengan izin
Allah, dia dapat kembali menutup auratnya dan dengan hati pilu si anak pun ikut
bersama bibinya. Hanya Allah-lah yang melepaskan dari setiap kesempitan. Allah
SWT berfirman, Dan orang yang dipimpin Allah, maka tiadalah orang yang akan
menyesatkannya (QS. Az-Zumar: 37). Dan siapa yang disesatkan oleh Allah, maka
tidak ada yang dapat menujukinya (QS. Ar Ra'du: 33).
Saudaraku, setiap orang hanya akan
menjaga sesuatu yang dianggapnya berharga dan membuang sesuatu yang dianggapnya
tidak berharga. Semakin bernilai dan semakin berharga suatu benda, maka akan
lebih habis-habisan pula dijaganya. Ada yang sibuk menjaga hartanya karena dia
menganggap harta itu yang paling bernilai. Ada yang sibuk menjaga wajahnya agar
awet muda, karena awet muda itulah yang dianggapnya paling bernilai. Ada juga
yang mati-matian menjaga kedudukan dan jabatannya, karena kedudukan dan jabatan
itulah yang dianggap membuatnya berharga.
Tapi ada pula orang yang mati-matian
menjaga hidayah dan taufik dari Allah SWT karena dia yakin bahwa hidup tidak
akan selamat mencapai akhirat kecuali dengan hidayah dan taufik dari-Nya. Inilah
sebenarnya harta benda paling mahal yang perlu kita jaga mati-matian. Nikmat
iman yang bersemayam di dalam kalbu nilainya melampaui apapun yang ada di dunia
ini.
Karena itu, sudah sepantasnya dalam
mencari apapun di dunia ini, kita tetap dalam rambu-rambu supaya hidayah itu
tidak hilang. Misal, ketika mencari uang untuk nafkah keluarga, kita sibuk
dengan berkuah peluh bermandi keringat mencarinya, tapi tetap berupaya agar
dalam mencari uang tersebut, hidayah dan taufik tidak sampai sirna.
Begitu pula ketika menuntut ilmu,
kita kejar ilmu setinggi-tingginya tetapi tetap dalam rambu-rambu Allah agar
hidayah tidak sampai sirna. Bahkan, mencari nafkah, mencari ilmu, atau mencari
dunia bisa lebih mendekatkan dengan hidayah dari Allah SWT.
Ada sebuah doa yang Allah SWT ajarkan
kepada kita melalui firman-Nya, Ya Tuhan kami, jangan jadikan hati ini condong
kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk, dan karuniakan kepada kami rahmat
dari sisimu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Karunia (QS. Ali Imran:
8).
Demikianlah Allah Azza wa Jalla, Dzat
Maha Pemberi karunia hidayah, mengajarkan kepada kita agar senantiasa bermohon
kepada-Nya sehingga selalu tertuntun dengan cahaya hidayah dari-Nya. Betapa
tidak, hidayah adalah karunia terindah yang diberikan Allah SWT kepada
hamba-hamba-Nya.
Imam Ibnu Athoillah dalam kitab
Al-Hikam mengungkapkan, "Nur (cahaya-cahaya) iman, keyakinan, dan zikir adalah
kendaraan yang dapat mengantarkan hati manusia ke hadirat Allah serta menerima
segala rahasia daripada-Nya. Nur (cahaya terang) itu sebagai tentara yang
membantu hati, sebagaimana gelap itu tentara yang membantu hawa nafsu. Maka
apabila Allah akan menolong seorang hamba-Nya, dibantu dengan tentara nur Illahi
dan dihentikan bantuan kegelapan dan kepalsuan".
Nur cahaya terang berupa tauhid,
iman, dan keyakinan itu berfungsi sebagai tentara pembela pembantu hati.
Sebaliknya kegelapan, syirik, dan ragu itu sebagai tentara pembantu hawa nafsu.
Di antara keduanya selalu terjadi peperangan yang tak kunjung berhenti, dan
selalu menang dan kalah.
Lebih lanjut beliau berujar, "Nur
itulah yang menerangi (membuka) dan bashirah (mata hati) itulah yang
menentukan hukum, dan hati yang melaksanakan atau meninggalkan nur itulah yang
menerangi baik dan buruk. Lalu dengan mata hatinya ditetapkan hukum, dan setelah
itu maka mata hatinya yang melaksanakan atau menggagalkannya".
Semoga Allah Azza wa Jalla
mengaruniakan kepada kita penuntun yang membawa cahaya hidayah sehingga menjadi
terang jalan hidup kita. Wallahu a'lam bish-shawab.
Post a Comment