Mereka yang Bersegera bagi Surga
Mereka yang Bersegera bagi Surga
Dalam Al Quran, orang-orang yang beriman diberikan kabar
gembira mengenai ganjaran dan kebahagiaan abadi. Namun, apa yang umumnya
diabaikan adalah fakta bahwa kebahagiaan dan kesenangan abadi ini dimulai
semenjak kita masih ada di kehidupan sekarang ini. Ini karena, di dunia ini
juga, orang-orang beriman tidak dicabut dari kemurahan hati dan kasih sayang
Allah.
Dalam Al Quran, Allah menyatakan bahwa orang mukmin
sebenarnya yang menyibukkan diri dengan amal kebajikan di dunia ini akan
memperoleh tempat tinggal yang amat baik di Akhirat:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS.
An-Nahl, 16: 97)
Sebagai ganjaran dan sumber kebahagiaan, di dunia ini Allah
melimpahkan banyak kemurahan dan juga rezeki yang tak terduga-duga dalam
kehidupan yang menyenangkan secara pribadi dan masyarakat kepada
hamba-hamba-Nya yang sejati. Inilah hukum Allah yang kekal. Karena kekayaan,
kemegahan, dan keindahan merupakan ciri-ciri asasi dari surga, Allah juga
membuka kekayaan-Nya kepada orang-orang mukmin yang tulus di dunia ini. Ini
tentu saja awal dari kehidupan yang menyenangkan dan terhormat tanpa akhir.
Berbagai tempat dan perhiasan yang indah di dunia ini
hanyalah gaung dari yang sebenarnya di surga. Keberadaan mereka membuat orang
mukmin sejati memikirkan surga dan merasa kerinduan yang makin dalam kepadanya.
Sementara itu, sepanjang hidupnya, sangat mungkin seorang mukmin menderita
kesulitan dan kesedihan; namun, mukmin sejati meletakkan kepercayaannya kepada
Allah dan dengan sabar menanggung penderitaan apa pun yang menimpa. Lebih dari
itu, karena menyadari bahwa ini merupakan jalan untuk memperoleh kesenangan
yang baik dari Allah, sikap sedemikian memberikan kelegaan khusus dalam
hatinya.
Pribadi mukmin adalah seorang yang terus-menerus menyadari
keberadaan penciptanya. Dia tunduk akan semua perintah-Nya dan berhati-hati
menjalani kehidupan sebagaimana diuraikan dalam Al Quran. Dia memiliki dugaan
dan harapan yang realistis bagi kehidupannya setelah kematian. Karena seorang
mukmin meletakkan kepercayaannya kepada penciptanya, Allah meringankan semua
kesengsaraan dan penderitaan dari hatinya.
Yang lebih penting lagi, seorang mukmin setiap saatnya
merasakan tuntunan dan dukungan dari penciptanya. Ini merupakan kedamaian hati
dan pikiran yang berasal dari kesadaran bahwa Allah bersamanya setiap kali dia
berdoa, menyibukkan diri dengan amal-amal kebaikan, atau melakukan sesuatu —
penting atau tidak berarti — semata untuk memperoleh keridhaan-Nya.
Ini sudah tentu merupakan sebuah perasaan aman yang
mengilhami hati seorang mukmin yang memahami bahwa "Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah." (QS. Ar-Ra'd, 14:
11), dan bahwa dia akan memperoleh kemenangan dalam perjuangannya dengan nama
Allah, dan bahwa dia akan menerima kabar baik mengenai ganjaran abadi: surga.
Maka, mukmin sejati tidak pernah takut atau bersedih, sesuai dengan ilham Allah
kepada para malaikat "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan
orang-orang yang telah beriman" (QS. Al Anfaal, 8: 12)
Orang mukmin adalah mereka yang berkata "Tuhan kami
ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (QS. Fushshilat,
41: 30). Juga "bagi mereka para malaikat turun" dan kepada siapa para
malaikat berkata, "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu"
(QS. Fusshhilat, 4: 30). Orang mukmin juga menyadari bahwa pencipta mereka
"tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar
kesanggupannya" (QS. Al A'raaf, 7: 42). Mereka sangat menyadari bahwa
"Allah lah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." (QS. Al Qamar,
54: 49). Jadi, merekalah yang berkata, "Sekali-kali tidak akan menimpa
kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung
kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal"
(QS. At-Taubah, 9: 51) dan meletakkan kepercayaannya kepada Allah. "Tidak
ada kerugian bagi mereka" karena "Cukuplah Allah menjadi Penolong
kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung" (QS. Ali Imran, 3: 173-174).
Namun, karena dunia merupakan tempat untuk menguji semua manusia, orang mukmin
perlu dihadapkan pada beberapa kesulitan. Kelaparan, kehausan, kehilangan
harta, penyakit, kecelakaan, dan sebagainya mungkin menimpa mereka kapan pun
juga. Kemiskinan, juga bentuk-bentuk kesulitan atau kemalangan lainnya mungkin
pula menimpa mereka. Bentuk ujian yang mungkin dilalui seorang mukmin
diterangkan sebagai berikut dalam Al Quran:
Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena
kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula)
mereka berduka cita. (QS. Az-Zumar, 39: 61)
Orang-orang mukmin menyadari bahwa masa-masa sulit
diciptakan secara khusus dan bahwa kewajiban mereka adalah menanggapinya dengan
kesabaran dan istiqamah. Lebih jauh lagi, ini merupakan kesempatan besar untuk
menunjukkan tekad dan komitmen terhadap Allah dan suatu jalan untuk memperoleh
kedewasaan diri dalam pandangan-Nya. Maka, seorang mukmin menjadi lebih
bahagia, gembira dan lebih tekun pada kesempatan seperti itu.
Namun, perilaku mereka yang tidak beriman sama sekali
berbeda. Saat-saat sulit membuat mereka jatuh dalam keputusasaan. Di samping
penderitaan fisik, seorang yang tak beriman juga menanggung penderitaan mental
yang berat.
Ketakutan, kehilangan harapan, pesimisme, kesedihan,
kecemasan, dan gejolak yang merupakan ciri pembawaan dari orang yang tidak
beriman di dunia tak lain hanya bentuk kecil dari kepedihan sebenarnya yang
akan mereka tanggung di akhirat. "menjadikan dadanya sesak lagi sempit,
seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman." (QS. Al An'aam, 6: 125)
Di lain pihak, orang mukmin sejati yang mencari pengampunan
dan bertobat kepada Allah menerima kemurahan dan kasih sayang Allah di dunia
ini sebagaimana dituturkan ayat berikut:
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat
kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan demikian), niscaya Dia akan memberi
kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah
ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan
(balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu
akan ditimpa siksa hari kiamat. (QS. Huud, 11: 3)
Pada ayat lain, kehidupan orang-orang mukmin diuraikan
sebagai berikut:
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah
yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "kebaikan".
Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat yang baik. Dan sesungguhnya
kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang
bertakwa. (QS. An-Nahl, 16: 30-31)
Hari akhirat jelas lebih utama dan lebih baik daripada dunia
ini. Dibandingkan dengan hari akhir, dunia ini tak lain hanyalah sarana dan
merupakan tempat yang tak berharga sama sekali. Maka, jika seseorang ingin
mencari tujuan untuk dirinya, tujuan itu haruslah surga di akhirat. Seharusnya
juga diingat bahwa mereka yang mencari surga menerima kebajikan dari
Penciptanya di dunia ini juga. Tetapi mereka yang mencari kehidupan dunia ini
dan mendurhaka terhadap Allah seringkali tak mendapatkan apa-apa yang berharga
darinya dan kemudian kediaman mereka pada kehidupan selanjutnya adalah neraka.
Post a Comment