MALAPETAKA DAN BENCANA ALAM
MALAPETAKA DAN BENCANA ALAM
Dunia ini bukanlah tempat yang tenang dan
tenteram. Kita semua rentan terhadap berbagai ancaman alam, baik dari luar
maupun dari dalam. Meteor dan asteroid misalnya, hanyalah sebagian kecil yang
mungkin menjadi ancaman terhadap bumi dari luar angkasa. Adapun bumi yang
tampaknya kokoh, bagian dalamnya memiliki inti dari berbagai elemen cair. Tentu
tidak berlebihan bila bagian yang tak terlihat mata ini dinamai "inti yang
menyala". Memang ada pula atmosfer di sekeliling bumi, yang merupakan "perisai"
terhadap ancaman-ancaman eksternal. Namun, tak ada satu pun bagian dari bumi
yang kebal terhadap dampak kekuatan atmosfer seperti hujan badai atau angin
topan.
Berbagai bencana alam dapat menyerang kapan
saja, menyebabkan kehilangan harta dan nyawa. Gempa bumi, halilintar, banjir,
kebakaran hutan, hujan asam, dan gelombang pasang, yang umum disebut bencana
"alam", memiliki intensitas dan akibat yang berbeda-beda. Kesamaan dari semua
bencana tersebut adalah mereka mampu dalam seketika membuat sebuah kota ,
berikut seluruh penghuninya, tinggal reruntuhan belaka. Yang paling penting, tak
ada manusia yang memiliki kekuatan untuk melawan ataupun mencegah bencana alam
ini.
Kehancuran besar merupakan peninggalan dari
malapetaka di semua penjuru planet ini. Sekalipun begitu, suatu bencana selalu
berpengaruh hanya pada wilayah tertentu, berkat keseimbangan alam yang rumit
yang diciptakan Allah. Ada perlindungan penting di bumi untuk semua makhluk
hidup, termasuk manusia. Walau begitu, kemungkinan terjadinya bencana alam yang
menghancurkan selalu mengintai. Allah menciptakan bencana-bencana alam itu untuk
memperlihatkan pada kita betapa terkadang tempat hidup kita sangat tidak aman.
Gejolak alam ini merupakan peringatan kepada seluruh umat manusia bahwa kita tak
mampu mengendalikan apa pun di muka bumi ini. Demikian juga, setiap bencana alam
dimaksudkan untuk mengingatkan kita pada kelemahan yang sudah melekat pada diri
kita. Semua ini tentunya peringatan bagi siapa yang dapat merenungkan arti
peristiwa-peristiwa itu dan mengambil pelajaran darinya.
Apa lagi yang harus dipelajari manusia dari
bencana alam?
Dunia ini diciptakan khusus bagi manusia.
Alasan mengapa manusia diciptakan, telah jelas sekali diterangkan dalam ayat
ini:
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arasy-Nya (Singgasana-Nya) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Huud, 11: 7)
"Latar" dari "ujian" ini sungguh luas, dan
setiap kejadian merupakan bagian dari latar yang rumit itu. Lebih jauh lagi, tak
ada fenomena alam yang terjadi tanpa sebab; semua memiliki penjelasan ilmiah.
Misalnya, kekuatan gravitasi bumi membuat kita tak melayang ke angkasa; hujan
jatuh saat uap air mencapai tingkat jenuh tertentu.
Hubungan sebab akibat ini juga berlaku bagi
kematian, kecelakaan atau penyakit. Banyak hal yang menyebabkan mengapa seorang
manusia mati, sakit, atau mengalami kecelakaan. Namun, yang terpenting bukanlah
banyaknya penyebab, melainkan "ketahanujian" sistem di mana sebab-akibat ini
berlangsung. Satu aspek khusus yang penting dalam sistem ini: setiap peristiwa
terjadi dengan cara yang dapat dimengerti manusia. Allah memperingatkan manusia
melalui bencana alam. Gempa bumi, misalnya, menyebabkan ribuan wanita dan
anak-anak mati, dan lebih banyak lagi yang terluka. Mereka yang tidak
memedulikan peringatan Allah cenderung menyebut kejadian seperti ini sebagai
fenomena "alam" dan tak mampu memahami bahwa Allah menciptakannya untuk tujuan
tertentu. Mari kita berpikir sejenak: apa yang akan terjadi bila yang mati
akibat suatu gempa bumi hanyalah mereka yang berdosa pada Allah? Bila demikian,
dasar yang tepat untuk "ujian" bagi umat manusia tidak akan tegak. Itulah
sebabnya Allah menciptakan masing-masing fenomena dengan latar "alam". Hanya
mereka yang sadar akan keberadaan Allah dan memiliki pemahaman mendalam akan
ciptaan-Nyalah yang mengerti alasan ilahiah di balik tampilan "alam" ini.
Dalam ayat "Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati; Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan" (QS. Al Anbiyaa', 21: 35), Allah mengatakan bahwa Dia
menguji manusia baik melalui kejadian-kejadian yang baik maupun buruk.
Banyaknya orang yang menjadi korban bencana
merupakan teka-teki ujian itu. Manusia harus selalu ingat bahwa Allah adalah
Hakim Yang Mahatahu dan "diberi keputusan di antara
hamba-hamba Allah dengan adil." (QS. Az-Zumar, 39: 75)
Semua peristiwa yang terjadi pada seseorang
dalam hidupnya adalah bagian dari ujian tersebut. Mereka yang benar-benar
beriman akan memahami inti dari teka-teki itu. Kapan pun musibah menimpa mereka,
mereka berpaling kepada Allah dan bertobat. Mereka adalah hamba Allah dan
meyakini janji-Nya:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqa-rah, 2: 155-157)
Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut,
orang yang beriman dan orang yang tidak beriman diuji dengan berbagai cara:
terkadang dengan bencana alam, atau sesuatu yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari kita, terserang penyakit atau kecelakaan. Musibah seperti itu
terjadi pada individu atau sekelompok masyarakat, dan menyebabkan kerugian
materi serta penderitaan batin. Bisa saja seorang yang kaya menjadi bangkrut,
seorang gadis cantik mengalami luka berat di wajahnya, atau sebuah kota luluh
lantak akibat gempa bumi. Hal ini memperlihatkan bagaimana setiap kejadian dapat
mengubah hidup kita.
Manusia harus mampu mengambil pelajaran dari
kejadian-kejadian ini. Sesungguhnya, Allah tidak menciptakan apa pun tanpa
tujuan; setiap bencana merupakan peringatan bagi umat manusia, dengan maksud
untuk menyelamatkan manusia dari pembangkangan mereka. Dalam Al Quran, Allah
berfirman bahwa tak ada yang terjadi di muka bumi ini tanpa izin-Nya:
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghaabun, 64: 11)Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali 'Imran, 3: 145)
Pelajaran lain yang harus diambil dari bencana
alam adalah bahwa manusia yang menganggap dirinya memiliki kekuatan di atas muka
bumi, menyadari bahwa ia sesungguhnya lemah dan benar-benar tidak memiliki
kekuatan untuk mengatasi bencana yang terjadi dengan seketika atas kehendak
Allah. Manusia tak dapat menolong dirinya sendiri ataupun orang lain. Tentu saja
Allah-lah yang Mahakuasa. Ini dinyatakan dalam ayat berikut:
Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Menguasai atas segala sesuatu. (QS. An'aam, 6: 17)
Dalam bab ini, akan diberikan penjelasan yang
menyeluruh mengenai berbagai macam bencana yang mempengaruhi bumi. Tujuannya
adalah untuk mengingatkan manusia bahwa dunia ini bukanlah tempat untuk dicintai
dengan membuta. Bencana-bencana alam ini menunjukkan betapa kita sangat
membutuhkan petunjuk dan pertolongan Allah. Ketergantungan ini merupakan bukti
nyata bahwa manusia tak berdaya di hadapan Allah, sebagaimana diungkapkan dalam
ayat: "dan sekali-kali tiadalah bagimu pelindung dan
penolong selain Allah." (QS. Al 'Ankabuut, 29: 22)
Gempa Bumi
Gempa bumi adalah kekuatan alam di bumi yang
paling menghancurkan. Jumlah kematian terbesar terjadi saat gempa bumi.
Penelitian mengungkapkan bahwa setiap dua menit suatu tempat di permukaan bumi
mengalami keretakan. Berdasarkan statistik, bumi bergoncang jutaan kali dalam
setahun. Rata-rata, dari jumlah jutaan itu, intensitas 300 ribu gempa tergolong
gempa minor; getarannya tak terasa dan tak menyebabkan kerusakan sama sekali.
Sedangkan, dua puluh gempa lainnya merupakan gempa yang sangat kuat yang
menggoncangkan bumi. Namun, karena kerap kali tidak terjadi di wilayah padat
penduduk, gempa bumi jenis ini tidak memakan banyak korban jiwa dan hanya
menyebabkan sedikit kerugian ekonomis. Dari gempa-gempa ini, hanya lima yang
menghancurkan gedung-gedung menjadi tumpukan puing-puing.
Informasi ini memperlihatkan bahwa manusia
tidak sering menghadapi gempa bumi. Jelas, ini merupakan perlindungan khusus
dari Allah bagi manusia terhadap bencana alam.
Di zaman kita, hanya sebuah kota atau suatu
daerah yang menjadi korban gempa bumi hebat. Namun, dengan kehendak Allah,
sebuah gempa bumi yang merusak seluruh bumi ini bisa terjadi kapan saja.
Goncangan dahsyat seperti ini mampu mengakhiri kehidupan di muka bumi. Struktur
bumi sangat rentan terhadap gempa; gerakan atau retakan yang tiba-tiba terjadi
di kerak bumi ataupun lapisan di atasnya akan mengakibatkan malapetaka yang tak
terhindarkan lagi.
Gempa bumi tidak memiliki hubungan dengan
jenis tanah yang menguatkan efek gelombang seismik yang melintasinya. Gempa bumi
tetap mungkin terjadi bahkan saat tak ada kondisi alam penyebab gempa. Atas
kehendak Allah, sebuah gempa bumi dapat terjadi kapan saja. Namun, Allah
menciptakan dengan khusus ketidak-kokohan dan ketidak-stabilan di beberapa
bagian muka bumi. Ini untuk mengingatkan manusia bahwa, kapan pun juga,
peristiwa yang tak diharapkan dapat membuat hidup mereka dalam bahaya. Dalam Al
Quran, Allah memperingatkan manusia pada bencana yang mungkin terjadi:
Maka apakah orang-orang yang berbuat makar yang jahat itu merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari? (QS. An-Nahl: 45)
Pada titik ini, akan sangat bermanfaat untuk
mengingat sebuah gempa bumi dahsyat, yang terjadi di abad ke-20.
Gempa bumi yang menggoncangkan bumi hanya
dalam beberapa detik ini dapat terjadi berulang kali selama berjam-jam, bahkan
berhari-hari. Ini tentu saja mudah bagi Allah. Bagaimanapun, dengan rahmat-Nya,
Allah melindungi manusia dan dengan bencana ini mengingatkan ia selamanya bahwa
ia tak memiliki kekuasaan apa pun dalam hidupnya.
Teknologi yang Dikalahkan: Kobe
Tingkat kemajuan ilmu dan teknologi masa kini
membuat manusia merasa bahwa mereka dapat menguasai alam. Meski demikian, mereka
yang mempercayai pikiran semacam ini mungkin akan segera merasa kecewa.
Teknologi adalah alat yang disediakan Allah untuk melayani manusia dan
sepenuhnya berada dalam kekuasaan-Nya. Berbagai kejadian menunjukkan bahwa
teknologi tercanggih sekalipun tak mampu mengendalikan alam.
Sebagai contoh, meski telah ada "teknologi
antigempa" yang dikembangkan para ilmuwan Jepang, Kobe tetap menjadi korban dari
kerusakan luas yang disebabkan oleh 20 detik guncangan hebat selama gempa tahun
1995. Struktur antigempa terkuat yang dibangun untuk menahan guncangan hebat
ternyata runtuh begitu saja pada gempa berkekuatan 6,9 skala Richter. Selama
tiga dasawarsa sebelumnya, pemerintah Jepang telah menanamkan 40 trilyun dolar
dalam riset akademis untuk mengembangkan sistem peringatan atas gempa. Namun,
segala upaya ini sama sekali tidak membawa hasil yang konklusif. Semakin
mendekati pergantian milenium, para ilmuwan masih belum mampu merakit sistem
peringatan yang mampu mengurangi dampak destruktif peristiwa seismik yang
berbahaya. Kobe merupakan sebuah contoh terkini, di antara banyak lainnya, yang
menunjukkan betapa rentan sebuah kota industri modern terhadap pola tak terduga
dari serangan gempa.
Publik diyakinkan bahwa teknologi modern yang
dikembangkan untuk memprediksi gempa besar akan menyelamatkan mereka dari
kehancuran total. Namun, setelah bencana yang mereduksi Kobe menjadi tumpukan
puing, jelaslah bahwa belum ada teknologi untuk memperingatkan masyarakat umum
terhadap bahaya ini. Juga jelaslah bahwa apa yang disebut "struktur antigempa"
tidak memiliki ketahanan apa-apa terhadap gempa yang episentrumnya berada 15 mil
di barat daya pusat kota Kobe.
Wilayah yang terkena dampak
gempa bumi termasuk kota-kota padat, Kobe dan Osaka. Karena itulah terjadi
kehancuran yang mengerikan, membunuh 5.200 orang dan melukai 300.000 lainnya.
Total kerugian diperkirakan 200 miliar dolar 2
Tentu saja ada pelajaran yang dapat diambil
dari bencana seperti ini. Penghuni kota , yang terbiasa hidup senang, tiba-tiba
dihadapkan kepada banyak kesulitan setelah bencana tersebut. Dalam keadaan
terguncang, mereka tak dapat memperkirakan apa yang akan dilakukan dengan
kehidupan mereka, jangankan membuat rencana untuk masa yang akan datang.
Topan, Tornado…
Topan dan tornado adalah bencana alam yang
sering dialami manusia. Bencana-bencana ini serta akibatnya merenggut ribuan
nyawa setiap tahun. Keduanya adalah angin yang sangat kencang, yang dapat
menyebabkan kerusakan besar pada kota-kota, membinasakan dan melukai
penghuninya, melemparkan ribuan pohon, pondok, kotak telepon, mobil, dan bahkan
bangunan bermil-mil jauhnya.
Topan besar biasanya akan menyebabkan
gelombang laut raksasa naik tiba-tiba dari dasar laut. Dalam fenomena ini, badai
yang dahsyat mengirimkan gelombang yang melaju dengan kecepatan ratusan mil per
jam melintasi lautan menghantam pantai. Dalam kejadian seperti ini, air laut
naik ke daratan dan hujan besar menyebabkan banjir hebat di daerah delta.
Perubahan angin yang umumnya dirasakan begitu
angin sepoi-sepoi yang sejuk menjadi badai dahsyat yang mampu memindahkan gedung
tak diragukan mendorong kita untuk mencari kekuatan luar biasa yang membuat
peristiwa seperti itu terjadi. Pemikiran serupa yang didiskusikan pada bagian
gempa bumi juga benar untuk topan dan tornado: jika Allah mau, manusia akan
dihadapkan pada berbagai bencana alam seperti itu sesering mungkin. Saat
memulihkan diri dari bencana, manusia dapat tertimpa bencana lainnya. Dalam Al
Quran, Allah mengingatkan manusia bahwa angin berada di bawah pengendalian-Nya:
Walau demikian, Allah melindungi manusia dari bahaya. Adakalanya Dia mengirimkan kepada mereka badai yang hebat. Ini sudah tentu untuk memberi peringatan kepada manusia. Maksudnya adalah untuk mengingatkan manusia bahwa tujuan akhir mereka dalam hidup adalah untuk menjadi hamba Allah, bahwa mereka tak berdaya menghadapi kekuatan Allah dan bahwa mereka akan dihisab di Akhirat.Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang. Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (Rasul-Rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (QS. Al Mulk, 67: 16-18)
Gunung Berapi
Sebagaimana getaran atau
guncangan bumi yang disebabkan oleh gerakan atau retakan secara tiba-tiba dari
massa bebatuan yang luas di dalam kerak bumi atau lapisan atasnya, letusan
gunung berapi adalah bentuk bencana alam lain yang spektakuler. Terdapat sekitar
1500 gunung berapi aktif di seluruh dunia hari ini; 550 3 di antaranya berada di daratan sementara sisanya
berada di bawah lautan. Gunung berapi ini dapat meletus kapan saja dalam bentuk
yang sangat destruktif yang tak seorang pun dapat mengantisipasi sebelumnya.
Ketika meletus, mereka dapat membinasakan penghuni kota-kota terdekat di samping
menghancurkan panen dan menutupi tanah pertanian dengan debu.
Beberapa letusan yang membawa bencana besar
yang terjadi abad ini sebagaimana yang terdahulu dalam sejarah membuat kesan
yang terhapuskan dalam ingatan manusia. Letusan-letusan ini menyapu banyak kota
dari peta dan membinasakan banyak komunitas.
Tentu saja ada pelajaran yang didapatkan dari
letusan gunung berapi yang disaksikan dalam sejarah. Gunung Vesuvius di Italia,
misalnya, mengubur Pompei, sebuah kota yang penghuninya menjalani kehidupan yang
penuh penyelewengan susila, di bawah badai lava panas. Sungguh mengejutkan
bagaimana 20.000 warga kota yang makmur ini mengalami sesak napas oleh aliran
piroklastis yang menyapunya pada tanggal 24 Agustus 79.
Namun, di jaman kita tidak aktifnya gunung
berapi dapat seringkali berakhir dengan tiba-tiba dan mereka dapat meletus pada
saat-saat tak terduga dengan menyemburkan uap dan abu ribuan kaki ke angkasa.
Sementara itu, aliran piroklastis menyapu wilayah menyebabkan kerusakan yang tak
dapat diperbaiki pada apa pun yang ditemuinya. Dampak merugikan lainnya dari
letusan adalah awan gas dan abu yang berbahaya yang dibawa angin ke wilayah
berpenduduk. Angin yang mengerikan ini, terkadang sekitar 90 mil per jam,
membakar segala sesuatunya dan menelan kota-kota seperti kanopi penutup cahaya
matahari.
Gunung berapi dikenang
tidak hanya karena korban meninggal yang tinggi tetapi juga karena letusannya
yang luar biasa destruktif dan tak dapat diperkirakan. Letusan Nevado Del Ruiz
misalnya. Letusannya kecil secara intensitas. Jika dibandingkan, intensitasnya
hanya 3% dari letusan Gunung St. Helena. Setelah dorman selama 150 tahun, Nevado
Del Ruiz meletus di tahun 1985 dan melelehkan salju dan es di puncaknya. Begitu
menghancurkannya lahar, sungai lumpur, yang mengalir dari tebing gunung ke
lembah Sungai Lagunille, sehingga sekitar 20.000 penduduk di Armero, Kolumbia
binasa, terkubur di dalam lumpur panas saat mereka sedang tidur. Peristiwa ini
adalah bencana gunung berapi terburuk semenjak Gunung Pelee menghancurkan kota
St. Pierre pada tahun 1902. Gunung Pelee memakan 30.000 korban ketika ia
mengirimkan nuee ardente, atau aliran piroklastis, ke kota St. Pierre.6
Allah memperlihatkan bagaimana dengan seketika
manusia menemui kematiannya melalui bencana seperti itu dan dengannya memanggil
manusia untuk merenungkan tujuan keberadaannya di muka bumi. Peristiwa-peristiwa
ini menyampaikan "peringatan". Yang diharapkan dari manusia, yang dapat memahami
Penciptanya yang Mahakuasa, adalah untuk tidak terlalaikan dalam urusan
kehidupan yang singkat selama 50-60 tahun dan melupakan hidup yang abadi, hari
akhirat. Kita hendaknya selalu ingat bahwa kematian akan datang kepada semua
manusia suatu hari dan bahwa semua orang akan diadili di hadapan Allah:
(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di Padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa. (QS. Ibrahim, 14: 48)
Tsunami
Gelombang laut seismik atau gelombang tidal
disebabkan oleh naik atau turunnya lantai laut secara mendadak atau letusan
vulkanis. Sebagian tsunami sama destruktifnya dengan bom atom.
BANJIR
Allah sudah pasti menciptakan semua bencana
ini sebagai "peringatan" bagi manusia. Dia agung dalam kekuasaan dan menguasai
segala sesuatu. Allah mempersaksikan ini dalam ayat: "Dia-lah yang bekuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas
atau dari bawah kakimu," (QS. Al An'aam, 6: 65). Keberadaan begitu banyak
ancaman fisik yang serius di seluruh dunia tidak meragukan lagi memperjelas satu
realitas penting. Dengan berbagai bencana, hanya dalam hitungan detik, Allah
dapat mengambil kembali apa saja yang telah dianugerahkan-Nya kepada manusia.
Malapetaka dapat menyerang di mana saja, kapan saja. Ini merupakan sebuah
petunjuk jelas bahwa tidak ada tempat di dunia yang dapat menjamin keamanan
seseorang. Allah menyatakan ini dalam ayat berikut:
Air, yang dikaruniakan-Nya kepada manusia, dapat saja suatu waktu menjadi bencana dengan kehendak Allah. Tidak terpahami bahwa manusia menyaksikan satu atau dua banjir setiap tahun dan masih saja mengacuhkan kemungkinan mengalami sendiri bencana seperti itu.Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al A'raaf, 7: 97-99)
Sebuah Pelajaran dari Sejarah: Titanic
Sejarah penuh dengan kisah orang-orang yang
mengandalkan diri pada terobosan teknologi dan sepenuhnya mengabaikan kekuasaan
Allah. Justru karena itulah banyak bencana telah terjadi sepanjang sejarah
sebagai pelajaran yang pahit bagi siapa saja. Masing-masing dari peristiwa ini
penting dalam artian mengingatkan manusia bahwa baik kekayaan ataupun kekuatan,
sains maupun teknologi tidak memiliki daya untuk menolak kehendak Allah.
Banyak contoh dari peristiwa seperti ini dapat
diberikan. Yang paling diketahui adalah Titanic yang terkenal, sebuah kapal
samudra besar dengan tinggi 55 meter dan panjang 275 meter, yang karam hampir 90
tahun yang lalu. Titanic, yang dimaksudkan sebagai "hinaan terhadap alam",
adalah projek raksasa yang melibatkan sebuah tim insinyur dan lima ribu pekerja.
Hampir semua orang benar-benar yakin bahwa kapal ini tidak akan pernah
tenggelam. Kapal samudra merupakan karya besar teknologi dengan banyak kemajuan
teknik yang meninggalkan batasan zamannya. Namun mereka yang mengandalkan
prowess teknis kapal itu tidak mempertimbangkan satu fakta yang dinyatakan dalam
ayat, "Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang
pasti berlaku," (QS. Al Ahzab, 33: 38) dan bahwa setiap orang cepat atau
lambat akan menjumpai takdirnya. Akhirnya, sebuah kekeliruan kecil menyebabkan
kapal itu tenggelam dan teknologi maju tidak dapat menyelamatkan Titanic dari
akhirnya yang pahit.
Dari apa yang diceritakan mereka yang selamat,
kebanyakan penumpangnya berkumpul di dek untuk berdoa ketika mereka menyadari
kapal itu akan segera karam. Dalam banyak bagian Al Quran, kecenderungan
perilaku manusia ini diulang-ulang. Pada saat-saat kesulitan besar dan bahaya,
manusia dengan tulus berdoa dan meminta pertolongan dari Penciptanya. Namun,
setelah diselamatkan dari bahaya, mereka segera berpaling tanpa rasa syukur:
Tuhanmu adalah yang
melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu. Dan apabila kamu
ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia.
Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia
adalah selalu tidak berterima kasih. Maka apakah merasa aman (dari hukuman
Tuhan) yang menjungkirba-likkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan
(angin keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapatkan
seorang penolong pun bagi kamu; atau apakah kamu merasa aman dari
dikembalikan-Nya kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kamu angin
topan dan ditenggelamkan-Nya kamu disebabkan kekafiranmu. Dan kamu tidak akan
mendapat seorang penolong pun dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami. (QS. Al
Isra', 17: 66-69)
Seseorang mungkin tidak pernah mengalami bencana seperti itu, namun dia seharusnya ingat bahwa pada suatu ketika seseorang mungkin mendapati hidup dilucuti hingga ke dasar-dasarnya. Karena itu, manusia seharusnya selalu menyibukkan diri dengan mengingat Allah karena "kekuatan seluruhnya adalah milik Allah." (QS. Al Baqarah, 2: 165) Di lain pihak, begitu malapetaka menyerang, seseorang mungkin tidak mempunyai kesempatan untuk mengubah kelakuannya yang tidak bersyukur kepada Allah dan bertobat kepada-Nya. Kematian dapat datang sangat seketika:Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan dekatnya kebiasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al Quran itu? (QS. Al A'raaf, 7: 185)Dengan Kasih Sayang AllahMaka masing-masing Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al Ankabuut, 29: 40)Pembahasan sejauh ini dimaksudkan untuk mengingatkan mereka yang melupakan tujuan penciptaan mereka akan sebuah fakta penting: segala sesuatu di bumi diadakan oleh Allah, Sang Pencipta semesta alam materi. Dengan kata lain, keberadaan segala sesuatu adalah akibat dari kehendak Allah. Karenanya, tidak ada yang memiliki keberadaan terpisah dari Allah. Al Quran mengungkapkan kepada kita bahwa tidak ada yang berada di luar pengendalian Allah: "Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf, 12: 21)Namun begitu, sebagaimana Allah menjelaskan dalam bagian kedua ayat tersebut, kebanyakan manusia tidak menyadari hal ini. Mereka beranggapan, selama perjalanan hidup mereka, bahwa tidak ada kemalangan apa pun yang akan menimpa mereka, tidak pernah memikirkan bahwa mereka pun rentan terhadap bencana-bencana yang menghancurkan tersebut. Kita merasa bahwa "orang lain" mengalami peristiwa yang mengerikan itu dan "kita" akan selalu hidup dalam keselamatan. Berita tentang bencana, kecelakaan atau wabah tentu membuat kita bersimpati terhadap mereka yang tertimpa. Kita tentu merasakan kesedihan mereka; namun, begitu bencana menyusut di dalam ingatan, kita menjadi kurang peduli dan perilaku sedemikian terbukti menjadi minat yang berlalu bagi kita. Begitu kita membenamkan diri ke dalam arus kehidupan sehari-hari atau menghadapi berbagai masalah pribadi, kita segera mengembangkan rasa apati dan mengabaikan mereka yang telah mengalami bencana.Namun demikian, anggapan bahwa setiap hari dalam kehidupan seseorang akan senantiasa sama adalah keliru. Hal ini nyata dari peringatan Allah. Sudah tentu, mereka yang tertimpa bencana tidak mengetahui bahwa bahaya alam akan mencerai-beraikan kehidupan mereka. Mereka tentu saja mengawali hari itu sebagaimana biasa, berpikir bahwa hari itu akan sama dengan sebelumnya. Namun, ternyata sebaliknya yang terjadi. Kemungkinan besar, tidak pernah terpikir oleh mereka bahwa pada hari khusus itu akan terjadi perubahan drastis dalam kehidupan mereka, yang akan mengubah hidup mereka menjadi perjuangan berbahaya. Pada kesempatan sedemikian, hidup menyusut kepada kebenarannya yang paling sederhana. Tentu saja, beginilah Allah mengingatkan manusia bahwa rasa aman di dunia ini adalah palsu.Namun, kebanyakan manusia tidak memperhatikan hal ini. Mereka lupa bahwa hidup itu singkat dan sementara, dan mengabaikan bahwa mereka akan diadili di hadapan Allah. Pada keadaan lalai ini, mereka menghabiskan hidup mereka dengan mengejar keinginan sia-sia, bukannya hidup untuk ridha Allah.Dipandang dari poin ini, kesulitan adalah sebuah bentuk kasih sayang Allah. Allah menunjukkan sifat sebenarnya dari dunia ini dan mendorong manusia bersiap untuk kehidupan selanjutnya. Karena inilah, apa yang disebut sebagai kemalangan sebenarnya merupakan kesempatan yang ditawarkan oleh Allah. Berbagai kemalangan ini ditimpakan kepada manusia sehingga mereka dapat bertobat dan memperbaiki tingkah laku mereka. Pelajaran yang hendaknya diambil dari bencana-bencana tersebut disebutkan dalam sebuah ayat:Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? (QS. At-Taubah, 9: 126)
1.
National Geographic, July 1988, hal.29
2. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.8
3. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.8
4. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.64
5. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.18-19
6. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.64
7.The Guinness Book of Amazing Nature, hal.60
8. H.J. de Blij, M.H. Glantz, S.L. Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.105
2. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.8
3. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.8
4. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.64
5. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.18-19
6. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.64
7.The Guinness Book of Amazing Nature, hal.60
8. H.J. de Blij, M.H. Glantz, S.L. Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.105
Post a Comment