Al-Quran, Menentukan Jalan Hidup Manusia
POSISI AL-QURAN
Al-Quran, Menentukan Jalan Hidup
Manusia
Setelah
tiga premis di atas jelas, maka harus diketahui pula bahwa Al-Quran - di sampinq
memperhatikan tiga premis tersebut, yaitu manusia mempunyai tujuan yang harus
dicapainya dalam perjalanan hidupnya dengan usaha dan perbuatannya, dan dia
tidak mungkin mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu kecuali dengan mengikuti
hukum-hukum dan tata cara tertentu serta keharusan mempelajari hukum-hukum dan
tata cata itu dari buku fitrah dan penciptaan, yakni ajatan Allah - juga
menentukan jalan hidup bagi manusia sebagai berikut:
AI-Quran
mendasarkan jalan itu pada keimanan akan keesaan-Nya sebagai dasar pertama
agama; Al-Quran menjadikan keimanan kepada akhirat dan Hari Kiamat, yaitu hari
ketika orang yang baik dibalas karena kebaikannya dan yang jahat dibalas karena
kejahatannya, sebagai dasar-kedua agama. Hal ini pada gilirannya membawa kepada
keimanan kepada kenabian, karena perbuatan-perbuatan bisa dibalas setelah si
pelakunya mengetahui ketaatan dan maksiat, yang baik dan yang buruk. Pengetahuan
ini tidak akan dapat diperoleh kecuali melalui wahyu dan kenabian - sebagaimana
akan kami rinci nanti. Al-Quran menjadikan keimanan kepada kenabian ini sebagai
dasar ketiga agama.
Al-Quran
memandang ketiga dasar ini: keimanan kepada keesaan Allah, kenabian dan akhirat
sebagai dasar-dasar agama Islam. Setelah itu, Al-Quran menjelaskan pokok-pokok
akhlak yang diridhai dan sifat-sifat baik yang sesuai dengan ketiga dasar
tersebut, dan setiap orang beriman harus menghiasi diri dengannya. Kemudian
AI-Quran menetapkan hukum-hukum perbuatan yang menjamin kebahagiaan hakiki
manusia dan menyuburkan akhlak yang utama dan faktor-faktor yang mengantarkannya
kepada akidah yang benar dan prinsip-prinsip pokok.
Tidak
logis bila kita beranggapan bahwa orang yang bergelimang dalam seks yang
diharamkan, mencuri, berkhianat dan curang, adalah suci. Begitu pula, tidak
logis bila kita beranggapan bahwa orang yang keterlaluan dalam mencintai harta,
mengumpulkan dan menyimpannya, dan tidak mau memenuhi hak-hak orang lain, adalah
suci. Tidak logis pula bila kita menganggap orang yang tidak menyembah Allah dan
mengingat-Nya siang dan malam, sebagai beriman kepada Allah dan Hari
Akhir.
Dengan
demikian, akhlak yang baik maujud kuena adanya perbuatan-perbuatan baik,
sebagaimana akhlak yang baik itu ada karena akidah yang benar.
Seseorang yang terbelenggu
kesombongan, kebanggaan dan kecintaan kepada diri sendiri, tidak mungkin
mempercayai Allah dan mengakui keagungan-Nya. Dan orang yang selama hidupnya
tidak mengetahui makna keadilan, keperwiraan dan welas-asih terhadap yang lemah,
tidak akan masuk ke dalam hatinya intan kepada Hari Kiamat, perhitungan dan
balasan di akhirat. Tentang hubungan antara akidah yang benar dengan akhlak yang
diridhai, Allah berfirntan:
"Kepada-Nyalah naik
perkataan-perkataan yang baik, dan amal yang baik dinaikkan-Nya. " (QS
85:10)
Dan
tentang hubungan antara akidah dengan perbuatan, Allah berfirman:
"Kemudian akibat orang-orang yang mengerjakan
kejahatan adalah azab yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayatayat Allah dan mereka selalu
memperolok-oloknya." (QS 90:10)
Kesimpulan dari pembicaraan di atas
adalah bahwa Al-Quran mwgandung sumber-sumber ketiga dasu Islam,
yaitu:
-
Dasar-dasar akidah. Ini terbagi menjadi tiga dasar agama: tauhid, kenabian dan akhirat, dan akidah-akidah yang merupakan cabang darinya, seperti lauh mahfudh, qalam, qadha' dan qadar, malaikat, menghadap Allah, kursi, penciptaan langit dan bumi dan lain-lain.
-
Akhlak yang diridhai.
-
Hukum-bukum syara' dan perbuatan yang dasar-dasarnya telah dijelaskan Al-Quran, sedangkan penjelasan terincinya diserahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Dan Nabi menjadikan penjelasan Ahlul Bait (keluarga)-nya sama dengan penjelasan beliau, sebagaimana diketahui dari hadits tsaqalain yang secara mutawatir diriwayatkan baik oleh kalangan Ahlus Sunnah maupun Syi'ah.1)
Post a Comment