Membangun Ketaatan Diri
Membangun Ketaatan Diri
Jangan menuntut Allah karena
terlambatnya permintaan yang telah engkau panjatkan kepada-Nya. Namun hendaknya
engkau mengoreksi diri. Tuntut dirimu supaya tidak terlambat melaksanakan
kewajiban-kewajibanmu kepada Allah. (Ibnu Athailah)
Setiap orang pasti memiliki
harapan. Namun tidak semua harapan bisa diwujudkan. Walau mungkin kita telah
optimal berusaha atau dan berulang kali memanjatkan berdoa. Bila demikian apa
yang salah, ikhtiarnya-kah atau doanya?
Saudaraku, sangat bijak bila kita
tidak terburu-buru menyalahkan atau berburuk sangka kepada Allah, saat doa-doa
kita belum terkabul. Sebab, tidak ada yang menghambat ijabahnya doa dan
datangnya pertolongan Allah selain diri kita sendiri. Ada nasihat menarik dari
Ibnu Athailah, Jangan menuntut Allah karena terlambatnya permintaan yang telah
engkau panjatkan kepada-Nya. Namun hendaknya engkau mengoreksi diri. Tuntut
dirimu supaya tidak terlambat melaksanakan kewajiban-kewajibanmu kepada
Allah.
Jadi, terhambatnya pengabulan doa
bukan karena Allah tidak mau memberi. Penyebab utamanya ada pada diri kita
sendiri yang tidak bersungguh-sungguh dalam memenuhi hak-hak Allah. Karena itu,
kita harus mulai mengoreksi diri. Sudah benarkan ibadah kita? Sudah totalkan
pengharapan kita kepada Allah? Sudah bersungguh-sungguhkan kita dalam taat
kepada Allah? Kalau belum, jangan menyalahkan siapa pun bila pertolongan Allah
belum menghampiri kita.
Penjabarannya, lihat ibadah kita,
apakah sudah benar dan optimal. Apakah kita tergolong orang yang gemar melakukan
amal-amal yang disukai Allah: mencintai masjid, menjaga shalat berjamaah dan
tepat waktu, tahajud, bersedekah dalam senang atau susah, gemar menolong orang,
zikir setiap waktu, dsb. Bila untuk kewajiban-kewajiban utama saja kita kurang
bersungguh-sungguh, maka bagaimana mungkin pertolongan Allah akan
datang?
Rasulullah SAW bersabda,
Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih
Aku cintai dari apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku itu
selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah di luar
yang fardhu) maka Aku akan mencintainya, jika Aku telah mencintainya maka Aku
menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya
yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memukul
dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepadaku
niscaya akan aku berikan dan jika ia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku
lindungi. (HR Bukhari).
Menurut hadis ini kunci datangnya
pertolongan Allah, kunci pembuka pintu-pintu rezeki, ilmu dan segala kebaikan,
adalah ketakwaan dan kesungguhan kita melaksanakan amal-amal yang dicintai
Allah. Dalam QS Ath Thalaaq [65] ayat 2-3, Allah SWT menegaskan, Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan
memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang
bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya.
Saudaraku, membangun ketaatan
kepada Allah dalam ibadah-ibadah fardhu dan sunat plus keterkaitan hati
kepada-Nya adalah fondasi dasar bangunan keimanan seorang hamba. Tanpa adanya
fondasi ini, tidak berguna ketinggian ilmu, kecanggihan manajemen, optimalnya
ikhtiar atau melimpahnya kekayaan. Semuanya akan berujung pada bencana dan
keputusasaan.
Saudaraku, perlu ditegaskan lagi
bahwa tugas kita ada tiga. Pertama, meluruskan niat. Kedua, menyempurnakan
ikhtiar. Ketiga, bertawakal sepenuh hati kepada Allah. Andai kita sudah
melaksanakan semua itu, namun apa yang kita dapatkan belum juga sesuai
keinginan, maka yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan sekecil apapun
amal hamba-Nya. Allah pasti akan memberikan yang terbaik. Kewajiban hanyalah
berusaha dan berproses secara optimal dalam koridor yang telah ditetapkan. Hasil
sepenuhnya ada dalam genggaman Allah. Wallaahu a'lam.
Post a Comment