DISYARIATKAN MENJENGUK SETIAP ORANG SAKIT
DISYARIATKAN MENJENGUK SETIAP ORANG SAKIT
Dalam hadits-hadits yang menyuruh dan menggemarkan menjenguk orang sakit terdapat indikasi yang menunjukkan disyariatkannya menjenguk setiap orang yang sakit, baik sakitnya berat maupun ringan.
Imam Baihaqi dan Thabrani secara marfu' meriwayatkan:
"Tiga macam penderita penyakit yang tidak harus dijenguk yaitu sakit mata, sakit bisul, dan sakit gigi."
Mengenai hadits ini, Imam Baihaqi sendiri membenarkan bahwa riwayat ini mauquf pada Yahya bin Abi Katsir. Berarti riwayat hadits ini tidak marfu' sampai Nabi saw., dan tidak ada yang dapat dijadikan hujjah melainkan yang beliau sabdakan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Mengenai menjenguk orang yang sakit mata terdapat hadits khusus yang membicarakannya, yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia berkata:
"Rasulullah saw. menjenguk saya karena saya sakit mata."12
Menjenguk orang sakit itu disyariatkan, baik ia terpelajar maupun awam, orang kota maupun orang desa, mengerti makna menjenguk orang sakit maupun tidak.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam "Kitab al-Mardha" dari kitab Shahih-nya, "Bab 'Iyadatul-A'rab," hadits Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw. pernah menjenguk seorang Arab Badui, lalu beliau bersabda, "Tidak apa-apa, suci insya Allah." Orang Arab Badui itu berkata, "Engkau katakan suci? Tidak, ini adalah penyakit panas yang luar biasa pada seorang tua, yang akan mengantarkannya ke kubur." Lalu Nabi saw. bersabda, "Oh ya, kalau begitu."13
Makna perkataan Nabi saw., "Tidak apa-apa, suci insya Allah," itu adalah bahwa beliau mengharapkan lenyapnya penyakit dan kepedihan dari orang Arab Badui itu, sebagaimana beliau mengharapkan penyakitnya akan menyucikannya dari dosa-dosanya dan menghapuskan kesalahan-kesalahannya. Jika ia sembuh, maka ia mendapatkan dua macam faedah; dan jika tidak sembuh, maka dia mendapatkan keuntungan dengan dihapuskannya dosa dan kesalahannya.
Tetapi orang Badui itu sangat kasar tabiatnya, dia menolak harapan dan doa Nabi saw., lalu Nabi mentolerirnya dengan menuruti jalan pikirannya seraya mengatakan, "Oh ya, kalau begitu." Artinya, jika kamu tidak mau, ya baiklah, terserah anggapanmu.
Disebutkan juga dalam Fathul-Bari bahwa ad-Daulabi dalam al-Kuna dan Ibnu Sakan dalam ash-Shahabah meriwayatkan kisah orang Badui itu, dan dalam riwayat tersebut disebutkan: Lalu Nabi saw. bersabda, "Apa yang telah diputuskan Allah pasti terjadi." Kemudian orang Badui itu meninggal dunia.
Diriwayatkan dari al-Mahlab bahwa ia berkata, "Pengertian hadits ini adalah bahwa tidak ada kekurangannya bagi pemimpin menjenguk rakyatnya yang sakit, meskipun dia seorang Badui yang kasar tabiatnya; juga tidak ada kekurangannya bagi orang yang mengerti menjenguk orang bodoh yang sakit untuk mengajarinya dan mengingatkannya akan hal-hal yang bermanfaat baginya, menyuruhnya bersabar agar tidak menggerutu kepada Allah yang dapat menyebabkan Allah benci kepadanya, menghiburnya untuk mengurangi penderitaannya, memberinya harapan akan kesembuhan penyakitnya, dan lain-lain hal untuk menenangkan hatinya dan hati keluarganya.
Diantara faedah lain hadits itu ialah bahwa seharusnya orang yang sakit itu menerima nasihat orang lain dan menjawabnya dengan jawaban yang baik."14
Menjenguk orang sakit bukan berarti semata-mata membesarkan penderita, tetapi hal itu juga merupakan tindakan dan perbuatan baik kepada keluarganya. Oleh karena itu, tidak apalah menjenguk anak kecil yang belum mumayyiz (belum bisa membedakan antara satu hal dengan lainnya) yang jatuh sakit, karena yang demikian itu akan menyenangkan hati keluarganya dan menyebabkannya terhibur. Demikian pula dengan menjenguk orang sakit yang tidak sadarkan diri, karena menjenguknya itu dapat menyenangkan hati keluarganya dan meringankan beban mentalnya. Kadang-kadang setelah yang sakit itu sadar dan diberi kesembuhan oleh Allah, maka keluarganya dapat menceritakan kepadanya siapa saja yang datang menjenguknya ketika ia tidak sadar, dan dengan informasi itu dia merasa senang.
Didalam kitab Shahih al-Bukhari, "Bab 'Iyadatush-Shibyan," disebutkan hadits Usamah bin Zaid r.a. bahwa putri Nabi saw. mengirim utusan kepada beliau --pada waktu itu Usamah sedang bersama Nabi saw., Sa'ad, dan Ubai-- untuk menyampaikan pesan yang isinya: "Saya kira anak perempuan saya sudah hampir meninggal dunia, oleh karena itu hendaklah Ayahanda datang kepada kami --dalam satu riwayat menggunakan kata-kata: hendaklah Ayahanda datang kepadanya." Lalu beliau mengirim utusan kepada putri beliau untuk menyampaikan salam dan pesan yang isinya: "Sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang diambil-Nya dan apa yang diberikan-Nya, dan segala sesuatu bergantung pada ajal yang telah ditentukan di sisiNya, karena itu hendaklah ia rela dan sabar." Lalu putrinya itu mengirim utusan lagi sambil bersumpah agar Rasulullah saw. datang kepadanya. Lalu pergilah Nabi saw. bersama kami ... Kemudian dibawalah anak yang sakit itu ke pangkuan Rasulullah saw. dengan nafas yang tersendat-sendat. Maka meneteslah air mata beliau. Lalu Sa'ad bertanya, "Apakah ini, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab:
"Ini adalah rahmat yang diletakkan Allah di dalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Dan Allah tidak memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya kecuali yang penyayang."15
Diriwayatkan juga dalam Shahih al-Bukhari, "Bab 'Iyadatil Mughma 'alaihi," hadits Jabir bin Abdullah r.a., ia berkata, "Saya pernah jatuh sakit, lalu Rasulullah saw. menjenguk saya bersama Abu Bakar dengan berjalan kaki. Lalu beliau berdua mendapati saya dalam keadaan tidak sadar, lantas Nabi saw. berwudhu, kemudian menuangkan bekas air wudhunya kepada saya, kemudian saya sadar, ternyata beliau adalah Nabi saw., lalu saya bertanya, "Wahai Rasulullah, apa yang harus saya lakukan terhadap harta saya? Bagaimana saya memperlakukan harta saya? Maka beliau tidak menjawab sedikit pun sehingga turun ayat tentang waris."16
Ibnul Munir berkata, "Faedah terjemah --maksudnya pemberian judul bab-- ialah agar tidak dipahami bahwa menjenguk orang yang tidak sadar itu gugur (tidak perlu) karena yang bersangkutan tidak mengetahui orang yang menjenguknya." Al-Hafizh berkata, "Disyariatkannya menjenguk orang sakit tidak semata-mata bergantung pada tahunya si sakit kepada orang yang menjenguknya, karena menjenguk orang sakit itu dapat juga menghibur hati keluarganya, dan diharapkannya berkah doa orang yang menjenguk, usapan dan belaian tangannya ke tubuh si sakit, tiupannya ketika memohon perlindungan, dan lain-lainnya."17
Post a Comment