Realitas dan Pancaindra Anda
|
Pernahkah Anda berpikir apakah orang lain mengalami perasaan
melihat, mencium atau menyentuh sebagaimana Anda? Mungkin pernah, namun Anda
tidak dapat menyimpulkan secara pasti karena mustahil bagi Anda untuk mengetahui
dunia pancaindra orang lain. Jika demikian, perkembangan ilmiah terakhir
mengenai masalah ini akan memberikan tambahan informasi penting terhadap
perkiraan semacam itu.
Sebuah pertanyaan yang ada sejak dulu: “apa perbedaan antara apa
yang saya tangkap dan yang Anda tangkap tatkala merasakan dunia ini?” Kita semua
sepakat bahwa ketika kita melihat sekuntum mawar merah maka mawar itu bukanlah
biru atau hijau, tetapi merah sebagaimana yang saya dan Anda sama-sama
saksikan?” Atau bagaimanakah Anda mencium aroma yang sampai ke hidung saya?”
Sifat asli dari pengalaman-pengalaman yang dihasilkan melalui
pancaindra kita tidak memungkinkan kita memberikan jawaban pasti atas
pertanyaan-pertanyaan ini. Meskipun begitu, para ahli dalam bidang tersebut
berpendapat bahwa hasil-hasil yang mereka peroleh dari pelbagai percobaan mereka
sudah cukup untuk dapat menjawab pertanyaan “Apakah dunia yang kita rasakan
berbeda?” dengan jawaban "ya".
Ada sejumlah perbedaan besar di antara pengalaman-pengamalan yang dihasilkan
pancaindra masing-masing dari kita. “Tidak ada dua orang yang hidup di
dalam dunia pancaindra yang sama,” menurut ahli saraf Paul Breslin dari
Monell Chemical Senses Center [Pusat Indra Kimiawi, Monell] di
Philadelphia. “Dunia yang Anda lihat, makanan yang Anda rasakan, aroma yang Anda
cium – semuanya dirasakan dengan cara khas Anda sendiri,”, jelasnya.Apabila Anda bertanya kepada berlainan orang yang mencicipi sebuah minuman yang berasa tidak enak apakah mereka menyukainya atau tidak maka Anda akan menerima jawaban yang berbeda. Kebanyakan akan mengatakan mereka tidak suka. Tetapi tidak semuanya. Akan ada sebagian yang mengatakan mereka tidak merasakan sesuatu yang aneh di dalamnya, dan bahkan beberapa mengatakan mereka menikmati minuman tersebut. Para ahli pun telah mengamati keberagaman semacam ini pada berbagai percobaan terhadap indra lainnya. Terdapat sejumlah perbedaan penting pada tiap orang pada pengenalan tentang cahaya dan warna.“ Stephen Tsang dari Universitas Columbia di New York mengatakan, “Tanggapan kita terhadap cahaya beragam mulai dari mereka yang mampu mengenali satu foton tunggal sampai mereka yang memiliki penyakit yang dikenal sebagai rabun ayam, yang sangat mengganggu kemampuan mereka melihat dalam cahaya redup.” Samir Deeb, seorang peneliti tentang perbedaan-perbedaan dalam pengindraan warna di Universitas Washington, Seattle, menyimpulkan penemuannya dalam pernyataan berikut, “Bahkan antar-individu yang memiliki penglihatan normal, uji terhadap persepsi warna memperlihatkan rentang perbedaan yang besar dalam hal bagaimana warna-warna terlihat.” Subyek [yakni sejumlah orang yang diuji dalam penelitian ini] juga berbeda dalam hal tanggapan mereka dalam tes yang dirancang untuk mengukur ketahanan terhadap rasa sakit. Satu kelompok yang disentuhkan dengan air yang secara perlahan dipanaskan tidak tahan terhadap peningkatan suhu yang sangat kecil sekalipun, sementara kelompok lainnya terlihat sangat sedikit terpengaruhi. Satu orang bahkan berkata bahwa dia tidak merasa terganggu bahkan ketika suhu mencapai 49 derajat Celcius, batas tertinggi yang dapat diterima kulit manusia tanpa melepuh. Bob Coghill, dari Wake Forest Medical School [Sekolah Kedokteran Walke Forest], yang melakukan sejumlah percobaan tersebut, menyambungkan orang-orang yang menjadi subyek penelitian tersebut pada sebuah magnetic resonance imaging device [alat pencitra resonansi magnetis] dan menentukan sebuah hubungan yang jelas antara tingkat rasa sakit yang dialami dan jumlah aktifitas otak yang terjadi bersamaan di dalam cerebral cortex. “Persepsi terhadap rasa sakit memiliki keberagam yang sangat besar,” kata Jeffrey Mogil dari Universitas McGill di Montreal, “dan percobaan-percobaan ini menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan itu adalah nyata dan apa adanya.” Dengan demikian terdapat keragaman individu yang besar setidaknya pada keempat pancaindra. Ini berarti organ penerima penglihatan, penciuman, pengecapan dan rasa-sakit Anda benar-benar berbeda dengan yang dimiliki orang lain. Paul Breslin menegaskan tabiat mendasar dari penemuan-penemuan ini: “Jika Anda menganggap bahwa hampir setiap hal yang kita kenali sejak lahir bergantung pada sistem indrawi kita, maka perbedan-perbedaan indrawi individu kitalah yang jauh lebih menarik.” Dengan kata lain, “hidup kita keseluruhannya merupakan hasil persepsi (pengindraan) kita.” Ini berarti seseorang berhadapan dengan kebenaran hidup yang terpenting. Akan tetapi bagaimana seluk beluk yang sedemikian luar biasa rumit, saling terkait dan rinci dari kehidupan dapat tetap berlangsung dengan cara yang sedemikian nyata dan tanpa terputus di dalam sebuah dunia yang di dalamnya materi hanya ada sebagai sebuah persepsi (hasil pengindraan)? Milik siapakah seluruh informasi ini, dan siapakah Pencipta dari semua peristiwa dan Penguasa segala sesuatu? Siapa pun yang dengan tulus memikirkan pertanyaan-pertanyaan ini akan pasti melihat kebenaran. Allah telah menciptakan manusia beserta seluruh kemampuan indrawi (persepsi) mereka, dengan kata lain takdir mereka, dan Allah adalah Penguasa kehidupan mereka di setiap waktu. Dia mengetahui apa yang terjadi setiap saat.
Dua
peristiwa yang disebutkan Allah dalam Al Qur'an mungkin menunjukkan bahwa
perbedaan-perbedaan indrawi tidaklah terbatas pada perbedaan-perbedaan kecil
dalam mengenali warna atau rasa sakit. Yang pertama dari peristiwa ini merujuk
pada Nabi Ibrahim AS yang merasakan api sebagai dingin. Allah yang Mahakuasa
mengeluarkan perintah “Hai api menjadi
dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim!” (QS. Al Anbiyaa', 21:69), dan
dengan kehendak-Nya Nabi Ibrahim tidak merasakan sedikit pun sifat membakar dari
api. Demikianlah, Nabi Ibrahim merasakan api, yang dirasakan panas membakar oleh
setiap orang, sebagai sesuatu yang sejuk. Pada peristiwa lainnya, Allah
menampakkan golongan yang tengah berperang di pihak-Nya berjumlah dua kali lipat
di mata para musuh mereka:
"Sesungguhnya
telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur).
Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan
mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka.
Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata
hati." (QS. Al Qur'an, 3:13)
Pengungkapan bahwa satu
orang digambarkan sedang terlihat sebagai dua orang "dengan mata kepala mereka
sendiri“ sangatlah jelas, dan mengesankan bahwa para pengingkar Allah mungkin
telah mengalami perbedaan pengindraan dengan melihat satu orang yang beriman
berjumlah dua. (Wallaahu a'lam) Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa
perbedaan-perbedaan indrawi telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah dengan
pengetahuan yang tidak mampu kita pahami.Jika Anda ingin mendapatkan informasi lebih lanjut tentang dunia persepsi (pengindraan), Anda dapat menemukannya di dalam buku Harun Yahya dengan "Hakikat di Balik Materi." |
Post a Comment