Meluruskan Aqidah Persiapan Menegakkan Hukum Allah
Meluruskan Aqidah Persiapan Menegakkan Hukum Allah
Segala
puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ShalAllah u’alaihi wa sallam beserta
keluarga dan seluruh sahabatnya.
Sungguh
Allah Shubhanahu wa ta’alla telah
membuka peluang seluas-luasnya bagi setiap hamba untuk meraih yang terbaik
dalam hidupnya. Allah Shubhanahu wa
ta’alla juga menuangkan kasih sayang kepada mereka melebihi kasih sayang
mereka terhadap diri mereka sendiri. Hal ini sebagaimana ucapan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada
seorang sahabat:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فَاللهُ أَرْحَمُ
بِكَ مِنْكَ بِهِ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ » [رواه البخاري]
“Allah
Shubhanahu wa ta’alla lebih sayang kepada dirimu daripada sayangmu kepada dia
(anakmu) dan Dia adalah Dzat yang paling penyayang di antara para penyayang.”
(Shahih al-Adabil Mufrad no. 290).
Tidak ada hal sekecil apa pun yang akan membuahkan kebahagiaan melainkan
Allah Shubhanahu wa ta’alla telah
melimpahkannya kepada hamba-hamba -Nya. Yang menjadi pertanyaan, berapakah
jumlah hamba -Nya yang mengetahui bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla menyayanginya? Pertanyaan selanjutnya, berapa
jumlah hamba -Nya yang berusaha meraih kasih sayang tersebut?
قال الله تعالى: ﴿ قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِمَّآ أَن تُلۡقِيَ وَإِمَّآ
أَن نَّكُونَ نَحۡنُ ٱلۡمُلۡقِينَ ١١٥ ﴾ [الأعراف:156]
“Dan rahmat -Ku meliputi segala sesuatu.” (al-A’raf: 156).
As-Sa’di Rhadiyallahu ‘anhum
mengatakan, “Rahmat Allah Shubhanahu wa
ta’alla mencakup segala yang di atas dan di bawah, pelaku kebaikan dan
pelaku maksiat, mukmin dan kafir. Tidak ada satu makhluk pun melainkan rahmat
Allah Shubhanahu wa ta’alla sampai
kepadanya, demikian pula karunia serta kebaikan -Nya meliputi mereka. Namun,
kasih sayang yang bersifat menyeluruh, yang melahirkan kebahagiaan dunia dan
akhirat, tidak akan diberikan kepada seorang pun (melainkan orang-orang yang
diridhai-Nya). Oleh karena itu, Allah Shubhanahu
wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ وَٱكۡتُبۡ لَنَا فِي هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ
وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ إِنَّا هُدۡنَآ إِلَيۡكَۚ قَالَ عَذَابِيٓ أُصِيبُ بِهِۦ مَنۡ أَشَآءُۖ
وَرَحۡمَتِي وَسِعَتۡ كُلَّ شَيۡءٖۚ فَسَأَكۡتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤۡتُونَ
ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلَّذِينَ هُم بَِٔايَٰتِنَا يُؤۡمِنُونَ ١٥٦﴾ [الأعراف:156]
“Maka
akan Aku tetapkan rahmat -Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan
zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami. (Yaitu) orang-orang
yang mengikut rasul, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang ummi.”
(al-A’raf: 156).
Kasih Sayang yang Tidak Terhingga.
Bagi orang yang
beriman, tidak ada yang terbetik dalam benak, terlintas dalam sanubari,
tergambar dalam ingatan, ataupun terbayang di pelupuk mata, selain bahwa hidup
di dunia ini akan berakhir dan ia pasti akan menghadap Dzat yang Maha kuasa.
Allah Shubhanahu wa ta’alla telah
mempersiapkan seratus rahmat. Satu di antaranya telah diturunkan ke dunia dan
yang 99 disimpan di akhirat bagi orang yang beriman.
Salah satu
bentuk kasih sayang Allah Shubhanahu wa
ta’alla di dunia, -Dia mengutus para nabi dan rasul kepada mereka,
menurunkan kitab-kitab kepada mereka, dan menurunkan agama untuk mereka anut.
Namun, sangat sedikit dari mereka yang mau menyambut kasih sayang ini. Justru
yang terjadi adalah sebaliknya, yang ingkar dan kufur lebih banyak daripada
yang beriman.
قال الله تعالى: ﴿ وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ ١٣ ﴾ [سباء :13]
“Dan
sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (Saba: 13)
قال الله تعالى: ﴿ وَإِن تُطِعۡ أَكۡثَرَ مَن فِي ٱلۡأَرۡضِ يُضِلُّوكَ
عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ هُمۡ إِلَّا يَخۡرُصُونَ
١١٦ ﴾ [الأنعام:116]
“Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (al-An’am: 116).
Mengingat hal ini,
dengan gembira dan lapang dada, orang-orang yang beriman akan menyambut segala
seruan para rasul yang diutus kepada mereka dan mengaplikasikan segala
bimbingan di dalam kitab tersebut dan berjalan dalam aturan agama yang
dianutnya. Satu rahmat di dunia ini mereka jadikan jembatan untuk mendapatkan
99 rahmat yang dipersiapkan di akhirat kelak.
Islam, Sebuah
Rahmat dan Aturan yang Kokoh
Pernahkah Anda melihat bangunan yang kokoh dan megah? Anda mungkin akan menjawab, “Ya.” Lalu, apakah komentar Anda? Mungkin Anda tidak berkomentar selain mengungkapkan rasa heran, “Betapa megah dan indahnya banguan ini.” Keheranan semata tidak akan membuahkan pengetahuan bahwa bangunan yang kokoh dan megah ini memiliki syarat-syaratnya. Oleh karena itu, mari kita menyadari bahwa bangunan yang kokoh dan megah ini pasti berdiri di atas fondasi yang kuat dan andal. Jika bangunan tersebut mengandung manipulasi keindahan dan terlihat kokoh tetapi tidak di atas fondasi yang kuat, niscaya tidak akan berumur panjang. Bangunan itu niscaya tidak akan bertahan lama, dia akan segera hancur dan runtuh.
Pernahkah Anda melihat bangunan yang kokoh dan megah? Anda mungkin akan menjawab, “Ya.” Lalu, apakah komentar Anda? Mungkin Anda tidak berkomentar selain mengungkapkan rasa heran, “Betapa megah dan indahnya banguan ini.” Keheranan semata tidak akan membuahkan pengetahuan bahwa bangunan yang kokoh dan megah ini memiliki syarat-syaratnya. Oleh karena itu, mari kita menyadari bahwa bangunan yang kokoh dan megah ini pasti berdiri di atas fondasi yang kuat dan andal. Jika bangunan tersebut mengandung manipulasi keindahan dan terlihat kokoh tetapi tidak di atas fondasi yang kuat, niscaya tidak akan berumur panjang. Bangunan itu niscaya tidak akan bertahan lama, dia akan segera hancur dan runtuh.
Islam sebagai
agama rahmat dan aturan yang kokoh merupakan fondasi hidup menuju kebahagiaan
dunia dan akhirat. Islam adalah sebuah bangunan yang indah dan sempurna. Di
samping itu, Islam juga menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Kekokohan
bangunan Islam berdiri di atas lima fondasi yang kuat, dan masing-masingnya
menjadi penopang yang lain. Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «بُنِيَ
الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ؛ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ،
وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ » [متفق عليه]
“Islam
dibangun di atas lima fondasi, yaitu (1) persaksian bahwa tidak ada sesembahan
yang benar selain Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Muhammad adalah rasul Allah,
(2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) berhaji, dan (5) puasa pada
bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih dari sahabat Abdullah bin Umar )
Ibnu Rajab al-Hanbali rhadiyallahu ‘anhum menegaskan, “Yang
dimaksud oleh hadits ini adalah bahwa Islam dibangun di atas lima landasan.
Kelimanya bagaikan fondasi dan pilar-pilar sebuah bangunan. Maksud perumpamaan
ini, bangunan tidak akan berdiri kokoh (tanpa lima dasar tersebut), sedangkan
bagian-bagian agama yang lain adalah penyempurna bangunan ini. Jika
(bagian-bagian agama) kurang maka akan mengakibatkan kekurangan pada bangunan
itu, tetapi bangunan tetap berdiri. Berbeda keadaannya jika fondasi yang lima
ini tidak ada, Islam akan hilang tanpa diragukan lagi.” (Jami’ Ulumul al-Hikam
hlm. 62)
Akidah adalah Asas Fondasi Islam
Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mengutus
para rasul membawa misi yang sama, yaitu mengajak mereka untuk beribadah kepada
Allah Shubhanahu wa ta’alla semata
dan meninggalkan segala bentuk peribadatan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla. Hal ini telah
ditegaskan oleh Allah Shubhanahu wa
ta’alla di dalam firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا
أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْٱلطَّٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى
ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ
فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ٣٦ ﴾ [النحل:36]
Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah thaghut itu.” Maka di antara umat itu ada orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah
pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (an-Nahl: 36)
Kesamaan misi
para rasul ini sesungguhnya adalah pemberitahuan umum dari Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada seluruh
hamba bahwa:
a.
Kehancuran hidup dan
kebinasaannya akan terselesaikan dengan pemurnian tauhid kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla.
b.
Kehinaan dan kerendahan
akan hilang dengan dibersihkannya tampilan lahiriah dan keadaan batiniah oleh
akidah.
c.
Kerusakan dalam segala
bidang dan aspek, politik, perekonomian, aturan kenegaraan antara pemimpin dan
rakyat, akan terselesaikan dengan landasan akidah yang kokoh.
d.
Kesiapan untuk menerima
segala beban syariat dan menerima segala hukum-hukum Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya harus dimulai dari pembenahan
akidah.
e.
Landasan hidup menuju
kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat adalah akidah yang benar.
Pembaca yang
budiman, Allah Shubhanahu wa ta’alla
mengutus rasul pertama kali ke muka bumi ini, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam membawa mandat untuk memurnikan
akidah yang telah rusak. Allah Shubhanahu
wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ إِنَّآ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦٓ أَنۡ
أَنذِرۡ قَوۡمَكَ مِن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ ١ قَالَ يَٰقَوۡمِ إِنِّي
لَكُمۡ نَذِيرٞ مُّبِينٌ ٢ أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ ٣ ﴾ [نوح: 1- 3 ]
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan
memerintahkan), “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang
pedih.” Nuh berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan
yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah
kepada-Nya dan taatlah kepadaku.” (Nuh: 1—3)
Tugas besar yang diemban oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salla mendapatkan tantangan yang keras dari kaumnya. Bahkan, kaumnya sempat mengatakan kepada beliau, “Sesungguhnya kami melihat engkau berada dalam kesesatan yang nyata.” Tidak ada seorang rasul pun yang diutus oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada suatu kaum melainkan dalam keadaan rusaknya semua lini kehidupan mereka. Allah Maha Mengetahui obat kerusakan tersebut sehingga setiap rasul yang -Dia utus diperintahkan untuk memulai dakwahnya dengan memurnikan tauhid kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla. Tugas yang diemban oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salla ditutup oleh Nabi kita, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salla, yang diutus kepada kaum yang juga ingkar dan kufur kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Akibat Kerusakan
Akidah Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Penyimpangan dari
akidah yang benar adalah kebinasaan dan kehancuran karena akidah yang benar
adalah pendorong yang kuat untuk melakukan amal yang bermanfaat. Jika seseorang
tidak berada di atas akidah yang benar, niscaya dia akan menjadi penampung
segala waham dan keraguan. Bisa jadi, keraguan itu menguasai hidupnya sehingga
menjadikan kehidupannya sempit. Dia lalu berusaha melepaskan diri dari
kesempitan hidup itu dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada beberapa
orang yang tidak mendapatkan hidayah berupa akidah yang benar. Jika sebuah
masyarakat tidak melandasi hidup mereka dengan akidah yang benar, niscaya akan
terwujud kehidupan yang layaknya binatang. Akan hilang manfaat segala hal yang
menunjang terwujudnya kehidupan yang bahagia. Kemampuan material yang mereka
miliki justru akan menggiring mereka menuju kebinasaan. Hal ini bisa disaksikan
di negeri-negeri kafir. Kekuatan materi harus ditopang oleh bimbingan dan
arahan sehingga bisa mewujudkan kehidupan yang istimewa dan bermanfaat. Tidak
ada yang bisa memandu ke arah ini selain akidah yang benar. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُواْ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ
وَٱعۡمَلُواْ صَٰلِحًاۖ إِنِّي بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ ٥١ ﴾ [المؤمنون:51]
“Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mu’minun:
51).
Dan sesungguhnya telah
Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman),
قال الله تعالى: ﴿۞وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ مِنَّا فَضۡلٗاۖ يَٰجِبَالُ
أَوِّبِي مَعَهُۥ وَٱلطَّيۡرَۖ وَأَلَنَّا لَهُ ٱلۡحَدِيدَ ١٠ أَنِ ٱعۡمَلۡ سَٰبِغَٰتٖ
وَقَدِّرۡ فِي ٱلسَّرۡدِۖ وَٱعۡمَلُواْ صَٰلِحًاۖ إِنِّي بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ
١١ وَلِسُلَيۡمَٰنَ ٱلرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهۡرٞ وَرَوَاحُهَا شَهۡرٞۖ وَأَسَلۡنَا لَهُۥ
عَيۡنَ ٱلۡقِطۡرِۖ وَمِنَ ٱلۡجِنِّ مَن يَعۡمَلُ بَيۡنَ يَدَيۡهِ بِإِذۡنِ رَبِّهِۦۖ
وَمَن يَزِغۡ مِنۡهُمۡ عَنۡ أَمۡرِنَا نُذِقۡهُ مِنۡ عَذَابِ ٱلسَّعِيرِ ١٢ يَعۡمَلُونَ
لَهُۥ مَا يَشَآءُ مِن مَّحَٰرِيبَ وَتَمَٰثِيلَ وَجِفَانٖ كَٱلۡجَوَابِ وَقُدُورٖ
رَّاسِيَٰتٍۚ ٱعۡمَلُوٓاْ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكۡرٗاۚ وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ
١٣ ﴾ [سبأ: 10- 13]
“Hai
gunung-gunung dan burung-burung, bertasbih lah berulang-ulang bersama Dawud”,
dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang
besar-besar dan ukurlah anyaman nya, dan kerjakanlah amalan yang saleh.
Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan. Dan Kami (tundukkan) angin
bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan
dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula), serta
Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di
hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Rabbnya. Dan siapa yang
menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab
neraka yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang
dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, dan piring-piring
yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku).
Bekerjalah, hai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah Shubhanahu wa
ta’alla), dan sedikit sekali dari hamba-hamba -Ku yang berterima kasih.” (Saba:
10—13)
Maka dari itu, kekuatan
akidah wajib ada sebagai penopang kekuatan materi. Jika kekuatan materi
terlepas darinya maka ia menjadi perantara menuju kehancuran dan kebinasaan
sebagaimana yang bisa disaksikan di negara-negara kafir yang memiliki kekuatan
materi namun tidak memiliki akidah yang benar.” (Aqidah at-Tauhid hlm. 13).
Periode Makkah
Sebelum Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi
wa sallam diutus oleh Allah Shubhanahu
wa ta’alla, sungguh kita mengetahui bagaimana kehidupan orang-orang
jahiliah. Kerusakan menimpa mereka pada segala sisi sehingga kehormatan, darah,
dan harta benda tidak memiliki harga sedikitpun. Islam memberikan perhatian
yang sangat besar terhadap hal-hal tersebut. Dalam keadaan kerusakan pada
segala sisi inilah Allah Shubhanahu wa
ta’alla memilih Rasul -Nya sebagai utusan
-Nya kepada mereka. Dari manakah Allah Shubhanahu wa ta’alla memerintahkan beliau untuk memulai? Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskannya di
dalam firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ
لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مُتَقَلَّبَكُمۡ
وَمَثۡوَىٰكُمۡ ١٩ ﴾ [محمد:19]
“Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) selain Allah.”
(Muhammad: 19).
قال الله تعالى: ﴿ فَٱصۡدَعۡ بِمَا تُؤۡمَرُ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
٩٤ ﴾ [الحجر:94]
“Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (al-Hijr: 94).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللهِ وَيُقِيْمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ
عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ
عَلَى اللهِ » [رواه البخاري]
“Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mempersaksikan bahwa tidak
ada sesembahan yang benar melainkan Allah dan Muhammad adalah rasul Allah.
Mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan bila mereka melakukan semuanya,
niscaya mereka telah memelihara darah dan harta mereka kecuali dengan hak Islam
dan hisab mereka di sisi Allah.” (HR. al-Bukhari dari Ibnu Umar )
Al-Imam Ahmad
dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Rabi’ah bin ‘Abbad ad-Daili, yang mengalami
masa jahiliah lalu masuk Islam. Ia berkata, “Pada masa jahiliah, saya melihat
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
di pasar Dzil Majaz mengatakan:
“Wahai sekalian manusia, ucapkanlah kalimat La
ilaha illallah niscaya kalian akan beruntung.” (Lihat Shahih Sirah an-Nabawiyah
karya asy-Syaikh al-Albani hlm. 142).
Tapak tilas
dakwah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam di kota Makkah benar-benar menjadi bukti sejarah Islam masa bahwa
problema hidup dengan segala kerusakan dan kehancurannya bisa diselesaikan oleh
akidah dan tauhid. Dari sini kita mengetahui bahwa jika sebuah bangunan berdiri
tanpa fondasi yang kokoh, pasti akan hancur. Demikian juga, apabila kehidupan
ini tidak dilandasi oleh akidah yang benar, niscaya akan binasa. Asy-Syaikh
Shalih bin Fauzan hafizhahullah berkata, “Akidah yang benar adalah asas
berdirinya agama. Dengannya pula amalan akan diterima, sebagaimana firman Allah
Shubhanahu wa ta’alla:
قال الله تعالى: ﴿ قُلۡ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٞ مِّثۡلُكُمۡ يُوحَىٰٓ
إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ
فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا ١١٠
﴾ [الكهف: 110]
“Barang
siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Rabbnya.” (al-Kahfi: 110)
قال الله تعالى: ﴿ وَلَقَدۡ أُوحِيَ إِلَيۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن
قَبۡلِكَ لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ
٦٥ ﴾ [ الزمر: 65
]
Dan sesungguhnya telah
diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Jika kamu
mempersekutukan (Allah) niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk
orang-orang yang merugi.” (az-Zumar: 65)
قال الله تعالى: ﴿ فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصٗا لَّهُ ٱلدِّينَ ٢ أَلَا
لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ﴾ [الزمر:2- 3]
“Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada -Nya. Ingatlah, hanya
kepunyaan Allah -lah agama yang bersih (dari syirik).” (az-Zumar: 2—3)
Ayat-ayat ini
dan yang semakna dengannya—yang banyak jumlahnya—menunjukkan bahwa semua amalan
akan diterima apabila bersih dari kesyirikan. Dari sinilah perhatian pertama
kali para rasul adalah memperbaiki akidah. Yang pertama kali mereka serukan
kepada kaumnya adalah beribadah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla semata dan meninggalkan segala bentuk
penyembahan kepada selain -Nya, sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa ta’alla:
قال الله تعالى: ﴿ وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا
أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْٱلطَّٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى
ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُۚ فَسِيرُواْفِي ٱلۡأَرۡضِ
فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ٣٦ ﴾[النحل:36]
“Sungguh
kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul (untuk menyerukan),
‘Sembahlah Allah Shubhanahu wa ta’alla dan jauhilah oleh kalian thaghut itu’.”
(an-Nahl: 36) (Lihat Aqidah at-Tauhid hlm. 9)
Periode Madinah.
Tiga belas tahun
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di kota Makkah mengembalikan ajaran
bapak tauhid, Ibrahim, yang sudah hilang. Beliau mengibarkan bendera tauhid dan
meruntuhkan tahta berhalaisme dalam kalbu sebelum menghancurkan wujudnya. Beliau
juga membangun fondasi kehidupan yang kokoh di atas akidah yang suci dan
mengembalikan fitrah yang sudah rusak karena ajaran Amr bin Lu’ai al-Khuza’i.
Meskipun beliau menghadapi tantangan yang sangat dahsyat, namun satu orang demi
satu orang, bahkan satu keluarga, membesarkan jiwa para pengikut agama dalam
keasingannya.
Allah Shubhanahu wa ta’alla lalu memerintahkan
mereka melakukan hijrah. Negeri yang dipilihkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla sebagai tempat bernaung dan mengatur strategi
adalah kota Madinah yang dulunya bernama Yatsrib. Dalam perjalanan berjalan
kaki menuju negeri yang jauh ini, kaum kafir Quraisy tidak berhenti berupaya
membendung dakwah Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berusaha memadamkannya dengan cara
menangkap beliau baik dalam kondisi masih hidup maupun mati. Namun, makar jahat
mereka ada yang mengawasinya. Mereka tidak bisa mengelak dari kehendak Allah Shubhanahu wa ta’alla. Allah Shubhanahu wa ta’alla pun menimpakan
kegagalan kepada mereka.
Sesampainya di
Yatsrib, hidup baru mulai dijalani. Strategi hidup mulai dirancang dan bendera
tauhid semakin berkibar. Fondasi hidup pun tersusun dengan rapi dan kokoh. Para
pembela dan penolong agama berdiri tegak. Kesucian lahiriah dan batiniah
menghiasi diri mereka, yang dipimpin oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Negara Islam pun berdiri. Hukum-hukum
Allah Shubhanahu wa ta’alla
dijalankan dengan penuh ketundukan, didasari oleh:
1.
Keberhasilan dakwah Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
yang dimulai dari pemurnian akidah.
2.
Kebersihan hidup
lahiriah dan batiniah, disertai kebagusan hubungan mereka dengan Allah Shubhanahu wa ta’alla.
3.
Kesiapan yang sangat
mendukung dari pemimpin dan rakyatnya yang semuanya berada pada jalan yang
diridhai oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla.
4.
Ilmu agama yang murni.
Di kota inilah semua ajaran Islam disempurnakan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Dengan kesempurnaannya,
sempurnalah pula tugas Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam sebagai utusan yang telah memperbarui tatanan kehidupan.
Allah Shubhanahu wa ta’alla
menjadikan umatnya sebagai umat yang paling mulia dibandingkan dengan umat-umat
sebelumnya. Generasi yang hidup bersama beliau pun menjadi generasi terbaik.
Dari pembahasan yang
singkat ini, kita menyimpulkan bahwa tidaklah sebuah Negara Islam akan berdiri
melainkan harus berlandaskan akidah yang benar. Tidak akan tegak hukum-hukum
Allah Shubhanahu wa ta’alla di muka
bumi melainkan dengan memurnikan tauhid kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla. Dengan misi yang sama inilah, Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutus para
rasul -Nya dan menurunkan kitab-kitab -Nya. Wallahu a’lam.
Post a Comment