Management Hati
Management Hati
Hubungan
hati dengan organ-organ tubuh lainnya, laksana raja yang bertahta diatas
singgasana yang dikelilingi para punggawanya. Seluruh anggota punggawa bergerak
atas perintahnya. Dengan kata lain, bahwa hati itu adalah pengendali dan sekaligus
sebagai pemberi komando terdepan yang setiap anggota tubuh berada di bawah
kekuasaannya. Di hati inilah anggota badan lainnya mengambil keteladanannya,
baik dalam ketaatan atau penyimpangan. Organ-organ tubuh lainnya selalu
mengikuti dan patuh dalam setiap keputusan.
Nabi
saw bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada
segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan
tetapi bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa
sesungguhnya segumpal daging itu adalah hati."[HR. Bukhari-Muslim].
Pengelompokan Hati Manusia
Hati
manusia terbagi menjadi tiga klasifikasi: Qalbun Shahih (hati yang
suci), Qalbun Mayyit (hati yang mati), dan Qalbun Maridl (hati
yang sakit).
Pertama,
Qalbun Shahih
yaitu
hati yang sehat dan bersih (hati yang sehat) dari setiap nafsu yang menentang
perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi
keutamaan-Nya. Sehingga ia selamat dari pengabdian kepada selain Allah, dan
mencari penyelesaian hukum pada selain rasul-Nya. Karenanya, hati ini murni
pengabdiannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik pengabdian secara iradat
(kehendak), mahabbah (cinta), tawakkal (berserah diri), takut
atas siksa-Nya dan mengharapkan karunia-Nya. Bahkan seluruh aktivitasnya hanya
untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Jika mencintai maka cintanya itu karena
Allah, dan jika membenci maka kebenciannya itupun karena Allah, jika memberi
atau bersedekah, hal itu karena-Nya dan jika tidak memberi, juga karena Allah.
Dan tidak hanya itu saja, tapi diiringi dengan kepatuhan hati dan bertahkim
kepada syari'at-Nya. ia mempunyai landasan yang kuat dan prinsip tersendiri
dalam menjadikan Muhammad saw sebagai suri tauladan dalam segala hal. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman janganlah
kamu mendahului Allah dan rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."[QS. Al-Hujurat:1].
Ciri-ciri Qalbun Shahih
1. Apabila
hati pergi meninggalkan dunia menuju dan berdomisili di alam akhirat, sehingga
seakan ia termasuk penduduknya. Ia datang ke dunia fana ini bagaikan seorang
asing yang kebetulan singgah sebentar sebelum meneruskan perjalanan menuju alam
akhirat. Sebagaimana telah diwasiatkan Nabi saw kepada Abdullah bin Umar :
"Jadikanlah dirimu di dunia ini seakan-akan kamu orang asing atau orang
yang sedang menyeberangi suatu jalan." [HR. Bukhari].
2. Jika ia
tertinggal wirid, atau sesuatu bentuk peribatan lainnya, maka ia merasakan
sakit yang tiada terperi ,melebihi sakitnya orang yang tamak dan kikir saat
kehilangan barang kesayangannya.
3. Ia
senantiasa rindu untuk dapat mengabdikan diri di jalan Allah, melebihi
keinginan orang yang lapar kepada makanan dan minuman. Yahya bin Mu'adz
berkata: "Barangsiapa yang merasa berkhidmat kepada Allah, maka segala
sesuatupun akan senang berkhidmat kepadanya, dan barang siapa tentram dan puas
dengan Allah maka orang lain tentram pula ketika melihat dirinya.
4. Apabila
tujuan hidupnya hanya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
5. Bila
sedang melakukan sholat, maka sirnalah semua kegundahannya dan kesusahan kaena
urusan dunia. Sebab di dalam sholat telah ia temukan kenikmatan dan kesejukan
jiwa yang suci.
6. Sangat
menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakanya, melebihi rasa kekhawatiran orang
bakhil dalam menjaga hartanya.
7. Tidak
pernah terputus dan futur (malas) untuk mengingat Allah Idan berdzikir
kepada-Nya.
8. Lebih
mengutamakan pada pencapaian kualitas dari suatu amal perbuatan daripada
kuantitas. ia lebih condong pada keikhlasan dalam beramal, mengikuti petunjuk
syari'at rasulullah saw di samping ia selalu merenungi segala bentuk karunia
yang diberikan Allah kepadanya, dan mengakui tentang kelalaian dan
keteledorannya dalam memenuhi hak-hak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kedua,
Qalbun Mayyit
Qalbun
Mayyit (hati yang mati) adalah kebalikan dari hati yang sehat, hati yang mati
tidak pernah mengenal Tuhannya, tidak mencintai atau ridha kepada-Nya. dan ia
berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan memperturutkan keinginan hawa
nafsunya, walaupun hal ini menjadikan Allah Subhanahu wa Ta'ala marah dan murka
akan perbuatannya. Ia tidak peduli lagi apakah Allah ridha atau murka terhadap
apa yang dikerjakannya, sebab ia memang telah mengabdi kepada selain Allah.
Jika mencintai didasarkan atas hawa nafsu, begitu pula dengan membenci,
memberi. Hawa nafsu lebih didewa-dewakan daripada rasa cinta kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
Hati
jenis ini adalah hati yang jika diseru kepada jalan Allah, maka seruan itu
tidaklah berfaedah sedikitpun, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menutup
hati mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: " Dan diantara mereka
ada orang yang mendengar (bacaanmu), padahal kami telah meletakkan tutup di
atas hati mereka sehingga mereka tidak memahaminya) dan kami letakkan sumbatan
di telinganya dan jikalaupun mereka melihat segala tanda kebenaran mereka tetap
tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk
membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah
dongengan orang-orang dahulu'."[QS. Al-An'am:25].
Ayat
ini menunjukkan, bahwa ada manusia yang tidak mempergunakan hatinya untuk
memahami ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tidak mempergunakan
telinganya untuk mendengar perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Juga
tidak mau melihat kebenaran yang telah disampaikan. Seperti difirmankan oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala: "(Mereka berkata:) Hati kami tertutup dari
ajakan yang kamu serukan kepada kami, dalam telinga kami ada sumbatan, dan
diantara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami
bekerja pula."[QS. Fushilat:5].
Allah
Subhanahu wa Ta'ala akan membiarkan mereka dalam kegelapan dan mereka
sedikitpun tidak akan mendapatkan cahaya iman. "Perumpamaan mereka
adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya. Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka. Dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat, mereka tuli, bisu dan
buta, maka mereka tidaklah kembali kepada jalan yang benar.” [Al-Baqarah:17-18].
Ketiga,
Qalbun Maridl
Qalbun
Maridl (hati yang sakit) adalah hati yang sebenarnya memiliki kehidupan, namun
di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit berupa kejahilan. Hati yang sedang
di cekam sakit akan mudah menjadi parah apabila tidak diobati dengan hikmah dan
maud'izah. Seperti difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Agar
Dia menjadikan apa yang dimasukkan setan, sebagai cobaan bagi orang-orang yang
di dalam hatinya ada penyakit dan yang keras hatinya."[QS. Al-Hajj:53].
Karena
sesungguhnya apa yang disisipkan oleh setan kedalam hati manusia itu, akan
membuat sesuatu menjadi syubhat (sesuatu yang meragukan), seperti penyakit ragu
dan sesat. Begitu hati menjadi lemah karena penyakit yang diidap, maka setanpun
mudah merasuk kedalam hati lalu menghidupkan fitnah dalam hati tersebut. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang
munafiq, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang
menyebarkan kabar bohong di madinah (dari menyakitimu) niscaya kami perintahkan
kamu (untuk memerangi) mereka. Kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di
madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar."[Al-Ahzab:60].
Namun
demikian hati orang-orang yang seperti itu belumlah mati sebagaimana hati
orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, akan tetapi bukan pula hati sehat,
seperti sehatnya hati orang-orang yang beriman. Sebab di dalam hati mereka
terdapat penyakit syubhat dan syahwat. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala: "Sehingga berkeinginanlah orang-orang yang ada penyakit di
dalam hatinya."[QS. Al-Ahzab:32].
Ciri-ciri Qalbun Maridl
Boleh
jadi hati manusia sedang sakit , bahkan tanpa disadari. Lebih tragis bahwa
hatinya sebenarnya mati, namun si empunya tidak menyadari.
Tanda-tanda
spesifik hati yang sedang sakit atau mati adalah jika ia tidak merasa sakit dan
pedih oleh goresan-goresan pisau kemaksiatan, Hal itu disebabkan karena hatinya
telah rancu dan teracuni, sehingga tidak dapat lagi membedakan antara nilai
kebenaran dan aqidahnya yang batil. Hal ini seperti ditafsirkan oleh Mujahid
dan Qatadah tentang firman Allah yang berbunyi: "Fi Qulubihim Maradhun"[QS.Al-Baqarah:10].
artinya: "Dalam hati mereka terdapat penyakit." “Ayat ini
menunjukkan adanya keraguan yang tumbuh dalam hati manusia tentang kebenaran.”
Bahkan ia melihat kebenaran bagai sesuatu yang sangat bertentangan dengan
kehendaknya. Kebenaran itu dilihat dari sisi lain yang terasa merugikan
dirinya. sehingga dalam kondisi seperti ini ia lebih menyukai kebatilan dan kemudharatan.
Faktor-faktor penyebab sakitnya hati
Penyebab
timbulnya penyakit di hati adalah dikarenakan banyaknya fitnah yang selalu
dibidikkan pada hati. Fitnah-fitnah tersebut dapat berupa: fitnah syahwat,
dimana reaksinya amat keras sampai dapat merancukan niat dan iradat
(kehendak) seseorang. Dan yang lain adalah fitnah syubhat (keragu-raguan)
yang menyebabkan kacaunya persepsi dan i’tiqad (keyakinan).
Racun Hati
Setiap
kemaksiatan adalah racun dan yang merupakan penyakit dan perusak kesucian hati.
Dan racun-racun hati yang paling banyak ditemukan dan reaksinya cukup keras
bagi kelangsungan hidup hati ada empat macam yaitu:
1. Berlebihan dalam berbicara
Banyak
berbicara adalah salah satu faktor yang menyebabkan hati menjadi keras,
sebagaimana sabda rasulullah saw :”Janganlah memperbanyak kata (bicara)
selain dzikrullah, karena banyak bicara selain dzikrullah menjadikan hati
keras. Dan orang yang terjauh dari Allah adalah yang berhati keras.”[HR.
Tirmidzi dari Ibnu Umar]. kemudian juga dengan banyak berbicara terkadang
membuat seseorang mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan dan tanpa
dipertimbangkan sebelumnya, sehingga melahirkan kerugian dan penyesalan. Umar
bin Kahttab ra pernah berkata: “Barang siapa yang banyak bicaranya, maka
banyak kesalahannya, sehingga nerakalah sebaik-baik tempat bagi mereka.” Hal
ini ditegas juga dalam sebuah hadits , bahwa rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya
seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang
menyebabkan ia tergelincir kedalam neraka lebih jauh antara timur dan barat.” [muttafaq
‘alaihi, dari Abu Hurairah t]
2. Berlebihan dalam memandang sesuatu
Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kepada setiap mukmin dan mukminah untuk
menundukkan pandangannya yang demikian itu lebih suci bagi hati-hati mereka.
Dan juga mereka akan merasakan manisnya iman, sebagaimana sabda rasulullah saw
: “Barangsiapa yang menahan pandangannya karena Allah, maka dia akan
diberikan oleh Allah rasa manisnya iman yang ia rasakan dalam hatinya, sampai
dimana ia manghadap kepada-Nya.” [HR. Ahmad]. Sekarang bagaimana
jika perintah itu dilanggar, maka jelas akan menyebabkan fitnah bagi hati
pelakunya. yaitu, rusaknya kesucian hati itu sendiri oleh angan-angan dan
keindahan semu yang dibisikkan setan, lupa terhadap hal yang menjadi
kemaslahatan. Lalu ia berbuat melampaui batas sehingga hilanglah akal sehatnya
dan menyebabkan ia menjadi pengabdi hawa nafsu. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:”Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan
dari mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melampaui batas.”[QS. Al-Kahfi:28].
3. Berlebihan dalam makan
Sedikit
makan dapat melunakkan hati, menajamkan otak, merendahkan nafsu birahi dan
melemahkan nafsu amarah. Sedangkan bila banyak makan, bahkan sampai kekenyangan
akan berakibat sebaliknya.
Dari
Miqdam bin Ma’di Karib dia berkata, bahwa ia mendengar rasulullah saw bersabda:
“Anak adam tidak memenuhi wadah yang lebih buruk, daripada ia memenuhi
perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap saja untuk menguatkan tulang rusuknya.
Jika memang tidak memungkinkan, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk
minum, dan sepertiga untuk nafasnya.”[HR. Ahmad dan Tirmidzi].
Alangkah
banyak kemaksiatan yang tersulut akibat makan yang berlebihan dan menghalangi
ketaatan manusia kepada Sang Khalik. Karenanya siapa yang mampu menjaga
perutnya dari sifat serakah, maka ia benar-benar membuktikan bahwa dirinya
mampu menjaga diri dari keburukan yang lebih fatal lagi.
Ibrahim
bin Adham berkata:”Barangsiapa mampu mengendalikan perutnya, maka ia mampu pula
mengendalikan agamanya, dan barang siapa yang mampu menguasai rasa lapar (tidak
makan berlebihan) maka ia dapat menguasai akhlak-akhlak yang baik, sebab
maksiat kepada Allah itu jauh dari orang-orang yang lapar (yang mampu syahwat
perutnya).”
4. Berlebihan dalam bergaul
Betapa
tragis suatu pergaulan yang dapat merampas kenikmatan yang telah ada, karenanya
timbul benih-benih permusuhan dan kebencian yang terpendam sehingga menyesakkan
rongga-rongga dada. Namun rasa itu sulit dihindari terutama oleh hati yang
sudah terluka. Demikian juga berlebih-lebihan dalam pergaulan dapat
mendatangkan kerugian di dunia dan akhirat. Seyogyanya bagi seorang hamba dapat
mengambil hikmah dari setiap pergaulan. usahakanlah untuk bersikap bijak dan
dapat menempatkan diri dalam menghadapi berbagai karakter teman sepergaulan.
Dimana karakter-karakter tersebut ada empat golongan:
-
Terhadap orang yang jika kita membutuhkan bergaul dengannya, laksana kebutuhan
kita terhadap makanan, kita tidak dapat lepas darinya dalam sehari semalam.
Mereka itu adalah Para Ulama yang memiliki cakrawala pengetahuan yang
luas tentang ilmu Agama, mengetaui tipu daya setan dan segala macam bentuk
penyakit hati.
-
Terhadap orang yang jika kita bergaul dengannya seperti kebutuhan kita akan
obat, Kita mengharapkannya dikala kita sedang sakit saja, tetapi bila badan
kembali sehat maka mereka tidak kita butuhkan lagi. mereka ini adalah dari
orang yang kehadirannya kita nantikan berkaitan dengan masalah kemaslahatan hidup
dan kehidupan, seperti untuk saling bekerjasama atau sebagai mitra kerja dalam
berniaga, bertani, bermusyawarah dan masalah-masalah lain dalam hal muamalah.
-
Terhadap orang yang jika kita bergaul dengannya, tidak ubahnya seperti
penyakit. Golongan ini terbagi menjadi beberapa jenis dan tingkatan, bergantung
pada intesitasnya terhadap jiwa kita. Diantara mereka adalah yang bersifat
individualis dan egoistis. Jika bergaul dengannya hendaklah kita waspada dan
berlaku bijak dalam menghadapinya. Hal ini bukan berarti kita harus menghindar
dan tidak mau bergaul dengannya, tetapi jagalah jangan sampai diri kita terbawa
oleh pengaruh kepribadiannya, karena akan merugikan kita dalam hal agama dan
dunia. oleh karena itu sebaiknya orang-orang yang masuk dalam tipe ini
hendaklah dujauhi jika ingin selamat agama dan dunia kita.
-
Terhadap orang yang bila kita bergaul dengannya akan membawa kefatalan, sebab
ia laksana ular berbisa. Andaikan kita sampai terkena patuknya, kemudian kita
berhasil menemukan penawarnya maka selamatlah kita, tetapi jika tidak, inilah
bencana bagi kita. Golongan ini banyak berkeliaran di sekitar kita. Mereka
adalah Ahli bid’ah yang sesat dan menyesatkan, menyimpang dari sunnah
rasulullah saw. Mereka pandai membolak-balikkan fakta, sunnah mereka jadikan
bid’ah dan bid’ah mereka jadikan sunnah. Bagi orang yang berakal tidak layak
untuk bergaul ataupun duduk-duduk bersama mereka. Jika itu tetap dilakukan maka
akan sakitlah hati bahkan bisa menyebabkan hatinya menjadi mati.
Kiat Menjadikan Hati Tetap Hidup
Ketahuilah,
bahwa hati yang hidup (hati yang sehat) hanya akan diperoleh dengan ilmu dan ikhtiar
(usaha). Adapun usaha tersebut yang bisa dilakukan untuk menjadikan hati
tetap hidup adalah:
1. Dzikrullah dan Tilawatil Qur'an.
Dengan
senantiasa dzikrullah (menyebut dan mengingat Allah) bagi seorang hamba
manfaatnya sangatlah besar. Sebagaimana Dia berfirman: "Ingatlah, bahwa
hanya dengan selalu mengingat Allah, hati menjadi tentram."[QS.
Ar-Ra'du:28]. Al-Imam Syamsuddin Ibnul Qoyyim berkata: ”Sesungguhnya dzikir
adalah makanan pokok bagi hati dan ruh, apabila hamba Allah gersang dari
siraman dzikir, maka jadilah ia bagaikan tubuh yang terhalang untuk memperoleh
makanan pokoknya."Dan Imam Hasan Al-Bashri berkata:"Lunakkanlah
hatimu itu dengan berdzikir".
Kendatipun
dzikrullah adalah salah satu bentuk ibadah yang termudah dan ringan,
akan tetapi pahala dan keutamaan yang didapatkan melebihi amalan-amalan
lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ”Sesungguhnya mengingat-ingat
Allah adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadat yang lain)."[Qs.
Al-Ankabut:45].
Sebaik-baik
dzikir adalah membaca Al-Qur'an, karena Al-Qur'an mengandung berbagai khasiat
penyembuh hati dari semua penyakit kegundahan. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman; "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."[QS. Yunus:57].
2. Beristighfar
Hakikat
istighfar adalah untuk memohon maghfirah (ampunan), dan batasan
maghfirah adalah penjagaan dari keburukan yang diakibatkan dari dosa-dosa. Dan
barangsiapa yang meminta ampun kepada-Nya selama memenuhi syaratnya pasti Allah
Subhanahu wa Ta'ala memberikan ampunan. Firman-Nya: "Dan barangsiapa
yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia meminta ampun
kepada Allah niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."[QS.
An-Nisa’:110].
Hendaklah
seseorang itu memperbanyak istighfar kepada-Nya dimanapun berada, sebab
seseorang itu tidak tahu dimana tempat maghfirah Tuhannya turun.
sebagaimana rasulullah saw bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya aku
selalu mohon ampunan kepada Allah sehari semalam lebih dari tuju puluh kali."
[HR. Bukhari].
‘Aisyah
berkata: "Beruntunglah orang yang mendapat dalam buku catatan amal
perbuatannya memuat istighfar yang banyak." Qatadah
berkata:"Sesunggunhya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepadamu tentang
penyakitmu dan obat penangkalnya. Adapun penyakitmu adalah dosa-dosa, sedangkan
obatnya adalah istighfar."
3. Do'a
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku niscaya Aku
perkenankan bagimu. "[QS. Al-mukmin:60].
Dalam
ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada kita agar berdo'a
kepada-Nya dan Dia akan memenuhi permohonan hamba-Nya. berkenaan dengan ini
rasulullah saw bersabda: "Tidaklah seorang Muslim pun berdo'a dengan
do'a yang di dalamnya tidak berisi dosa dan pemutus tali silaturahmi melainkan
Allah memberikan kepadanya salah satu dari tiga perkara: Allah akan menyegerakan
permohonannya itu (diperoleh di dunia) atau Allah akan menyimpannya untuknya di
akhirat kelak, atau Dia memalingkan darinya keburukan yang setimpal dengan
do'anya itu."[HR. Ahmad, hadits shahih]. Dalam ayat yang sama
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:" Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku (tidak mau berdo'a kepada-Ku) akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan terhina."[QS. Al-mukmin:60].
Orang-orang yang tidak mau berdo'a kepada-Nya maka mereka yang dikatakan Allah
Subhanahu wa Ta'ala adalah termasuk orang yang sombong, dan mereka mendapatkan
murka dari-Nya. sebagaimana rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang
tidak mau meminta (memohon kepada Allah), maka Allah murka terhadap-Nya."
[HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah].
4. Bershalawat kepada Nabi saw
Allah
Subhanahu wa Ta'ala bershalawat (menyebut dan memuji di hadapan para malaikat)
sepuluh kali, bagi orang bershalawat kepada rasul-Nya (sekali). Sebagaimana
sabda beliau saw : ”Barang siapa yang bershalawat untukku satu kali. Maka
Allah akan bershalawat sepuluh kali lipat."[HR. Muslim]. Karena
yang demikian itu, setiap satu kebaikan nilainya akan dilipat gandakan sepuluh
kalinya, dan bershalawat untuk Nabi saw termasuk kebaikan yang tinggi.
5. Qiyamullail
Jika
seseorang tetap melakukan shalat malam, maka wajahnya akan bercahaya dan dia
juga akan merasakan kenikmatan beribadah dalam hatinya, sebagaimana yang
dituturkan oleh para Ulama Salaf berikut ini:
Abu
Sulaiman berkata: “Malam hari bagi orang yang sering beribadat di dalamnya,
itu lebih nikmat daripada permainan bagi mereka yang suka hidup
bersantai-santai. Seandainya tanpa malam aku tak suka hidup di dunia ini.”Ibnul
Mukandir: ”Bagiku kelezatan dunia ini hanya ada pada tiga perkara,
qiyamullail, bersilaturahmi dengan ikhwan dan shalat berjama’ah.”
Post a Comment