Istighfar Dan Taubat
Istighfar Dan Taubat
Segala
puji hanya untuk Allah Shubhanahu wa
ta’alla Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ’allau’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh
sahabatnya.
Diantara sebab terpenting
diturunkannya rizki adalah itsighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla Yang Maha
Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal
ini kami bagi menjadi dua pembahasan.
1.
Hakikat Istighfar dan Taubat.
2.
Dalil Syar'i Bahwa Istighfar Dan Taubat Termasuk Kunci Rizki.
HAKIKAT ISTIGHFAR DAN TAUBAT.
Sebagian besar orang menyangka bahwa
istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka
mengucapkan.
أَسْتَغْفِرُ اللّهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ
"Aku
mohon ampun kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dan bertaubat kepada-Nya".
Tetapi kalimat-kalimat diatas tidak
membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan.
Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta. Para ulama -semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi balasan
yang sebaik-baiknya kepada mereka- telah menjelaskan hakikat istighfar dan
taubat. Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan :"Dalam istilah syara',
taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah
dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan
apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti
syarat taubatnya telah sempurna". [1]
Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya
sendiri menjelaskan : "Para ulama berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa
hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah Shubhanahu wa ta’alla, yang tidak ada
sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga.
Pertama : hendaknya ia menjauhi maksiat
tersebut.
Kedua : ia harus menyesali perbuatan maksiat nya.
Ketiga : ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.
Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah. Jika taubatnya itu berkaitan
dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan Keempat,
hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk
harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had
(hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk
membalasnya atau meminta ma'af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing),
maka ia harus meminta maaf"[2]
Adapun istighfar, sebagaimana
diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan
ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah Shubhanahu
wa ta’alla.
قال الله تعالى: ﴿فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا﴾ [نوح: 10]
"Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun" [Nuh/71 : 10]
Tidaklah berarti bahwa mereka
diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan
perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan
lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta".[3]
DALIL SYAR’I BAHWA ISTIGHFAR DAN
TAUBAT TERMASUK KUNCI RIZKI.
Beberapa nash (teks)
Al-Qur'an dan Al-Hadits menunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk
sebab-sebab rizki dengan karunia Allah Shubhanahu
wa ta’alla Ta'ala. Dibawah ini beberapa nash dimaksud :
Apa Yang Disebutkan Allah Shubhanahu wa ta’alla Subhana Wa Ta'ala
Tentang Nuh Alaihis Salam Yang Berkata Kepada Kaumnya.
قال الله تعالى: ﴿فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا ١٠ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ
عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا ١١ وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ
وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا ١٢﴾ [نوح: 10- 12]
"Maka aku katakan kepada
mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu', sesunguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakan harta
dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai". [Nuh/71 : 10-12]
Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut ini dengan istighfar.
a.
Ampunan Allah Shubhanahu
wa ta’alla terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan firman -Nya :
إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
"Sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun".
b.
Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata (مِدْرَارًا) adalah (hujan) yang turun dengan deras.[4]
c.
Allah Shubhanahu wa
ta’alla akan memperbanyak harta dan anak-anak, Dalam menafsirkan ayat (وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ ) Atha' berkata: Niscaya Allah Shubhanahu wa ta’alla akan membanyakkan harta dan anak-anak
kalian" .[5]
d.
Allah Shubhanahu wa
ta’alla akan menjadikan untuknya kebun-kebun.
e.
Allah Shubhanahu wa
ta’alla akan menjadikan untuknya sungai-sungai.
Imam Al-Qurthubi berkata: "Dalam ayat ini, juga yang disebutkan
dalam (surat Hud : 3 "Artinya : Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada
Tuhamnu dan bertaubat kepada -Nya) adalah dalil yang menunjukkan bahwa istighfar
merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya rizki dan hujan".[6] Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya berkata :" Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla, meminta ampun
kepada -Nya dan
kalian senantiasa menta'ati -Nya, niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian
menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian
berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air
susu perahan untuk kalian, memperbanyak harta dan anak-anak untuk
kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan
untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun itu (untuk
kalian)".[7]
Demikianlah, dan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu juga berpegang
dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari
Allah Ta'ala. Mutharif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi: "Bahwasanya Umar Radhiyallahu 'anhu keluar untuk
memohon hujan bersama orang banyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan
istighfar (memohon ampun kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku
tidak mendengar Anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon
diturunkannya hujan dengan majadih[8] langit yang dengannya diharapkan bakal
turun hujan. Lalu beliau membaca ayat.
قال الله تعالى: ﴿فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا ١٠ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ
عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا ١١﴾ [نوح: 10، 11]
"Mohonlah ampun kepada
Tuhamu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat".[Nuh/71:10-11]. [9]
Imam Al-Hasan Al-Bashri juga
menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan
kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan
kebun-kebun. Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata
:"Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang
kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla!. Yang lain
mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya,
'Ber-istighfar-lah kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla!. Yang lain lagi berkata kepadanya, 'Do'akanlah (aku) kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla, agar Ia
memberiku anak!, maka beliau mengatakan kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla!. Dan yang lain
lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan
(pula) kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla!".
Dan kami menganjurkan
demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain
disebutkan :"Maka Ar-Rabi' bin Shabih berkata kepadanya, 'Banyak orang
yang mengadukan macam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk
ber-istighfar[10]. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, 'Aku tidak mengatakan hal
itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah Shubhanahu wa ta’alla telah berfirman dalam surat Nuh.
قال الله تعالى: ﴿ فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا ١٠ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ
عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا ١١ وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ
وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا ١٢﴾ [نوح: 10- 12]
"Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai- sungai". [Nuh /71: 10-12] [11]
AllahuAkbar! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba -Mu yang pandai ber-istighfar. Dan karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Mahah hidup dan terus menerus mengurus mahluk -Nya.
Ayat Lain Adalah Firman Allah
Shubhanahu wa ta’alla Yang
Menceritakan Tentang Seruan Hud Alaihis Shalatu Was Sallam kepada kaumnya agar ber-istighfar.
قال الله تعالى: ﴿وَيَٰقَوۡمِ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ
إِلَيۡهِ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا وَيَزِدۡكُمۡ قُوَّةً إِلَىٰ
قُوَّتِكُمۡ وَلَا تَتَوَلَّوۡاْ مُجۡرِمِينَ ٥٢﴾ [هود:11]
"Dan (Hud berkata), Hai
kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada -Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat
lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah
kamu berpaling dengan berbuat dosa". [Hud /11: 52].
Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan : "Kemudian Hud Alaihis salam memerintahkan kaumnya untuk ber-istighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah Shubhanahu wa ta’alla akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman.
"Niscaya -Dia
menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu" [12].
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk
orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah
rizki-rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadan-keadaan
kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengabulkan do'a. Amin, wahai
Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.
Ayat lain adalah firman Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Ayat lain adalah firman Allah Shubhanahu wa ta’alla.
قال الله تعالى: ﴿وَأَنِ ٱسۡتَغۡفِرُواْ
رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِ يُمَتِّعۡكُم مَّتَٰعًا حَسَنًا إِلَىٰٓ أَجَلٖ
مُّسَمّٗى وَيُؤۡتِ كُلَّ ذِي فَضۡلٖ فَضۡلَهُۥۖ وَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنِّيٓ أَخَافُ
عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٖ كَبِيرٍ ٣﴾ [هود:3]
"Dan hendaklah kamu
meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada -Nya.
(Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang
baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan -Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang
mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat". [Hud/11:3]
Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji-janji dari Allah Shubhanahu wa ta’alla Yang Maha kuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang ber-istighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firman -Nya.
"Niscaya
-Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus
menerus) kepadamu".
Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma adalah. 'Ia akan menganugrahi rizki dan kelapangan kepada kalian'. [13].
Sedangkan Imam Al-Qurthubi
dalam tafsirnya mengatakan :"Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah
Shubhanahu wa ta’alla akan memberikan
kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan
kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukan -Nya terhadap orang-orang yang
dibinasakan sebelum kalian". [14] Dan janji Tuhan Yang Maha Mulia itu diutarakan dalam
bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin
Asy-Syinqithi berkata :"Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa
ber-istighfar dan bertaubat kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah Shubhanahu wa ta’alla menganugrahkan kenikmatan yang baik kepada
orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah Shubhanahu wa ta’alla memberikan balasan
(yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat
yang ditetapkan".[15]
Dalil Lain Bahwa Istighfar Dan Taubat
Adalah Diantara Kunci-Kunci Rizki.
Yaitu hadits yang
diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari
Abdullah bin Abbas Radhiyallah 'anhuma ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ
أَكْثرَ الْاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجَا، وَمِنْ
كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَ جًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْشُ لاَ يَحْتَسِبُ » [17]
"Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada
Allah Shubhanahu wa ta’alla[16] niscaya Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan
untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya
kelapangan dan Allah Shubhanahu wa ta’alla akan memberinya rizki (yang halal)
dari arah yang tidak disangka-sangka [17]".
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu, Beliau mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla Yang Maha Memberi rizki, Yang Memiliki kekuatan akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah terbersit dalam hatinya.
Karena itu, kepada orang yang
mengharapkan rizki hendaklah dia bersegera untuk memperbanyak istighfar
(memohon ampun), baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaknya
setiap muslim waspada!, sekali lagi hendaknya waspada! dari melakukan istighfar
hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia adalah pekerjaan para
pendusta.
[Disalin dari kitab Mafatiihur Rizq
fi Dhau’il Kitab was Sunnah, Penulis Dr. Fadhl Ilahi, Edisi Indonesia
Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Penerjemah Ainul Haris
Arifin, Lc. Penerbit Darul Haq- Jakarta]
_______
Footnote.
[1]. Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari asal kata " tauba" hal. 76
Footnote.
[1]. Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari asal kata " tauba" hal. 76
[2]. Riyadhus Shalihin, hal. 41-42.
[3]. Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari
asal kata "ghafara" hal. 362
[4]. Shahihul Bukhari, Kitabul Tafsir,
surat Nuh 8/666
[5]. Tafsir Al-Bagawi, 4/398. Lihat pula, Tafsirul Khazin, 7/154
[5]. Tafsir Al-Bagawi, 4/398. Lihat pula, Tafsirul Khazin, 7/154
[6]. Tafsir Al-Qurthubi, 18/302. Lihat
pula, Al-Iklil fis Tinbathil Tanzil, hal. 274, Fathul Qadir, 5/417
[7]. Tafsir Ibnu Katsir, 4/449
[8]. Majadih bentuk tunggalnya adalah
majdah yakni salah satu jenis bintang yang menurut bangsa Arab merupakan
bintang (yang jika muncul) menunjukkan hujan akan turun. Maka Umar Radhiyallahu 'anhu menjadikan
istighfar sama dengan bintang-bintang tersebut, suatu bentuk komunikasi melalui
apa yang mereka ketahui. Dan sebelumnya mereka memang menganggap bahwa adanya
bintang tersebut pertanda akan turun hujan, dan bukan berarti Umar berpendapat
bahwa turunnya hujan karena bintang-bintang tersebut. (Tafsir Al-Khazin, 7/154)
[9]. Op.Cit 7/154. Lihat pula Ruh al-Ma'ani
29/72
[10]. Tafsir Al-Khazin, 7/154. Lihat pula,
Ruhul Ma'ani, 29/73
[11]. Tafsir Al-Qurthubi, 18/302-303. Lihat
pula Al-Muharrar Al-Wajiz, 16/123
[12]. Tafsir Ibnu Katsir, 2/492. Lihat pula,
Tafsir Al-Qurthubi, 9/51
[13]. Zaadul Masiir, 4/75
[14]. Tafsir Al-Qurthubi, 9/403. Lihat pula,
Tafsir Ath-Thabari, 15/229 -230, Tafsir Al-Baghawi. 4/373, Fathul
Qadir, 2/695 dan Tafsir Al-Qasimi, 9/63.
[15]. Adhwa'ul Bayan, 3/9
[16]. مَنْ أَكْشَرَ
الْاِسْتِغْفَارَ Dalam riwayat lain disebutkan مَنْ لَزِمَ
الْاِسْتِغْفَارَ
"Barangsiapa
menetapi - dalam riwayat lain - tidak meninggalkan istighfar". Lihat,
Sunan Abi Daud, 4/267, Sunan Ibni Majah, 2/339. Dan maknanya, sebagaimana
disebutkan oleh Syaikh Abu Ath-Thayyib Al-Azhim Abadi yaitu saat terjadinya
maksiat atau adanya ujian atau ada orang yang penyakitnya terus menerus, maka
sungguh dalam setiap nafas ia membutuhkan kepadanya (istighfar dan taubat).
Karena itu Rasulullah ShallAllah Shubhanahu wa ta’allau 'alaihi wa sallam
bersabda:
طُوْبَى لِمَنْ وَجَدَ فِيْ صَحِيْفَتِهِ
اسْتِغْفَارَا كَِشِيْرًا
"Beruntunglah orang yang
mendapati dalam shahifah (catatan amalnya) istighfar yang banyak". (Hadist
Riwayat Ibnu majah dengan sanad hasan shahih). (Aunul Ma'bud, 4/267)
[17]. Al-Musnad, no. 2234, 4/55-56 dan
lafazh tersebut adalah redaksi miliknya ; Sunan Abi Daud, Abwabu Qiyamil Lail,
Tafri'u Abwabil Witr, Bab Fil Istighfar, no. 1515, 4/267 ; Kitabus Sunan
Al-Kubra, Kitabu Amalil Yaumi wal Lalilah, no 10290/2,6/118 ; Sunan Ibni Majah,
Abwabul Adab, Bab Al-Istighfar, no. 3864, 2/339 ; Al-Mustadrak 'alash
Shahihain, Kitabut Taubah wal Inabah, 4/292.
Sebagian ahli hadits
menyatakan hadits ini dha'if karena salah satu periwayatnya (cacat). (Lihat,
At-Talkhish, Al-Hafizd Adz-Dzahabi, 4/262 ; Aunul Ma'bud, 4/267 ; Dha'ifu Sunan
Abi Daud, Syaikh Al-Albani, hal. 149) Tetapi sanad hadits tersebut dishahihkan
oleh Imam Al-Hakim (Lihat, Al-Mustadrak, 4/262). Dan Syaikh Ahmad Muhammad
Syakir berkata : "Sanad hadits ini shahih" (Hamisy Al-Musnad, 4/55).
Demikian sebagai jawaban atas apa yang dikatakan tentang salah seorang
perawinya.
Post a Comment