"Hati-Hati dengan Dosa Syirik!"
"Hati-Hati dengan Dosa Syirik!" |
Masalah tauhid dan dosa syirik, merupakan masalah yang paling serius dalam
kehidupan manusia. Syirik adalah kezaliman yang sangat besar, karena manusia
yang diciptakan Allah, diberi rizki oleh Allah, diberi kehidupan oleh Allah,
kemudian justru tidak tahu berterimakasih dan membuat sekutu yang lain bagi
Allah.
Karena itu, Rasulullah saw
mengajarkan sebuah doa untuk terhindar dari dosa syirik: “Ya Allah, aku meminta
perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan Engkau dengan sesuatu,
sedangkan aku mengetahui hal itu. Dan aku meminta perlindungan kepada Engkau
dari tindakan menyekutukan-Mu dengan sesuatu dan aku tidak tahu.” (Allahumma
inni a’udzubika min an usyrika bika syaian wa ana a’lamu; wa a’udzubika min an
usyrika bika syaian wa ana laa a’lamu).
Dalam buku berjudul Kemusyrikan
Menurut Madzhab Syafii karya Dr. Muhammad Abdurrahman al-Khumais
(diterjemahkan oleh Prof. Ali Musthafa Ya’qub) disebutkan sejumlah definisi
syirik menurut sejumlah ulama mazhab Syafii.
Menurut al-Raghib al-Asfahani,
“Syirik yang dilakukan manusia dalam agama itu ada dua macam. Pertama,
syirik besar, yaitu menetapkan adanya sekutu bagi Allah, dan ini merupakan
kekafiran yang terbesar. Kedua, adalah syirik yang samar (tidak jelas)
dan kemunafikan.”
Al-allamah Ali as-Suwaidi al-Syafii
berkata: “Ketahuilah, bahwa syirik itu adalah terjadi di Rububiyah, dan
adakalanya terjadi di Uluhiyyah. Yang kedua ini dapat terjadi di dalam
I’tiqad (keyakinan), dan juga dapat terjadi di dalam mu’amalat khusus
dengan Allah.”
Imam Ahmad bin Hajar Ali Buthami
al-Syafii mengingatkan bahwa iman itu bercabang-cabang, demikian juga dengan
kekafiran dan kemusyrikan. Apabila orang menjalankan cabang-cabang iman tetapi
juga menjalankan cabang-cabang kemusyrikan, maka ia disebut musyrik. Iman
seseorang tidak akan diterima oleh Allah apabila hanya separuh-separuh; separuh
iman, separuh kafir. Ia wajib tunduk seraya meyakini terhadap apa yang
disebutkan oleh Al-Quran dan dibawa oleh Rasulullah saw, serta mengamalkannya.
Orang yang beriman kepada sebagian ajaran Al-Quran dan tidak beriman
kepadasebagian yang lain, maka dia termasuk kafir. Allah memperingatkan tentang
orang-orang seperti ini:
“Orang-orang kafir itu mengatakan:
“Kami beriman kepada sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain),
serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang
demikian (iman dan kafir). (QS An-Nisa : 150).
Menurut Imam
Ahmad bin Hajar, mengucapkan dua kalimat syahadat saja tidak akan ada gunanya
bagi mereka, sampai mereka mau mengamalkan isi maksud dari dua kalimah syahadat,
yaitu melepaskan diri dari menyembah selain Allah dan hanya beribadah kepada
Allah saja. Namun, beliau mengingatkan, agar tidak terburu-buru menuduh
seseorang yang melakukan tindakan syirik sebagai kafir atau musyrik, sebelum
menjelaskan kepada mereka tentang kekeliruan mereka tersebut. Barangkali mereka
tidak memahami masalah tersebut karena kebodohannya. Apabila sudah dijelaskan
tentang masalah syirik, tetapi tetap menjalankannya, maka barulah diperbolehkan
menyebut mereka sebagai musyrik.
Peringatan Rasulullah saw dan para
ulama tentang kemusyrikan ini sangat perlu kita camkan benar-benar, demi
keselamatan keimanan kita masing-masing. Jangan sampai kita terjebak ke dalam
dosa syirik, baik yang kita ketahui atau yang tidak ketahui, sebagaimana doa
yang diajarkan Rasulullah saw. Sebab, syirik adalah dosa yang tidak diampuni
oleh Allah, kecuali orang itu benar-benar meninggalkan dosa syirik tersebut.
Allah memperingatkan kita semua: “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan kepadanya surga, dan
tempatnya adalah neraka. Tidak ada orang-orang zalim itu seorang penolong pun.”
(QS al-Maidah: 72).
QS al-Maidah ayat 72 ini diawali
dengan penegasan Allah SWT: “Sungguh telah kafirlah orang-orang yang menyatakan
bahwa Allah ialah al-Masih Ibnu Maryam, padahal al-Masih sendiri berkata: Hai
Bani Israil, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.”
Pandangan Tauhid Islam ini sangat
jelas, yakni tidak menjadikan manusia mana pun – termasuk Adam atau Isa a.s.–
sebagai Tuhan atau anak Tuhan. Nabi Muhammad saw diutus oleh Allah SWT untuk
meluruskan pandangan dan kepercayaan kaum Nasrani tersebut. Doktrin trinitas
yang mengakui Ketuhanan Yesus secara resmi diformulasikan dalam Konsili Nicea
tahun 325 M. Bahkan, dalam konsili ini, pandangan Arius yang menyatakan bahwa
Tuhan anak tidak sehakekat dengan Tuhan Bapak, ditolak oleh mayoritas peserta
Konsili. Bahkan, dalam dekrit Nicea tersebut, Arius secara resmi dikutuk oleh
Gereja. Konsili menerima pandangan Athanasius yang menyatakan bahwa Tuhan anak
sehakekat (homoousios) dengan Tuhan Bapak.
Posisi Al-Quran memang sangat berbeda
dengan Bibel. Sebagai kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi terakhir, Al-Quran
memberikan kritik-kritik yang tegas dan jelas terhadap kepercayaan Yahudi dan
Kristen. Posisi ini tentu tidak bisa sebaliknya. Karena Bible ditulis dan
dirumuskan sebelum kedatangan Islam. Ibnu Taymiyah menyebut kaum Yahudi dan
Kristen (Ahlul Kitab) sebagai kaum musyrik bil-fi’li, tetapi bukan
musyrik bil-ismi. Dalam pandangan Islam, mereka disebut kafir ahlul
kitab.
Jadi, dalam masalah keimanan, memang
terdapat pandangan dan keyakinan yang sangat berbeda antara Islam dan Kristen.
Sejak lahirnya Islam, masalah ini sudah sering diperdebatkan. Bahkan Nabi
Muhammad saw sendiri beberapa kali melakukan perdebatan dengan kaum Nasrani.
Karena tidak mencapai titik temu, maka Nabi Muhammad saw diperintahkan agar
mengajak kaum Nasrani untuk melakukan mubahalah (sumpah laknat),
sebagaimana diceritakan dalam Surat Ali Imran ayat 61:
"Barangsiapa membantah engkau tentang
(kisah Isa a.s.) itu, sesudah datang kepada mereka ilmu (yang meyakinkan), maka
katakanlah (kepada mereka): Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak
kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian
marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah
dijatuhkan kepada orang-orang yang dusta."
Soal
perbebadaan keyakinan antara Islam dan Kristen ini haruslah diakui. Bahkan
diantara kaum Nasrani sendiri terjadi perbedaan yang sangat tajam sehingga
mereka membentuk sejumlah agama, seperti Katolik, Protestan, Anglikan, atau
Ortodoks. Tiap-tiap agama ada keyakinan masing-masing, yang tidak sama satu
dengan lainnya, bahkan saling bertentangan. Seperti keyakinan umat Islam dan
umat Kristen tentang posisi Nabi Isa a.s.
Dalam pernyataan Natal bersama antara
Konferensi Wali-wali Gereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja
Indonesia (PGI), tahun 2006, dinyatakan: “Kelahiran Yesus mendatangkan sukacita
besar. Sukacita itu melekat dalam diri setiap orang beriman yang mampu
menghayati hakikat dan makna kelahiran Yesus. Ia lahir sebagai manusia, menjadi
senasib dengan manusia, dan terbuka menyambut semua orang yang datang
kepada-Nya. Ia hadir di dunia untuk mewujudkan kasih Allah kepada manusia (1Yoh.
4:9).
Kasih Allah itu berpuncak pada kayu
salib ketika Yesus menyerahkan nyawa untuk menanggung dosa seluruh umat
manusia.” Selanjutnya dinyatakan: “Dalam hubungan dengan sesama baiklah kita
memandang setiap orang dalam iman kepada Kristus. Dengan menyadari bahwa darah
Kristus juga tercurah untuk mereka, maka setiap orang yang mengaku diri sebagai
pengikut dan murid Kristus akan mengasihi orang itu, walaupun dalam
kenyataannyaorang itu bersikap seperti musuh.”
Umat Islam tidak pernah menerima
kepercayaan bahwa Nabi Isa a.s. mati di tiang salib, karena Al-Quran sudah
menegaskan, “Mereka tidak membunuh Nabi Isa dan mereka tidak menyalibnya,
melainkan seseorang yang diserupakan kepada mereka.” (QS an-Nisa:
157).
Perbedaan yang mendasar ini harus
diakui. Dan Konsili Vatikan II (1962-1965) juga menyatakan penghormatannya
terhadap keyakinan umat Islam terhadap Nabi Isa a.s.
Dikatakan, meskipun umat Islam tidak
mengakui ketuhanan Yesus, tetapi menghormatinya sebagai Nabi. Umat Islam juga
menghormati keyakinan kaum Kristen tersebut, meskipun tentunya sangat berbeda
secara mendasar dengan keyakinan umat Islam sendiri. Karena itu, tidaklah masuk
akal ada yang menyatakan, bahwa semua agama adalah benar.
Pernyataan semacam ini jelas-jelas
membenarkan pandangan yang oleh Al-Quran sudah dinyatakan sebagai pandangan
kufur atau syirik.
Banyak yang sekarang ini mencoba
mengecilkan masalah iman dan kemusyrikan. Ada yang menulis dalam bukunya, bahwa
Thomas Alfa Edison akan masuk sorga karena sudah berjasa bagi umat manusia
dengan menemukan lampu. Padahal, urusan sorga atau neraka adalah urusan Allah.
Islam tidak berbicara kepada perorangan Yahudi atau Kristen, tetapi memberikan
kritik-kritik dan koreksi terhadap kepercayaan mereka. Kita tidak tahu, apakah
Edison benar-benar orang baik. Kita tidak tahu persis perbuatan dia yang lain
sepanjang hidupnya, selain penemuan lampu. Kita juga tidak tahu, apakah Edison
pernah menerima risalah Nabi Muhammad saw secara benar, atau tidak pernah. Jika
kriteria masuk sorga adalah karena menemukan lampu, maka kriteria itu adalah
bikinan si penulis buku tersebut. Mungkin maksudnya sorga milik kakeknya
sendiri.
Umat Islam diperintahkan untuk
menghormati dan bermuamalah dengan baik terhadap sesama manusia, termasuk dengan
pemeluk agama lain, selama mereka tidak menyerang umat Islam. Tetapi, umat Islam
juga diperintahkan agar menjauhi dosa-dosa syirik. Karena itulah, kita perlu
pandai-pandai meniti buih, agar selamat sampai ke seberang. Jangan sampai karena
ingin dipuji sebagai orang yang toleran, akhirnya justru mengorbankan
prinsip-prinsip keimanan. Mencampuradukkan keimanan atau ritual antar agama
adalah tindakan yang berbahaya dari segi keimanan.
Tidak semestinya, hal ini dilakukan
oleh umat Islam. Dalam perspektif inilah, mestinya fatwa MUI tahun 1981 yang
mengharamkan perayaan Natal Bersama perlu diapresiasi. Fatwa ini bukan untuk
merusak toleransi beragama, tetapi merupakan satu upaya para ulama untuk
melindungi aqidah Islam dari kekufuran dan kemusyrikan, dalam pandangan Islam.
Fatwa ini sama sekali tidak
mengharamkan umat Islam untuk bergaul atau bermasyarakat dengan kaum non-Muslim.
Dan hal semacam itu tidak ada dalam kamus Islam. Islam adalah agama yang sejak
awal sudah mengakui dan menghargai perbedaan. Seorang anak yang Muslim tetap
diperintahkan berbuat baik kepada orang tuanya, meskipun berbeda agama. Tetapi,
jangan sekali-kali bermain-main dalam masalah keimanan dan kemusyrikan.
Sebab, pertaruhannya sangatlah mahal.
Karena itu, sekali lagi, kita patut berhati-hati jangan sampai
terjatuh ke dalam kemusyrikan. Peringatan Allah sangatlah jelas: bahwa Allah
sangat murka jika diserikatkan dengan yang lain. Dalam suasana bencana dan
musibah yang tiada henti sekarang ini, kaum Muslim, khususnya para pemimpin
negara ini, patut merenungkan dengan mendalam masalah kemusyrikan ini. Jangan
hanya sibuk mengandalkan ilmu geologi, meteorologi dan geofisika. Semuanya tidak
mungkin terjadi kecuali dengan izin dan kekuasaan Allah SWT. Allah berkuasa
menghentikan gempa, menghentikan lumpur panas, menenangkan gelombang lautan, dan
memindahkan turunnya hujan.
Sekali lagi, kita mengimbau para
pemimpin kita: Jangan bermain-main dengan dosa syirik! Tugas dan kewajiban kita
hanyalah menyampaikan nasehat. Selanjutnya, terserah kepada mereka
|
Post a Comment