Melihat Kebaikan di Segala Hal
Melihat Kebaikan di Segala Hal |
... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (al-Baqarah: 216)
PENDAHULUAN
Jika Anda dapat
berhenti sejenak kemudian memikirkan tentang kehidupan Anda, Anda akan menyadari
bahwa semua ingatan Anda walaupun mungkin terdiri atas beberapa dekade, akan
berarti sebagai perbincangan beberapa menit saja. Apa yang pernah Anda pikir
penting, atau yang benar-benar Anda kejar, atau yang coba Anda hindari, kini
semuanya adalah bagian dari masa lalu. Apa pun yang mengingatkan kita pada
pikiran-pikiran dan perasaan ini, itu hanyalah kenangan.
Bagaimanapun juga, dalam pandangan Allah, setiap kata yang Anda
ucapkan dan setiap pikiran yang terlintas dalam benak Anda telah diketahui-Nya.
Setelah mati, di mana masing-masing manusia telah ditetapkan waktunya, rekaman
setiap tindakan kita akan dibeberkan di hadapan kita. Yang akan terlihat dari
kehidupan kita hanyalah terdiri atas detik demi detik, tanpa terlewat satu
bagian kecil pun. Dalam pandangan Allah, tak ada rincian hidup kita yang
terlupakan.
Jika dalam setiap aspek kehidupan, Anda menghabiskan hidup dengan
berserah diri kepada kekuasaan mutlak Allah, menerima tujuan penciptaan-Nya,
kemudian menyadari kebaikan dalam segala hal, serta sadar akan kesempurnaan
dalam setiap rencana Ilahiah yang ditetapkan oleh Allah, Anda dapat memastikan
bahwa hasil akhir Anda akan baik.
Hal itu karena di saat kematiannya, manusia dihadapkan pada dua
pilihan. Jika yang satu telah dijalankan dengan nilai-nilai yang dinyatakan oleh
Allah, ia akan mendapatkan keselamatan abadi. Jika tidak, ia kan menderita
kesengsaraan tak berujung. Akhlaq yang Allah meminta kita untuk melaksanakannya
adalah berupa rasa syukur terhadap-Nya dalam setiap hal, tak peduli bagaimanapun
kondisi dan keadaannya. Allah menginginkan agar kita meyakini bahwa pasti ada
kebaikan dalam segala hal yang menimpa kita dengan menyadari bahwa semua itu
berasal dari Allah.
Menerima apa pun yang menimpa kita dan meyakini bahwa ada kebaikan
dalam setiap kejadian walaupun tampaknya merugikan, bahkan malah bersyukur untuk
semua itu, bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan. Ia adalah kebenaran yang
disadari melalui pemahaman akan kebesaran dan keagungan Allah. Seseorang hanya
perlu mengenal Tuhan-Nya-Pencipta alam semesta-dan peristiwa apa pun yang
terjadi di dalamnya serta bersyukur atas semua itu.
Sejak pertama kali seseorang membuka matanya di dunia, Allahlah
yang menetapkan setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Allahlah Yang
Mahakuasa, Mahabijaksana, dan Mahaadil. Semua diciptakan Allah dalam rangka
memenuhi rencana-Nya dan untuk tujuan Ilahiah, sebagaimana difirmankan Allah
dalam sebuah ayat Al-Qur`an, "Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu
menurut ukuran. (al-Qamar: 49) Dalam cahaya kekuasaan dan kehebatan Allah yang
tiada batasnya, manusia hanyalah makhluk yang lemah. Tanpa kemurahan dan kasih
Allah, ia tidak akan bisa bertahan. Melalui kemampuannya untuk memahami dan
mempertimbangkan, manusia dapat memahami sesuatu hanya seluas apa yang diizinkan
Penciptanya. Adalah sebuah keharusan bagi kita untuk menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah dan maksud-maksud Ilahiah yang telah ditetapkan-Nya. Apa pun yang
kita alami dalam hidup ini, kita harus tetap ingat bahwa Allah adalah Tuhan yang
menguasai seluruh alam semesta dan Dia mengetahui, melihat, dan mendengar apa
yang tidak dapat kita ketahui, lihat, dan dengar; dan bahwa Allah mengetahui
sesuatu yang akan terjadi dan tidak kita sadari. Demikianlah, kita menyadari
bahwa Allahlah yang menyebabkan terjadinya setiap peristiwa sesuai dengan tujuan
ilmiah, yaitu untuk kebaikan kita.
Dengan meyakini hal ini, kita akan memiliki pandangan yang lebih
baik. Dengannya, kita merasa bersyukur atas segala yang terjadi pada diri kita.
Dengan kata lain, seseorang akan berupaya untuk melihat kebaikan dalam segala
sesuatu yang didengarnya, dilihatnya, dan menimpanya. Dalam setiap fase
kehidupannya, ia akan memahami kehidupan ini secara benar dan tepat. Ia dapat
membuat keputusan yang benar antara apa-apa yang ditawarkan kepadanya. Dalam
Al`Qur`an digambarkan, "Sesungguhnya, Kami telah menunjukkan
jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir." (al-Insaan:
3) Kehendak manusia dan kehendak Allah mencapai hasil akhir yang mulia,
yakni kehidupan abadi di surga.
Tujuan buku ini adalah untuk menebarkan indahnya cahaya kehidupan
dengan menyadari bahwa ada kebaikan dalam setiap fase waktu dan peristiwa yang
dialami seseorang, serta untuk mengingatkan diri kita akan keberkahan pandangan
hidup ini, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan memaparkan apa-apa saja yang
menghalangi seseorang untuk melihat kebaikan, buku ini dapat menolong dari
"kematian" menuju cara berpikir yang diajarkan oleh Islam. Buku ini ditulis
untuk mendorong seseorang agar mengadaptasi prinsip-prinsip moral yang
dengannya, ia dapat berkata, "Ada kebaikan di dalamnya." Tidak hanya dengan
kata-kata, tetapi juga dengan hati. Ia menunjukkan kesabaran dalam menghadapi
kesulitan dengan penuh ketundukan dan rasa syukur, bukan hanya terus-menerus
menderita dalam situasi demikian. Mengingatkan satu sama lain tentang
kesempurnaan takdir yang telah dituliskan oleh Allah adalah ajakan bagi semua
kaum mukminin agar menikmati indahnya penyerahan diri pada kebijaksanaan Allah
yang tak terhingga
MELIHAT KEBAIKAN DALAM SEGALA PERISTIWA
Sebenarnya, melihat
kebaikan dalam segala hal merupakan ungkapan yang biasa. Dalam kehidupan kita
sehari-hari, orang sering mengatakan, "Pasti ada kebaikan (hikmah) di balik
kejadian ini," atau, "Ini merupakan berkah dari Allah."
Biasanya, banyak orang mengucapkan ungkapan-ungkapan tersebut tanpa
memahami arti sebenarnya atau semata-mata hanya mengikuti kebiasaan masyarakat
yang tidak ada maknanya. Kebanyakan mereka gagal memahami arti yang sebenarnya
dari ungkapan-ungkapan tersebut atau bagaimana pemahaman itu dipraktikkan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Pada dasarnya, kebanyakan manusia tidak sadar bahwa
ungkapan-ungkapan tersebut tidak sekadar untuk diucapkan, tetapi mengandung
pengertian yang penting dalam kejadian sehari-hari.
Kenyataannya, kemampuan melihat kebaikan dalam setiap kejadian, apa
pun kondisinya-baik yang menyenangkan maupun tidak-merupakan kualitas moral yang
penting, yang timbul dari keyakinan yang tulus akan Allah, dan pendekatan
tentang kehidupan yang disebabkan oleh keimanan. Pada akhirnya, pemahaman akan
kebenaran ini menjadi sangat penting dalam menuntun seseorang tidak hanya untuk
mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat, tetapi juga juga untuk menemukan
kedamaian dan kebahagiaan yang tak akan berakhir.
Tanda pemahaman yang benar akan arti iman adalah tidak adanya
kekecewaan akan apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika
seseorang gagal melihat kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi dan
terperangkap dalam ketakutan, kekhawatiran, keputusasaan, kesedihan, dan
sentimentalisme, ini menunjukkan kurangnya kemurnian iman. Kebingungan ini harus
segera dienyahkan dan kesenangan yang berasal dari keyakinan yang teguh harus
diterima sebagai bagian hidup yang penting. Orang yang beriman mengetahui bahwa
peristiwa yang pada awalnya terlihat tidak menyenangkan, termasuk hal-hal yang
disebabkan oleh tindakannya yang salah, pada akhirnya akan bermanfaat baginya.
Jika ia menyebutnya sebagai "kemalangan", "kesialan", atau "seandainya", ini
hanyalah untuk menarik pelajaran dari sebuah pengalaman. Dengan kata lain, orang
yang beriman mengetahui bahwa ada kebaikan dalam apa pun yang terjadi. Ia
belajar dari kesalahannya dan mencari cara untuk memperbaikinya. Bagaimanapun
juga, jika ia jatuh dalam kesalahan yang sama, ia ingat bahwa semuanya memiliki
maksud tertentu dan mudah saja memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam
kesempatan mendatang. Bahkan jika hal yang sama terjadi puluhan kali lagi,
seorang muslim harus ingat bahwa pada akhirnya peristiwa tersebut adalah untuk
kebaikan dan menjadi hak Allah yang kekal. Kebenaran ini juga dinyatakan secara
panjang lebar oleh Nabi saw.,
"Aku mengagumi seorang mukmin karena selalu ada kebaikan dalam
setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur (kepada Allah)
sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan
menjalankannya dengan sabar) bahwa di dalamnya ada kebaikan pula." (HR
Muslim)
Hanya dalam kesadaran bahwa Allah menciptakan segalanya untuk
tujuan yang baik sajalah hati seseorang akan menemukan kedamaian. Adalah sebuah
keberkahan yang besar bagi orang-orang beriman bila ia memiliki pemahaman akan
kenyataan ini. Seseorang yang jauh dari Islam akan menderita dalam kesengsaraan
yang berkelanjutan. Ia terus-menerus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Di
sisi lain, orang beriman menyadari dan menghargai kenyataan bahwa ada
tujuan-tujuan Ilahiah di balik ciptaan dan kehendak Allah.
Karena itu, adalah memalukan bagi orang beriman bila ia ragu-ragu
dan ketakutan terus-menerus karena selalu mengharapkan kebaikan dan kejahatan.
Ketidaktahuan terhadap kebenaran yang jelas dan sederhana, kekurangtelitian, dan
kemalasan hanya akan mengakibatkan kesengsaraan di dunia dan di akhirat. Kita
harus ingat bahwa takdir yang ditentukan Allah adalah benar-benar sempurna. Jika
seseorang menyadari adanya kebaikan dalam setiap hal, dia hanya akan menemukan
karunia dan maksud Ilahiah yang tersembunyi di dalam semua kejadian rumit yang
saling berhubungan. Walau ia mungkin memiliki banyak hal yang mesti
diperhatikannya setiap hari, seseorang yang memiliki iman yang kuat-yang
dituntun oleh kearifan dan hati nurani-tidak akan membiarkan dirinya dihasut
oleh tipu muslihat setan. Tak peduli bagaimanapun, kapan pun, atau di mana pun
peristiwa itu terjadi, ia tidak akan pernah lupa bahwa pasti ada kebaikan di
baliknya. Walaupun ia mungkin tidak segera menemukan kebaikan tersebut, apa yang
benar-benar penting baginya adalah agar ia menyadari adanya tujuan akhir dari
Allah.
Berkaitan dengan sifat terburu-buru manusia, mereka kadang-kadang
tidak cukup sabar untuk melihat kebaikan yang ada di dalam peristiwa yang
menimpa mereka. Sebaliknya, mereka menjadi lebih agresif dan nekat dalam
mengejar sesuatu walaupun hal tersebut sangat bertentangan dengan kepentingan
yang lebih baik. Di dalam Al-Qur`an, hal ini disebutkan,
"Dan manusia mendo'a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo'a
untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (al-Israa`: 11)
Meski demikian, seorang hamba harus berusaha melihat kebaikan dan
maksud Ilahiah dalam setiap kejadian yang disodorkan Allah di depan mereka,
bukannya memaksa untuk diperbudak oleh apa yang menurutnya menyenangkan dan
tidak sabar untuk mendapatkan hal itu.
Walau seseorang berusaha untuk mendapatkan status finansial yang
lebih baik, perubahan itu mungkin tidak pernah terwujud. Tidaklah benar jika
seseorang menganggap suatu kondisi itu merugikan. Tentu saja seseorang boleh
berdo'a kepada Allah untuk mendapatkan kekayaan jika kekayaan itu digunakan di
jalan Allah. Bagaimanapun juga, ia harus mengetahui bahwa jika keinginannya itu
tidak dikabulkan Allah, itu disebabkan alasan tertentu. Mungkin saja
bertambahnya kekayaan sebelum matangnya kualitas spiritual seseorang dapat
mengubahnya menjadi orang yang gampang diperdaya oleh setan. Banyak alasan
Ilahiah lainnya-di antaranya tidak langsung disadari atau hanya akan terlihat di
akhirat-dapat mendasari terjadinya sebuah peristiwa. Seorang usahawan, misalnya,
bisa saja tertinggal sebuah pertemuan yang akan menjadi pijakan penting dalam
kariernya. Akan tetapi, jika saja pergi ke pertemuan itu, ia bisa tertimpa
kecelakaan lalu lintas, atau jika pertemuannya diadakan di kota lain, pesawat
yang ditumpanginya bisa saja jatuh.
Tak ada seorang pun yang kebal terhadap segala peristiwa.
Biasakanlah untuk melihat bahwa pada akhirnya ada suatu kebaikan dalam sebuah
peristiwa yang pada awalnya terlihat merugikan. Meski demikian, seseorang perlu
ingat bahwa ia tidak akan selalu dapat mengetahui maksud sebuah peristiwa adalah
sesuatu yang merugikan. Ini karena, sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya,
kita tidak selalu beruntung dapat melihat sisi positif yang muncul. Mungkin juga
Allah hanya akan menunjukkan maksud keilahian-Nya di akhirat nanti. Karena
alasan itulah, yang harus dilakukan oleh orang yang ingin menyerahkannya pada
takdir Allah dan memberikan kepercayaannya kepada Allah adalah menerima setiap
kejadian itu-apa pun namanya-dengan keinginan untuk mencari tahu bahwa pastilah
ada kebaikan di dalamnya dan kemudian menerimanya dengan senang hati.
Harus disebutkan juga bahwa melihat kebaikan dalam segala hal bukan
berarti mengabaikan kenyataan dari peristiwa-peristiwa tersebut dan berpura-pura
bahwa hal itu tidak pernah terjadi, atau mungkin menjadi sangat idealis.
Sebaliknya, orang beriman bertanggung jawab untuk mengambil tidakan yang tepat
dan mencoba semua cara yang dianggap perlu untuk memecahkan masalah. Kepasrahan
orang yang beriman tidak boleh dicampuradukkan dengan cara orang lain, yang
karena pemahaman yang tidak sempurna tentang hal ini, mereka tetap saja tidak
acuh terhadap apa pun yang terjadi di sekitar mereka dan optimis tetapi tidak
realistis. Mereka tidak bisa membuat keputusan yang rasional ataupun menjalankan
keputusan tersebut. Ini dikarenakan yang ada pada mereka adalah optimistis yang
melenakan dan kekanak-kanakan, bukan mencari pemecahan masalah. Sebagai contoh,
ketika seseorang didiagnosis menderita penyakit yang serius, keadaannya saat itu
mungkin paling parah sampai pada titik fatal yang diabaikannya selama masa
pengobatan. Contoh lainnya, jika seseorang tidak menyadari pentingnya
mengamankan harta bendanya, walau ia pernah mengalami pencurian, besar
kemungkinan akan menjadi korban lagi dari kejadian serupa itu.
Pastilah cara-cara tersebut jauh dari sikap menaruh kepercayaan
kepada Allah dan dari "melihat kebaikan dalam segala hal". Pada hakikatnya,
sikap tersebut berarti ceroboh. Kebalikannya, orang yang beriman harus berusaha
mengendalikan situasi sepenuhnya. Pada dasarnya, sikap yang menuntun diri mereka
ini adalah suatu bentuk "penghambaan", karena ketika mereka terlibat dalam
situasi tersebut, pikiran mereka dikuasai oleh ingatan akan kenyataan bahwa
Allahlah yang membuat peristiwa itu terjadi.
Di dalam Al-Qur`an, Allah menghubungkan kisah para nabi dan orang
beriman sebagai contoh bagi mereka yang sadar akan hal ini. Inilah yang harus
diteladani oleh seorang mukmin. Sebagai contoh, sikap yang merupakan respons
Nabi Huud terhadap kaumnya menunjukkan penyerahan total dan rasa percayanya yang
kokoh kepada Allah, walaupun ia mendapatkan perlakuan yang buruk.
"Kaum 'Aad berkata, 'Wahai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada
kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan
memercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami
telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.' Huud menjawab, 'Sesungguhnya, aku
menjadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya,
sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi
tangguh kepadaku. Sesungguhnya, aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu.
Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya, Tuhanku di atas jalan yang lurus.' Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk
menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang
lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikit pun.
Sesungguhnya, Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu." (Huud: 53-57)
Bagaimana Orang Bodoh Melihat Sebuah Peristiwa
Secara umum, manusia cenderung memisahkan peristiwa yang terjadi
dalam istilah "baik" dan "buruk". Pemisahan tersebut sering bergantung pada
kebiasaan atau tendensi peristiwa itu sendiri. Reaksi mereka terhadap peristiwa
tersebut berubah-ubah tergantung pada kepelikan dan bentuk kejadian tersebut;
bahkan apa yang akhirnya akan mereka rasakan dan alami biasanya ditentukan oleh
kebiasaan sosial masyarakat.
Hampir semua orang memiliki sisa-sisa mimpi masa kecil, bahkan
dalam hidup mereka selanjutnya, walaupun rencana-rencana ini tidak selalu
terjadi sesuai dengan apa yang diharapkan atau direncanakan. Kita selalu
cenderung kepada kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dalam hidup. Peristiwa
tersebut dapat sekejap saja melemparkan hidup kita ke dalam kekacauan. Ketika
seseorang berniat untuk menjalankan hidupnya dengan normal, ia mungkin
berhadapan dengan rangkaian perubahan yang pada awalnya terlihat negatif.
Seseorang yang sehat bisa dengan tiba-tiba terserang penyakit yang fatal atau
kehilangan kemampuan fisik karena kecelakaan. Sekali lagi, seseorang yang kaya
bisa saja kehilangan seluruh kekayaannya dengan tiba-tiba.
Hidup seperti menaiki roller-coaster. Reaksi orang berbeda-beda
ketika menaikinya. Jika kejadian yang muncul menyenangkan, reaksi mereka
baik-baik saja. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada hal-hal yang tidak
diharapkan, mereka cenderung kecewa, bahkan marah. Kemarahan mereka itu bisa
memuncak, bergantung pada sejauh mana mereka berhubungan dengan peristiwa
tersebut dan pencapaian mereka dalam masalah ini. Kencenderungan ini biasa
terjadi dalam masyarakat yang tenggelam dalam kebodohan.
Ada juga di antara mereka yang saat kecewa berkata, "Pasti ada
kebaikan di dalamnya." Bagaimanapun juga, kalimat yang diucapkan tanpa memahami
arti sebenarnya hanya semata-mata kebiasaan masyarakat saja.
Masih ada sebagian orang yang memiliki keinginan untuk memikirkan
maksud Ilahiah dalam setiap peristiwa, apakah yang mungkin terdapat dalam
kejadian-kejadian yang sepele. Akan tetapi, ketika mereka dihadapkan pada
peristiwa yang lebih besar, yang sangat mengganggu, tiba-tiba mereka melupakan
niat tersebut. Sebagai contoh, seseorang mungkin tidak akan tertekan saat mesin
mobilnya rusak tepat ketika ia harus berangkat ke kantor dan ia berusaha
berprasangka baik terhadap kejadian tersebut. Akan tetapi, jika keterlambatannya
itu membuat bosnya marah atau menjadi alasan hilangnya pekerjaan, ia lalu
mencari-cari alasan untuk mengeluh. Dia mungkin akan bersikap sama jika
kehilangan perhiasan atau jam mahal. Contoh-contoh ini menunjukkan kepada kita
bahwa ada beberapa kejadian kecil yang menyebabkan orang bereaksi dengan wajar
atau mereka mau berbaik sangka bahwa hal tersebut mengandung kebaikan. Akan
tetapi, contoh-contoh lainnya yang tidak biasa dapat membuatnya mencari
pembenaran atas keangkuhan dan kemarahan mereka.
Di sisi lain, sebagian orang hanya menghibur diri dengan berpikir
demikian tanpa memiliki pegangan makna yang benar terhadap "melihat kebaikan
dalam segala hal". Dengan sikap demikian, mereka percaya bahwa hal tersebut
dapat menjadi cara untuk menciptakan kenyamanan bagi mereka yang tengah tertimpa
masalah. Misalnya yang terjadi pada anggota keluarga yang bisnisnya tengah
berantakan atau seorang teman yang gagal dalam ujian. Bagaimanapun juga, jika
kepentingan merekalah yang dipertaruhkan dan mereka terlihat tak sedikit pun
memikirkan kebaikan apa yang ada di balik peristiwa tersebut, mereka telah
berlaku bodoh.
Kegagalan untuk melihat kebaikan dalam peristiwa yang dialami
seseorang muncul dari hilangnya keimanan seseorang. Kegagalannya untuk memahami
bahwa Allahlah yang menakdirkan setiap kejadian dalam kehidupan seseorang, bahwa
hidup di dunia ini tidak lain hanyalah ujian, inilah yang menghalangi dirinya
untuk menyadari kebaikan apa pun dalam setiap peristiwa yang terjadi
padanya.
Dalam bab berikut, kita akan menggali ide itu, yaitu memiliki
keyakinan bahwa ada kebaikan dalam apa pun yang terjadi pada kita dan
faktor-faktor tersebut penting sekali untuk kita lihat.
BAGAIMANA MELIHAT KEBAIKAN DALAM SEGALA HAL YANG TERJADI
Menyadari bahwa
Allahlah yang Telah Menakdirkan Semua Hal dalam Setiap Detailnya
Kebanyakan orang merasa senang saat segala sesuatu terjadi sesuai
dengan keinginannya. Akan tetapi, orang beriman tidak boleh cenderung kepada
perasaan seperti itu. Di dalam Al-Qur`an, Allah memberikan kabar gembira bahwa
Dia telah menentukan setiap peristiwa demi kebaikan hamba-Nya dan hal tersebut
tidaklah menimbulkan rasa sedih ataupun masalah bagi mereka yang benar-benar
beriman.
Seseorang yang menyadari kebenaran ini di dalam hatinya akan merasa
senang terhadap apa yang dihadapinya dan ia melihat karunia yang tersimpan di
balik apa yang terjadi.
Banyak orang bahkan tidak ingin repot-repot berpikir bagaimana dan
mengapa mereka ada di dunia ini. Walaupun kata hati akan menuntun mereka untuk
menyadari bahwa keajaiban dunia dan penataannya yang sempurna ini memiliki
pencipta, cinta yang luar biasa banyaknya yang dirasakan di dunia ini,
keengganan mereka untuk melihat kebenaran, membawa mereka pada pengingkaran
terhadap realitas keberadaan Allah. Mereka mengabaikan fakta bahwa setiap
kejadian dalam hidupnya ditentukan sesuai dengan rencana dan tujuan tertentu;
mereka malah menghubungkannya dengan ide yang sungguh-sungguh salah, yakni hanya
sebatas kebetulan atau keberuntungan. Bagaimanapun juga, ini hanyalah sebuah
pandangan yang menghalangi seseorang untuk melihat kebaikan dalam
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan kemudian menarik pelajaran dari peristiwa
tersebut.
Ada pula mereka yang sadar akan eksistensi Allah dan mengerti bahwa
Dialah yang telah menciptakan seluruh alam. Mereka mengakui fakta bahwa Allahlah
yang menurunkan hujan dan meninggikan matahari. Mereka menyadari bahwa tidak
mungkin ada zat lain yang melakukan semua itu. Saat terjadi peristiwa dalam
jenak kehidupan mereka-detail kecil yang membentuk bagian kesibukan
sehari-hari-mereka tidak dapat berpikir bahwa mereka terlepas dari Allah.
Meskipun demikian, Allahlah yang menakdirkan seorang pencuri memasuki rumah di
malam hari, sebuah rintangan yang menyebabkan seseorang terjatuh, sebuah lahan
subur untuk ditanami atau dibiarkan gersang, jual beli yang menguntungkan,
bahkan panci yang gosong sekalipun. Setiap peristiwa terjadi dengan
kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas untuk menyelesaikan rencana-Nya yang agung.
Sepercik lumpur yang mengotori celana kita, bocornya ban mobil, jerawat yang
muncul, penyakit, atau kejadian yang tidak diharapkan lainnya. Semuanya
terbentuk dalam kehidupan seseorang sesuai dengan rencana tertentu.
Sejak seseorang membuka matanya, tak ada satu pun yang dialaminya
di dunia ini terjadi dengan sendirinya dan terlepas dari Allah. Segala yang ada
secara keseluruhan diciptakan oleh Allah, satu-satunya zat yang memegang kendali
alam semesta. Ciptaan Allah bersifat sempurna, tanpa cacat, dan sarat dengan
tujuan. Ini adalah takdir yang diciptakan oleh Allah. Seseorang tidak boleh
mengotak-ngotakkan peristiwa yang terjadi dengan menamai kebaikan pada sebuah
peristiwa dan kejahatan pada peristiwa yang lain. Apa yang menjadi kewajiban
seseorang adalah menyadari dan menghargai kesempurnaan dalam setiap peristiwa.
Kita harus percaya bahwa ada kebaikan dalam setiap ketetapan-Nya serta tetap
menyadari kenyataan bahwa kebijaksanaan Allah yang tak terbatas ini telah
direncanakan untuk sebuah hasil akhir yang paling sempurna. Bahkan mereka yang
percaya dan mencari kebaikan dalam segala peristiwa yang menimpa mereka, baik di
dunia ini maupun akhirat nanti, mereka akan menjadi bagian dari kebaikan yang
abadi.
Hampir di setiap halaman Al-Qur`an, Allah meminta kita untuk
memerhatikan hal tersebut. Inilah sebabnya mengapa ketidakmampuan dalam
mengingat bahwa segalanya berjalan sesuai dengan takdir itu menjadi sebuah
kegagalan yang mengerikan bagi seorang mukmin. Takdir yang dituliskan oleh Allah
begitu unik dan dilewati oleh seseorang benar-benar sesuai dengan apa yang telah
Allah tetapkan. Orang awam menganggap kepercayaan akan takdir semata-mata hanya
merupakan cara untuk "menghibur diri" di saat tertimpa kemalangan. Sebaliknya,
seorang mukmin memiliki pemahaman yang benar akan takdir. Ia sepenuhnya
menganggap bahwa takdir adalah sebuah rencana Allah yang sempurna yang telah
dirancang khusus untuk dirinya.
Takdir adalah rencana tanpa cacat yang dibuat untuk mempersiapkan
seseorang untuk sebuah kenikmatan surga. Takdir penuh dengan keberkahan dan
maksud Ilahiah. Setiap kesulitan yang dihadapi seorang mukmin di dunia ini akan
menjadi sumber kebahagiaan, kesenangan, dan kedamaian yang tak terbatas di
kemudian hari. "Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan."
(al-Insyirah: 5) Ayat ini menarik kita pada kenyataan bahwa di dalam takdir
seseorang, kesabaran dan semangat yang ditunjukkan oleh seorang mukmin, telah
dituliskan sebelumnya bersama-sama dengan balasannya masing-masing di
akhirat.
Sekali waktu mungkin terjadi dalam jenak kehidupan, seorang mukmin
menjadi marah atau khawatir akan terjadinya hal-hal tertentu. Penyebab utama
dari kemarahan yang ia rasakan adalah karena ia lupa bahwa semua itu merupakan
bagian dari takdirnya dan bahwa takdirnya itu telah diciptakan oleh Allah hanya
untuk dirinya sendiri. Walaupun demikian, ia akan merasa nyaman dan tenang
ketika ia diingatkan akan tujuan ciptaan Allah.
Karena itulah, seorang mukmin harus belajar untuk terus mengingat
bahwa segalanya telah ditetapkan sebelumnya. Ia harus mengingatkan orang lain
akan hal ini. Ia harus bersabar saat menghadapi peristiwa-peristiwa yang Allah
telah takdirkan untuknya dengan memberikan rasa percayanya kepada Allah dalam
jarak waktu yang tak terbatas. Tak lupa, ia harus berusaha menemukan
alasan-alasan di balik semua peristiwa tersebut. Jika ia berusaha memahami
alasan-alasan ini, dengan seizin Allah, ia akhirnya akan berhasil. Bahkan
walaupun ia tidak selalu berhasil menemukan maksud di baliknya, ia masih tetap
yakin bahwa ketika sesuatu terjadi, pastilah semua itu demi kebaikan dan maksud
tertentu.
Memahami sepenuhnya bahwa setiap makhluk, hidup ataupun tidak,
diciptakan dalam kepatuhannya pada takdir.
Takdir adalah pengetahuan sempurna Allah atas semua peristiwa di
masa lalu dan masa depan, laksana satu waktu saja. Ini menunjukkan kekuasaan
mutlak Allah atas semua makhluk dan semua peristiwa. Manusia bisa saja
berhati-hati agar tidak mengalami suatu peristiwa yang buruk, tetapi Allah
mengetahui semua peristiwa sebelum hal itu terjadi. Bagi Allah, masa lalu dan
masa depan adalah satu. Semua itu sama-sama berada dalam pengetahuan Allah
karena Dialah yang menciptakannya.
"Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran."
(al-Qamar: 49)
Ayat tersebut menyatakan bahwa segala yang ada di dunia adalah
bagian dari takdir. Kebanyakan orang tidak sempat memikirkan takdir. Karena itu,
mereka gagal menyadari bahwa hanya kekuatan Allah yang tak terbataslah yang akan
eksis di balik keteraturan yang sempurna ini. Sebagian orang menganggap bahwa
takdir hanya berlaku pada manusia. Kenyataannya, semua yang ada di alam semesta,
mulai dari furnitur di rumah Anda sampai sebuah batu di jalan, rumput kering,
buah, atau selai di rak supermarket, semua itu adalah bagian dari takdir yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah. Takdir semua benda dan makhluk yang
diciptakan telah ditentukan dalam kebijaksanaan Allah yang tak terhingga.
Setiap peristiwa yang dilihat seseorang, setiap suara yang
didengarnya, merupakan bagian hidup yang telah diciptakan untuknya sebagai
sebuah kesatuan. Tak ada bunga yang mekar dan layu dengan kebetulan. Tak ada
manusia yang lahir dan mati secara kebetulan. Tak ada manusia yang sakit tanpa
sengaja dan tidaklah penyakitnya itu bertambah tanpa ada yang mengendalikan.
Dalam setiap kejadian, peristiwa ini khusus ditakdirkan oleh Allah sejak saat
pertama kita diciptakan. Apa pun yang ada di muka bumi, di dalam lautan, atau
jatuhnya sehelai daun, semua terjadi dalam rangka memenuhi takdir. Sebagaimana
dinyatakan,
"Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan
dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya
(pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu
yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh)." (al-An'aam: 59)
Rasulullah Muhammad saw. pun bersabda bahwa tindakan setiap orang
telah ditakdirkan oleh Allah,
"Allah Yang Mahaagung dan Mahamulia telah menetapkan bagi setiap
hamba di antara ciptaan-Nya empat hal: kematiannya, tindakannya, tempat tinggal
dan tempat ia berpindah, serta makanannya." (HR Tirmidzi)
Akan tetapi, biasanya manusia tidak sadar akan kenyataan bahwa
setiap detik waktu mereka telah ditakdirkan oleh Allah. Sebagian mereka tidak
pernah menyadari bagaimana mereka diciptakan atau bagaimana mereka mendapatkan
karunia yang mereka nikmati. Sebagian lainnya menganggap bahwa semua itu
hanyalah kebetulan yang tak berarti, walaupun mereka mengetahui bahwa Allahlah
yang menciptakan kehidupan dan kematian. Di dalam Al-Qur`an, Allah menyatakan
kepada kita bahwa hal-hal kecil pun telah ditakdirkan oleh kebijaksanaan-Nya
yang tak terbatas dan semua itu berkaitan dengan tujuan-tujuan Ilahiah.
"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum
Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."
(al-Hadiid: 22)
Setiap manusia harus memahami kenyataan ini. Hal ini karena takdir
bagi segala sesuatu di alam semesta telah diketahui oleh Allah Yang Maha
Mengetahui dan Mahabijaksana. Karena itu, setiap hal kecil telah direncanakan
oleh Allah dengan sempurna dan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Segalanya dibuat
dengan teratur sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad saw.. Orang yang
memiliki kesadaran penuh akan kenyataan takdir akan mendapatkan manfaat-dengan
perasaan gembiranya-akan setiap jenak waktu dalam kehidupannya, yaitu saat-saat
yang baik dan saat-saat yang terlihat buruk. Alasan mengapa hamba-Nya berhasil
menyadari hal itu adalah karena Allah telah menciptakan takdir mereka tanpa
cacat. Mereka akan mengetahui bahwa menganggap sesuatu sebagai sebuah kemalangan
adalah suatu kebodohan. Ini karena sesuatu yang dianggap kemalangan itu memiliki
maksud-maksud tertentu dari Allah. Pemahaman yang mendalam tentang takdir
membuat mereka mampu melihat keberkahan yang terkandung dalam segala hal.
Menganggap bahwa apa yang terjadi bukanlah karena Allah melainkan
karena seseorang atau sesuatu, berarti kita tidak mampu memahami takdir. Segala
sesuatu yang kita anggap seharusnya tidak terjadi demikian, pada hakikatnya
merupakan "pelajaran takdir". Manusia harus sepenuh hati menanamkan dalam
dirinya bahwa ada kebaikan dan maksud-maksud Ilahiah dalam setiap kejadian.
Orang cenderung menganggap peristiwa yang tidak menyenangkan sebagai sebuah
"kemalangan". Bagaimanapun juga, tetap ada kebaikan dan maksud-maksud tertentu
dalam apa yang acapkali dianggap sebagai sebuah "kemalangan". Kejadian tersebut
dianggap sebagai "kemalangan" karena kita menilainya demikian. Pada
kenyataannya, hal itu adalah sebuah kemungkinan yang lebih baik karena ia adalah
sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah.
Jika Allah telah menunjukkan kebaikan dan maksud sebuah kejadian
yang merugikan, atau sebuah kesulitan yang menekan dan membuat kita gusar, kita
akan mengerti betapa tidak berartinya kekecewaan kita. Dengan mengenali berkah
dalam segala hal, seorang mukmin akan merasakan kesenangan, bukan tekanan.
Karena itulah, kewajibannyalah untuk mencari dan mengidentifikasi kebaikan dan
manfaat takdir yang terjadi, yakni bahwa dalam peristiwa yang terjadi tersimpan
maksud Allah. Ia akan merasa senang dan menghargai manfaat mengetahui
takdir.
Mengetahui bahwa Ada Keburukan dalam Peristiwa yang Tampaknya Baik
dan Ada Kebaikan dalam Peristiwa yang Tampaknya Buruk
Dalam bab sebelum ini, kita diyakinkan bahwa Allah Yang
Mahabijaksana menciptakan setiap peristiwa dalam rangka menyempurnakan sebuah
rencana. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa hanya Allahlah yang mengetahui
peristiwa-peristiwa yang baik dan yang buruk. Ini disebabkan kebijaksanaan Allah
tidaklah terbatas, sedangkan pengetahuan manusia terbatas. Manusia hanya bisa
melihat tampilan luar suatu peristiwa dan hanya mampu bersandar pada penglihatan
yang terbatas dalam menilainya. Informasi dan pemahaman mereka yang tidak
mencukupi-dalam beberapa kasus-dapat membuat mereka tidak menyukai sesuatu,
padahal itu baik untuknya, dan mereka bisa saja mencintai sesuatu, padahal itu
merupakan sebuah keburukan. Untuk dapat melihat kebaikan itu, seorang mukmin
harus menyerahkan rasa percayanya kepada kebijaksanaan Allah yang tak terbatas
dan percaya bahwa ada kebaikan dalam segala hal yang terjadi. Allah
berfirman,
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah
sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (al-Baqarah: 216)
Di sinilah, Allah mengatakan kepada kita bahwa suatu peristiwa yang
dianggap baik oleh seseorang dapat mengakibatkan kekecewaan, baik di dunia ini
maupun di akhirat. Begitu juga sesuatu yang ingin benar-benar dihindarkan-karena
diyakini merugikan-mungkin dapat menyebabkan kebahagiaan dan kedamaian baginya.
Nilai hakiki peristiwa apa pun adalah pengetahuan mutlak Allah. Segala hal,
apakah rupa yang buruk ataukah rupawan, ada sesuai kehendak Allah. Kita hanya
menjalani apa yang Allah inginkan untuk kita. Allah mengingatkan kita tentang
hal ini,
"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka
tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan
kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yunus: 107)
Maka dari itu, apa pun yang kita alami dalam kehidupan ini, apakah
itu terlihat baik ataupun buruk, semuanya adalah baik karena hal itu merupakan
sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kita. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, zat yang menetapkan akibat suatu peristiwa bukanlah
seorang manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu, melainkan Allah, Zat yang
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, Yang menciptakan manusia, juga ruang dan
waktu. (Informasi selajutnya, silakan baca buku Ketiadaan Waktu dan Realitas
Takdir karya Harun Yahya)
|
Post a Comment