Membuka Sekat Pembatas dengan Allah
Membuka Sekat Pembatas dengan Allah
Saudaraku, terbukanya hijab
(sekat pembatas) antara kita dengan Allah adalah sumber ketenangan dan
kebahagiaan hidup. Ketika hijab telah terbuka, semua yang kita alami hanyalah
nikmat belaka. Betapa tidak, dalam setiap kondisi, kita akan merasakan kehadiran
Allah Azza wa Jalla. Lebih jauh lagi, kita akan "melihat" Allah dalam
setiap kejadian. Inilah keindahan tak bertepi.
Pantas bila Rasulullah SAW mengungkapkan keheranannya terhadap orang-orang Mukmin, orang yang telah terbuka hijabnya. Sebab semua yang dialaminya selalu berbuah kebaikan. Diberi kenikmatan ia bersyukur, dan syukur itu baik baginya. Demikian pula ketika ia diberi ujian, ia bersabar, dan sabar adalah kebaikan baginya. Dengan sabar ia pun bisa lebih dekat lagi dengan Allah.
Pantas bila Rasulullah SAW mengungkapkan keheranannya terhadap orang-orang Mukmin, orang yang telah terbuka hijabnya. Sebab semua yang dialaminya selalu berbuah kebaikan. Diberi kenikmatan ia bersyukur, dan syukur itu baik baginya. Demikian pula ketika ia diberi ujian, ia bersabar, dan sabar adalah kebaikan baginya. Dengan sabar ia pun bisa lebih dekat lagi dengan Allah.
Orang yang telah makrifat dan
terbuka hijabnya, hatinya dipenuhi keyakinan bahwa Allah akan selalu menolong.
Lihatlah bagaimana ketika Da'tsur menodongkan pedang ke leher Rasulullah SAW.
Wahai Muhammad, siapakah yang akan menolongmu sekarang? Dengan sangat yakin
beliau menjawab, Allah! Seketika itu pula Da'tsur bergetar. Pedangnya langsung
terjatuh. Rasulullah, dengan izin Allah, mampu melakukan hal tersebut, karena
beliau tidak ada lagi hijab dengan Allah. Keyakinannya mendatangkan pertolongan
Allah. Kata-katanya powerfull dan sangat berbobot.
Ciri khas orang yang telah
makrifat adalah lebih fokus pada dalang dari pada wayang. Hatinya akan lebih
tertambat pada Allah dari pada kepada makhluk. Boleh jadi penglihatannya sama
dengan orang lain. Namun ada nilai plus dari penglihatannya tersebut. Melihat
uang misalnya. Orang yang hatinya terhijab dari Allah, melihat uang hanya dari
bendanya saja, bahkan bagaimana dengan uang tersebut syahwatnya terpuaskan.
Tidak demikian dengan orang yang ma'rifat, hadirnya uang identik dengan hadir
syukur. Hadirnya uang identik dengan keinginan menggebu untuk semakin dekat
dengan Allah. Tak heran, dengan ma'rifat, puncak-puncak kemuliaan akhlak akan
menjadi bagian dari diri.
Orang-orang makrifat itu
jumlahnya sangat sedikit. Mereka bisa datang dari kalangan mana saja, tidak
harus dari kalangan ulama. Bisa seorang tukang sapu, pegawai rendahan, pedagang,
pejabat, dsb. Cirinya sangat kentara, mereka sangat Allah oriented.
Akibatnya, hidup mereka sangat terjaga. Dipuji dicaci, punya uang tidak punya
uang sama saja bagi mereka. Ia tidak mempersoalkan kaya atau miskin, cantik atau
tidak, sebab ia yakin bahwa semua ada dalam kekuasaan Allah. Semua mengandung
kebaikan yang akan mendekatkannya kepada Allah. Alangkah indahnya bila kita
termasuk salah seorang dari mereka!
Bila terbukanya hijab menjadi
sumber ketenangan dan kebahagiaan hidup, maka sebaliknya, tertutupnya hijab dan
butanya hati dari mengenal Allah menjadi sumber kesengsaraan dan nestafa dalam
hidup.
Saudaraku, kecemasan,
kedongkolan, amarah, stres, depresi serta ketidaktenangan akan lahir bila kita
lebih fokus pada makhluk dibanding kepada Allah Al Khalik. Ibnu Atha'ilah
mengungkapkan, Sesungguhnya yang menyebabkan kerisauan hati dari segala sesuatu
itu, disebabkan karena mereka masih terhijab (tidak melihat Allah dalam apa yang
mereka lihat), tetapi andaikan mereka telah melihat Allah dalam tiap sesuatu,
pastilah hatinya tidak lagi merasa risau.
Bagaimana agar kita bisa
makrifat? Bagaimana kita bisa menyingkap hijab diri? Tiap orang memiliki hijab
berbeda-beda. Ada yang terhijab karena harta. Cirinya ia sangat takut kehilangan
harta, hati dan pikirannya hanya disibukkan harta. Latihan menyingkapnya adalah
dengan banyak memberi, usahakan memberi apa yang disenangi.
Ada pula yang terhijab oleh
kedudukan. Cirinya bangga terhadap kedudukan yang disandang dan sangat takut
kehilangan. Maka cara membukanya adalah menanamkan keyakinan bahwa jabatan
adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Imam Al Ghazali mencontohkan.
Saat sedang berada di puncak karier, tidak segan-segan ia mengambil sampah,
membawakan barang-barang di pasar, dan sebagainya. Sesuatu yang dianggap orang
pekerjaan hina.
Ada pula yang hijabnya kecintaan
yang berlebihan terhadap pasangan hidup, anak, keluarga, ilmu, atau pun lawan
jenis yang belum halal. Bahkan ada pula yang hijabnya berlapis-lapis. Bila
demikian, maka usaha untuk membuka hijabnya harus luar biasa beratnya. Intinya,
hijab dunia latihannya dengan zuhud, ibadah dan doa. Berlatihlah untuk banyak
mengingat Allah, di mana pun dan kapan pun. Pahami keutamaannya. Melihat apa pun
kaitkanlah selalu dengan Allah, jangan hanya kepada makhluk. Wallaahu
a'lam.
Aa senang mendengar kesungguhan
Adik dalam belajar Islam. Semoga Allah menjadikan Adik seorang Muslimah salehah
dan mampu merasakan indahnya Islam. Amin
Post a Comment