BACAAN SURAT SETELAH AL-FATIHAH
BACAAN SURAT SETELAH AL-FATIHAH
Hukum membaca surat selain Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah. Dan dalam pelaksanaannya seseorang bisa memilih surat atau ayat yang mana saja, yang dia bisa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri terkadang membaca surat-surat yang panjang dan terkadang hanya membaca surat-surat yang pendek. Biasanya beliau lakukan hal tersebut jika ada hal yang mengganggu seperti dalam perjalanan, sakit atau pun tangisan bayi.
# Seorang tabi’it bertanya kepada Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu anhu tentang shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Abu Sa’id menjawab:
“Tidak ada gunanya engkau mengetahuinya, karena engkau tak mau melaksanakannya.”
Kemudian yang bertanya mengulangi lagi pertanyaannya. Maka Abu Sa’id radhiyallahu anhu berkata:
“Ketika shalat Dzuhur didirikan, maka pergilah salah seorang dari kami ke Baqie, dan melepaskan hajatnya disana. Kemudian dia datang kepada keluarganya, lalu mengambil air wudhu’, kemudian ia kembali ke masjid, sedangkan Nabi masih dalam raka’at yang pertama, karena beliau memanjangkannya.” (HR. Ahmad).
# Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata:
"Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan bacaan shalat Shubuh (dalam hadits yang lain: Beliau membaca dua surat yang paling pendek). Kemudian beliau ditanya: ‘Kenapa anda meringankan bacaan?’ Beliau menjawab: ‘Aku mendengar tangisan anak kecil, maka aku mengira ibunya sedang shalat bersama kita, sehingga aku bermaksud ibunya segera mengurusi anak tersebut" (HR. Ahmad)
# Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Aku sedang melaksanakan shalat dan bermaksud memanjangkan bacaannya kemudian aku mendengar tangisan anak kecil, lalu aku meringankan bacaan dalam shalatku karena aku mengetahui bagaimana kesedihan yang sangat yang dirasakan ibu tersebut akibat tangisan anaknya" (HR.Bukhari dan Muslim).
# Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila seseorang kamu mengimami manusia, maka hendaklah dia meringankan shalat, karena di antara mereka ada yang kecil dan ada yang tua, ada yang lemah, ada yang sakit; apabila ia bershalat sendiri, hendaklah ia shalat sesuai yang ia kehendaki.” (HR. Bukhari dan Muslim).
# Dari Jabir radhiyallahu anhu, ia berkata: Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Mu’adz tatkala Mu’adz memanjangkan bacaan dalam shalat Isya beserta kaumnya (membaca surat Al-Baqarah):
“Apakah (kenapakah) engkau ingin menghasilkan fitnah, hai Mu’adz? (3 kali). Apakah tidak baik engkau membaca Sabbihisma Rabbikal a’la: Wasysyamsii wa dluhaha, Wal laili idza yaghsya, karena di belakang engkau, shalat orang tua, orang lemah, anak kecil dan yang mempunyai keperluan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits Mu’adz yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci kita memanjangkan shalat, haruslah diperhatikan awal akhirnya. Tak boleh kita hanya mengambil perkataan: “apakah engkau ingin menghasilkan fitnah, hai mu’adz?”
Kisah Mu’adz itu, begini:
Pada suatu malam, sesudah Mu’adz shalat Isya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliaupun pulang ke kampungnya. Sesampai di kampung, beliau meng-imami kaumnya dengan membaca surat Al-Baqarah. Ketika malam telah larut, salah seorang di antara makmum meneruskan shalat sendirian, lalu dia dituduh munafiq. Karena dia dituduh munafiq, maka dia pergi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa ia berbuat demikian karena sangat perlu menyirami kurmanya. Setelah mendengarkan penjelasan orang tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Mu’adz: “Apakah engkau ingin menghasilkan fitnah, hai Mu’adz? Bacalah Sabbihisma Rabbikal a’la dan yang setara denganya.
Maka dengan ini jelaslah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita membaca surat yang paling panjang ketika shalat di malam yang telah larut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan menyuruh kita membaca surat sependek-pendeknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh membaca Sabbihisma Rabbikal a’la dan yang setara dengannya sesudah jauh malam, karena dipandang paling singkat.
# Dari Amar bin Huraits, ia berkata:
“Bahwasanya Nabi shalat Shubuh dengan (membaca surat) wallaili idza yaghsya.” (HR. Muslim).
Hadits Amar bin Huraits ini ditetapkan ketika shalat Shubuh di dalam safar.
# Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Adalah aku menuntun unta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu safar, maka Nabi berkata: Apa tidak baik aku ajarkan kepadamu dua surat yang belum pernah dibaca yang semisalnya? Aku menjawab: Baik sekali. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadaku surat Al-Falaq dan surat An-Nas. Beliau melihat aku tiada tertarik hati kepada surat itu. Sesudah beliau turun untuk shalat Shubuh, beliaupun membaca surat itu dalam shalat. Kemudian beliau berkata: Bagaimana pendapat engkau?.” (HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawud)
Hadits ‘Uqbah yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al Mu’awwidzataini: qul ‘audzu bi Rabbil falaq dan qul ‘audzu bi Rabbin nas di shalat Shubuh ditetapkan ketika shalat dalam safar.
Ada sejumlah hadits yang menjelaskan tentang bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau melaksanakan shalat-shalat fardhu, hadits-hadits itu, antara lain:
1. Shalat Shubuh
Pada shalat Shubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca surat-surat mufashal yang panjang-panjang (HR. An-Nasa’i dan Ahmad, hadits shahih)
Yang dimaksud dengan surat-surat Al-Mufashal adalah surat-surat yang terdapat dalam Al-Qur’an mulai surat Qaf sampai akhir Al-Qur’an sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari jilid II halaman 259.
Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca surat Al-Waqi’ah (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim), surat At-Thur (HR. Bukhari), dan terkadang beliau membaca surat-surat Al-Mufashal yang pendek seperti surat At-Takwir (HR. Muslim dan Abu Dawud). Bahkan dalam riwayat Abu Dawud, beliau pernah membaca surat Al-Zalzalah dalam kedua raka’at shalat Shubuh sehingga rawi hadits berkata: “Aku tidak mengetahui apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lupa atau sengaja melakukannya” (HR Abu Dawud Bab mengulang bacaan satu surat dalam dua raka’at) Dan apabila di hari Jum’at beliau membaca surat Alif Lamim Sajdah dan surat Al-Insan (HR Bukhari dan Muslim).
2. Shalat Dzuhur
Pada shalat Dzuhur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat At-Thoriq, Al-Buruj, Al-Lail (HR Abu Dawud dan Tirmidzi) dan terkadang beliau membaca surat Al-Insyiqoq (HR. Ibnu Khuzaimah)
3. Shalat Ashar
Ketika shalat Ashar beliau membaca kurang lebih lima belas ayat atau setengah dari yang beliau baca ketika melaksanakan shalat Dzuhur. (HR. Muslim).
Terkadang juga beliau membaca surat-surat sebagaimana yang beliau baca dalam shalat Dzuhur seperti At-Thariq, Al-Buruj, Al-Lail dan surat Al-Insyiqaq (HR Abu Dawud, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi)
4. Shalat Maghrib
Pada shalat Maghrib beliau membaca surat At-Thur (HR. Bukhari dan Muslim), Al-Mursalat (HR Bukhari dan Muslim) Al-Anfal (HR At-Thabrani), Al-A’raf (HR Bukhari dan Abu Dawud)
5. Shalat Isya
Sedangkan pada shalat Isya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat-surat Al-Mufashal yang pertengahan (HR An-Nasa’i dan Ahmad), surat As-Syamsi dan yang menyerupainya (HR Ahmad dan At-Tirmidzi), surat Al-Insyiqaq (HR Bukhari dan Muslim) dan surat At-Tin ketika sedang dalam perjalanan (HR Bukhari dan Muslim)
Akan tetapi semua hadits-hadits di atas tidak menunjukkan bahwa kita harus membaca surat-surat sebagaimana yang biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baca dalam shalat-shalat fardhu karena dalam riwayat yang lain dijelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca semua surat-surat Al-Mufashal dalam shalat-shalat yang Fardhu.
# Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu anhu ia berkata:
“Tidak ada satu surat pun dari Al-Mufashal baik yang pendek maupun yang panjang melainkan aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya ketika mengimami orang-orang pada shalat-shalat Fardhu” (HR Abu Dawud)
Hadits ini menunjukan bahwa kita diperbolehkan untuk membaca surat apapun ketika sedang melaksanakan shalat Fardhu. Demikian pula dalam shalat tarawih atau shalat witir. Kita diperbolehkan membaca surat yang mana saja. Namun demikian ada beberapa surat yang biasa beliau baca dalam shalat witir antara lain surat Al-‘Alaa di raka’at yang pertama, surat Al-Kafirun di raka’at ke dua dan surat Al-Ikhlas di raka’at ketiga. (HR An-Nasa'i dan Hakim) dan terkadang beliau menambahkan surat Al-Falaq dan An-Nas (HR. Tirmidzi) dan dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca seratus ayat surat An-Nisa’ dalam raka’at witir (HR. An-Nasa'i dan Ahmad)
Hukum membaca surat selain Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah. Dan dalam pelaksanaannya seseorang bisa memilih surat atau ayat yang mana saja, yang dia bisa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri terkadang membaca surat-surat yang panjang dan terkadang hanya membaca surat-surat yang pendek. Biasanya beliau lakukan hal tersebut jika ada hal yang mengganggu seperti dalam perjalanan, sakit atau pun tangisan bayi.
# Seorang tabi’it bertanya kepada Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu anhu tentang shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Abu Sa’id menjawab:
“Tidak ada gunanya engkau mengetahuinya, karena engkau tak mau melaksanakannya.”
Kemudian yang bertanya mengulangi lagi pertanyaannya. Maka Abu Sa’id radhiyallahu anhu berkata:
“Ketika shalat Dzuhur didirikan, maka pergilah salah seorang dari kami ke Baqie, dan melepaskan hajatnya disana. Kemudian dia datang kepada keluarganya, lalu mengambil air wudhu’, kemudian ia kembali ke masjid, sedangkan Nabi masih dalam raka’at yang pertama, karena beliau memanjangkannya.” (HR. Ahmad).
# Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata:
"Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan bacaan shalat Shubuh (dalam hadits yang lain: Beliau membaca dua surat yang paling pendek). Kemudian beliau ditanya: ‘Kenapa anda meringankan bacaan?’ Beliau menjawab: ‘Aku mendengar tangisan anak kecil, maka aku mengira ibunya sedang shalat bersama kita, sehingga aku bermaksud ibunya segera mengurusi anak tersebut" (HR. Ahmad)
# Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Aku sedang melaksanakan shalat dan bermaksud memanjangkan bacaannya kemudian aku mendengar tangisan anak kecil, lalu aku meringankan bacaan dalam shalatku karena aku mengetahui bagaimana kesedihan yang sangat yang dirasakan ibu tersebut akibat tangisan anaknya" (HR.Bukhari dan Muslim).
# Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila seseorang kamu mengimami manusia, maka hendaklah dia meringankan shalat, karena di antara mereka ada yang kecil dan ada yang tua, ada yang lemah, ada yang sakit; apabila ia bershalat sendiri, hendaklah ia shalat sesuai yang ia kehendaki.” (HR. Bukhari dan Muslim).
# Dari Jabir radhiyallahu anhu, ia berkata: Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Mu’adz tatkala Mu’adz memanjangkan bacaan dalam shalat Isya beserta kaumnya (membaca surat Al-Baqarah):
“Apakah (kenapakah) engkau ingin menghasilkan fitnah, hai Mu’adz? (3 kali). Apakah tidak baik engkau membaca Sabbihisma Rabbikal a’la: Wasysyamsii wa dluhaha, Wal laili idza yaghsya, karena di belakang engkau, shalat orang tua, orang lemah, anak kecil dan yang mempunyai keperluan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits Mu’adz yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci kita memanjangkan shalat, haruslah diperhatikan awal akhirnya. Tak boleh kita hanya mengambil perkataan: “apakah engkau ingin menghasilkan fitnah, hai mu’adz?”
Kisah Mu’adz itu, begini:
Pada suatu malam, sesudah Mu’adz shalat Isya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliaupun pulang ke kampungnya. Sesampai di kampung, beliau meng-imami kaumnya dengan membaca surat Al-Baqarah. Ketika malam telah larut, salah seorang di antara makmum meneruskan shalat sendirian, lalu dia dituduh munafiq. Karena dia dituduh munafiq, maka dia pergi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa ia berbuat demikian karena sangat perlu menyirami kurmanya. Setelah mendengarkan penjelasan orang tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Mu’adz: “Apakah engkau ingin menghasilkan fitnah, hai Mu’adz? Bacalah Sabbihisma Rabbikal a’la dan yang setara denganya.
Maka dengan ini jelaslah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita membaca surat yang paling panjang ketika shalat di malam yang telah larut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan menyuruh kita membaca surat sependek-pendeknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh membaca Sabbihisma Rabbikal a’la dan yang setara dengannya sesudah jauh malam, karena dipandang paling singkat.
# Dari Amar bin Huraits, ia berkata:
“Bahwasanya Nabi shalat Shubuh dengan (membaca surat) wallaili idza yaghsya.” (HR. Muslim).
Hadits Amar bin Huraits ini ditetapkan ketika shalat Shubuh di dalam safar.
# Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Adalah aku menuntun unta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu safar, maka Nabi berkata: Apa tidak baik aku ajarkan kepadamu dua surat yang belum pernah dibaca yang semisalnya? Aku menjawab: Baik sekali. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadaku surat Al-Falaq dan surat An-Nas. Beliau melihat aku tiada tertarik hati kepada surat itu. Sesudah beliau turun untuk shalat Shubuh, beliaupun membaca surat itu dalam shalat. Kemudian beliau berkata: Bagaimana pendapat engkau?.” (HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawud)
Hadits ‘Uqbah yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al Mu’awwidzataini: qul ‘audzu bi Rabbil falaq dan qul ‘audzu bi Rabbin nas di shalat Shubuh ditetapkan ketika shalat dalam safar.
Ada sejumlah hadits yang menjelaskan tentang bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau melaksanakan shalat-shalat fardhu, hadits-hadits itu, antara lain:
1. Shalat Shubuh
Pada shalat Shubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca surat-surat mufashal yang panjang-panjang (HR. An-Nasa’i dan Ahmad, hadits shahih)
Yang dimaksud dengan surat-surat Al-Mufashal adalah surat-surat yang terdapat dalam Al-Qur’an mulai surat Qaf sampai akhir Al-Qur’an sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari jilid II halaman 259.
Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca surat Al-Waqi’ah (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim), surat At-Thur (HR. Bukhari), dan terkadang beliau membaca surat-surat Al-Mufashal yang pendek seperti surat At-Takwir (HR. Muslim dan Abu Dawud). Bahkan dalam riwayat Abu Dawud, beliau pernah membaca surat Al-Zalzalah dalam kedua raka’at shalat Shubuh sehingga rawi hadits berkata: “Aku tidak mengetahui apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lupa atau sengaja melakukannya” (HR Abu Dawud Bab mengulang bacaan satu surat dalam dua raka’at) Dan apabila di hari Jum’at beliau membaca surat Alif Lamim Sajdah dan surat Al-Insan (HR Bukhari dan Muslim).
2. Shalat Dzuhur
Pada shalat Dzuhur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat At-Thoriq, Al-Buruj, Al-Lail (HR Abu Dawud dan Tirmidzi) dan terkadang beliau membaca surat Al-Insyiqoq (HR. Ibnu Khuzaimah)
3. Shalat Ashar
Ketika shalat Ashar beliau membaca kurang lebih lima belas ayat atau setengah dari yang beliau baca ketika melaksanakan shalat Dzuhur. (HR. Muslim).
Terkadang juga beliau membaca surat-surat sebagaimana yang beliau baca dalam shalat Dzuhur seperti At-Thariq, Al-Buruj, Al-Lail dan surat Al-Insyiqaq (HR Abu Dawud, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi)
4. Shalat Maghrib
Pada shalat Maghrib beliau membaca surat At-Thur (HR. Bukhari dan Muslim), Al-Mursalat (HR Bukhari dan Muslim) Al-Anfal (HR At-Thabrani), Al-A’raf (HR Bukhari dan Abu Dawud)
5. Shalat Isya
Sedangkan pada shalat Isya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat-surat Al-Mufashal yang pertengahan (HR An-Nasa’i dan Ahmad), surat As-Syamsi dan yang menyerupainya (HR Ahmad dan At-Tirmidzi), surat Al-Insyiqaq (HR Bukhari dan Muslim) dan surat At-Tin ketika sedang dalam perjalanan (HR Bukhari dan Muslim)
Akan tetapi semua hadits-hadits di atas tidak menunjukkan bahwa kita harus membaca surat-surat sebagaimana yang biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baca dalam shalat-shalat fardhu karena dalam riwayat yang lain dijelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca semua surat-surat Al-Mufashal dalam shalat-shalat yang Fardhu.
# Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu anhu ia berkata:
“Tidak ada satu surat pun dari Al-Mufashal baik yang pendek maupun yang panjang melainkan aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya ketika mengimami orang-orang pada shalat-shalat Fardhu” (HR Abu Dawud)
Hadits ini menunjukan bahwa kita diperbolehkan untuk membaca surat apapun ketika sedang melaksanakan shalat Fardhu. Demikian pula dalam shalat tarawih atau shalat witir. Kita diperbolehkan membaca surat yang mana saja. Namun demikian ada beberapa surat yang biasa beliau baca dalam shalat witir antara lain surat Al-‘Alaa di raka’at yang pertama, surat Al-Kafirun di raka’at ke dua dan surat Al-Ikhlas di raka’at ketiga. (HR An-Nasa'i dan Hakim) dan terkadang beliau menambahkan surat Al-Falaq dan An-Nas (HR. Tirmidzi) dan dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca seratus ayat surat An-Nisa’ dalam raka’at witir (HR. An-Nasa'i dan Ahmad)
Post a Comment