Berbakti Pada Kedua Orang Tua
Berbakti Pada Kedua Orang Tua
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah
Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu
bagi -Nya, dan
aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi
wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Sesungguhnya
berbakti pada kedua orang tua merupakan kewajiban utama bahkan termasuk
kewajiban yang paling utama, dimana Allah Shubhanahu
wa ta’alla menggandeng
langsung dengan perintah untuk beribadah kepada -Nya
semata, yang tiada sekutu bagi -Nya. Seperti
yang telah kia ketahui bersama yaitu dalam sebuah
ayat dalam kitab -Nya, Allah
ta'ala berfirman:
﴿ وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا
تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا ٣٦ ﴾ [النساء: 36]
"Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan -Nya dengan sesuatu apapun. dan
berbuat baiklah kepada dua orangtua". (QS an-Nisaa': 36).
Dalam
kesempatan lain, Allah ta'ala juga berfirman dengan redaksi yang sama, namun
lebih spesifik, yaitu perintah untuk beribadah kepada -Nya lalu digabungkan
agar berbakti pada kedua orang tua:
﴿ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ
إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ
أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل
لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا ٢٣ وَٱخۡفِضۡ لَهُمَا جَنَاحَ
ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحۡمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرۡحَمۡهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرٗا ٢٤﴾ [الإسراء:
23-24]
"Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil". (QS al-Israa': 23-24).
Dan
Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa
sallam juga mengabarkan pada kita selaku umatnya, bahwa berbuat baik pada
kedua orang tua itu lebih baik dari amalan jihad di jalan -Nya. Sebagaimana
dalam kabar yang shahih yang sampai pada kita. Yaitu sebuah hadits yang
dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu
'anhu, beliau berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « سَأَلْتُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ
قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا ». قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ
الْوَالِدَيْنِ ». قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ
اللَّهِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Aku pernah bertanya kepada Rasulallah Shalallahu
‘alaihi wa sallam amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah ta'ala? Beliau menjawab: "Sholat tepat pada
waktunya". Kemudian amalan apa lagi? Tanyaku kembali. Beliau menjawab:
"Berbuat baik pada kedua orang tua". Lalu apa lagi? Tambahku lagi.
Beliau bersabda: "Berjihad dijalan Allah". HR Bukhari no: 527. Muslim
no: 85.
Dalam
kesempatan lain beliau juga menjelaskan hal yang sama, sebagaimana riwayat yang
disebutkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma,
beliau menceritakan:
« جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي
الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ »
[أخرجه البخاري و مسلم]
"Pernah ada seseorang yang datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam untuk minta di ijinkan
pergi berjihad. Maka Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya:
"Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia, jawab orang tersebut. Nabi
bersabda: "Pada kedua orang tuamulah hendaknya kamu berjihad". HR
Bukhari no: 3004. Muslim no: 2549.
Sedangkan
dalam redaksi yang ada dalam riwayat Abu Dawud dijelaskan, Abdullah bin Amr
radhiyallahu 'anhuam menceritakan: "Orang itu berkata:
« جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَايِعُهُ قَالَ جِئْتُ لِأُبَايِعَكَ عَلَى
الْهِجْرَةِ وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ قَالَ فَارْجِعْ إِلَيْهِمَا
فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا» [أخرجه أبو داود]
"Aku datang membai'atmu untuk hijrah dan telah
aku tinggalkan kedua orang tuaku menangis". Maka Nabi bersabda:
"Kembalilah kepada kedua orang tuamu, lalu bikinlah dia senang sebagaimana
engkau telah menjadikan keduanya menangis". HR Abu Dawud no: 2528.
Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Abi Dawud 2/480-481 no: 2205.
Jumhur Ulama mengatakan: "Haram hukumnya
berangkat jihad jikalau kedua orang tuanya atau salah satunya melarang untuk
berangkat dengan catatan keduanya muslim, sebab berbakti pada keduanya hukum
wajib 'ain, sedangkan jihad hukum fardhu kifayah, adapun kalau jihadnya adalah
wajib bagi tiap orang maka pada saat itu tidak membutuhkan ijin keduanya
lagi". [1]
Seorang ayah keutamaannya, seperti disebutkan dalam
riwayat Tirmidzi, seperti tengah-tengah pintu surga. Seperti dalam haditsnya
Abu Darda radhiyallahu 'anhu, bawah Nabi Muhammad Shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ
فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوْ احْفَظْهُ» [أخرجه الترمذي]
"Seorang ayah ialah tengah-tengah pintu
surga, terserah kalau kamu ingin, sia-siakan pintu tersebut atau kamu
merawatnya". HR at-Tirmidzi no: 1900. Beliau berkata hadits
shahih.
Bahkan dikabarkan oleh Nabi Muhammad
Shalallahu 'alaihi wa allam akan merugi bagi siapa saja yang mendapati kedua
orang tuanya sampai tua lalu tidak menjadikan dirinya masuk surga. Seperti
dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
"Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ
ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ
الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ » [أخرجه مسلم]
"Sungguh sangat merugi", dan beliau
mengucapkan tiga kali. Maka ditanyakan pada beliau: 'Siapa wahai Rasulallah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam? Beliau menjawab: "Orang yang menjumpai kedua
orang tuanya atau salah satunya sampai tua kemudian tidak menjadikan dirinya
masuk surga". HR Muslim no: 2551.
Dan Allah Shubhanahu wa
ta’alla juga telah mengabarkan dalam
firman -Nya bahwa salah satu sifat
yang dimiliki oleh para Nabi -Nya
ialah berbakti pada orang tuanya. Seperti yang Allah Shubhanahu wa ta’alla sebutkan
dalam salah satu ayat -Nya
tentang Nabi -Nya Yahya, Allah ta'ala
berfirman:
﴿ وَبَرَّۢا بِوَٰلِدَيۡهِ وَلَمۡ
يَكُن جَبَّارًا عَصِيّٗا ١٤ ﴾ [ مريم: 14]
"Dan
seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang
sombong lagi durhaka". (QS Maryam: 14).
Dan menceritakan tentang
Isa putera Maryam:
﴿ وَبَرَّۢا بِوَٰلِدَتِي وَلَمۡ
يَجۡعَلۡنِي جَبَّارٗا شَقِيّٗا ٣٢ ﴾ [ مريم: 32]
"Dan berbakti kepada ibuku, dan -Dia tidak menjadikan aku
seorang yang sombong lagi celaka". (QS
Maryam: 32).
Kemudian, hak yang ada pada seorang ibu juga sangat jelas, bahkan dijelaskan dalam hadits yang
mana lebih agung dari seorang ayah, dimana
kedudukannya berada setelah hak
Allah Shubhanahu wa
ta’alla dan Rasul -Nya. Seperti yang tercantum dalam firman -Nya:
﴿ وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ
بِوَٰلِدَيۡهِ ١٤ ﴾ [ لقمان: 14]
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu- bapanya". (QS Luqman: 14).
Lalu Allah Shubhanahu wa
ta’alla menjelaskan alasannya kenapa,
yaitu dorongan bagi anak-anaknya untuk memperhatikan wasiat yang Allah Shubhanahu wa ta’alla berikan
setelahnya, yaitu dalam lanjutan ayat ini:
﴿ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا
عَلَىٰ وَهۡنٖ ١٤ ﴾ [ لقمان: 14]
"Ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah". (QS Luqman: 14).
Yaitu lemah serta serba payah yang bertumpuk-tumpuk,
mulai dari payahnya mengandung, ketika melahirkan kemudian merawatnya dan
menyusui sebelum dirinya dewasa. Seperti yang Allah Shubhanahu
wa ta’alla gambarkan dalam firman -Nya:
﴿ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ
أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ ١٤ ﴾ [لقمان: 14]
"Dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kalian kembali".
(QS Luqman: 14).[2]
Dalam sebuah hadits disebutkan dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan: "Pada suatu ketika ada seseorang
yang datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu
'alaihi wa sallam sembari bertanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ
النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ
قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku
gauli dengan baik? Beliau menjawab: "Ibumu". Kemudian siapa lagi?
Tanya kembali. Beliau menjawab: "Ibumu". Lalu siapa lagi? Tambah
lagi. Beliau menjawab: "Ibumu". Kemudian siapa lagi? Tanya lagi orang
tersebut. Nabi menjawab: "Baru ayahmu". HR Bukhari no: 5971. Muslim
no: 2548.
Diriwayatkan oleh Imam Nasa'i dan Ibnu Majah sebuah
hadits dari Mu'awiyah bin Jahimah radhiyallahu'anhuma. Beliau mengkisahkan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أن جاهمة السلمي جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله إني كنت أردت الجهاد
معك أبتغي بذلك وجه الله والدار الآخرة . قال: ( ويحك أحية أمك ) قلت نعم . قال : ( ارجع فبرها ). –في لآخر الحديث: قال : « ويحك الزم رجلها فثم الجنة» [أخرجه النسائي]
"Jahimah pernah datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya: "Ya
Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sungguh aku ingin sekali berangkat
jihad bersamamu, yang aku ingin mengharap wajah Allah Shubhanahu wa ta’alla dan
surga dengan amalan itu. Beliau bertanya balik: "Celaka kamu, apakah ibumu
masih hidup? Ia, jawabnya. Beliau berkata: "Kembalilah pada ibu lalu
berbakti padanya". Dan disebutkan pada akhir hadits: "Celaka kamu,
penuhilah kakinya (berbakti padanya) maka engkau akan mencium surga". HR
an-Nasa'i no: 3104. Ibnu Majah no: 2781. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam
shahih sunan an-Nasa'i 2/651 no: 2908.
Mempergauli kedua orang tua dengan cara
yang ma'ruf merupakan wasiat yang Allah Shubhanahu
wa ta’alla cantumkan dalam kitab suci -Nya, walaupun kedua orang tuanya tersebut beda agama.
Agar semakin jelas perhatikan firman Allah Ta’alla berikut
ini:
﴿ وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ
أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا
فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ
أَنَابَ إِلَيَّۚ ١٥ ﴾ [ لقمان: 15]
"Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada -Ku". (QS Luqman: 15).
Hal itu juga diterapkan oleh Nabi Muhammad
Shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala di tanya oleh para sahabatnya, disebutkan
dalam shahih Bukhari dan Muslim sebuah hadits dari Asma binti Abu Bakar
radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan:
« قَدِمَتْ عَلَىَّ أُمِّى وَهِىَ
مُشْرِكَةٌ فِى عَهْدِ قُرَيْشٍ إِذْ عَاهَدَهُمْ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدِمَتْ عَلَىَّ أُمِّى
وَهْىَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّى قَالَ « نَعَمْ صِلِى أُمَّكِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Ibuku pernah datang berkunjung kepadaku
sedangkan dia seorang yang masih musyrik, pada zamannya Quraisy. Maka aku
datang kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta pendapatnya. Saya
katakan padanya: "Dan ibuku ingin untuk dikunjungi, apakah boleh aku
menyambung hubungan dengannya? Beliau menjawab: "Ia, sambunglah hubungan
bersama ibumu". HR Bukhari no: 2620. Muslim
no: 1003.
Seberapa besar upaya, tenaga, bantuan atau apapun
jenisnya dari bentuk kebaikan, tetap saja seorang anak belum mampu
mengembalikan kebaikan kedua orang tua padanya. Hal itu, seperti yang
disinggung dalam sebuah hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ يَجْزِى وَلَدٌ وَالِدًا إِلاَّ أَنْ
يَجِدَهُ مَمْلُوكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ » [أخرجه مسلم]
"Tidak akan mungkin seorang anak mampu membalas
(kebaikan) orang tuanya sampai sekiranya ia menjumpai orang tuanya menjadi
hamba sahaya lalu ia membeli dan membebaskannya (baru mencukupinya)". HR
Muslim no: 1510.
Cukup sebagai pemecut bagi kita untuk segera berbakti
pada kedua orang tua, kalau fadhilahnya sampai menjadikan ridho Allah Shubhanahu wa ta’alla berada
pada ridho kedua orang tua. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits
yang dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dari haditsnya Abdullah bin Amr
radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan: "Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « رضي الرب في رضى الوالد وسخط الرب في سخط
الوالد »
[أخرجه
الترمذي]
"Ridho Rabb berada pada ridho orang tua, dan
kemurkaan Allah berada pada kemurkaan kedua orang tua". HR
at-Tirmidzi no: 1899. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah
2/44 no: 516.
Durhaka
pada orang tua:
Perbuatan yang satu ini, sangatlah jauh dari ajaran
Islam, sebab durhaka pada orang tua yang telah merawat kita sejak kecil
termasuk dosa besar dari dosa-dosa besar yang ada, karena ia dituntut untuk
berbuat baik justru sebaliknya dia sama sekali tidak menunaikan haknya serta
mengingkari kebaikan yang telah diberikan padanya.
Dan
cukup hal itu membikin kita ngeri, kalau Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam saja menggandeng perbuatan nista ini
dengan perbuatan syirik, ini menunjukan bahwa perilaku itu termasuk dosa yang
paling besar. Lebih jelasnya, perhatikan
sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam berikut ini:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ
الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ
بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Maukah kalian aku beritahu diantara dosa besar
yang paling besar". Beliau mengulangi tiga kali. Para sahabat menjawab:
"Tentu, wahai Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam". Beliau
melanjutkan: "Menyekutukan Allah dan durhaka pada kedua orang
tuanya". HR Bukhari no: 2654. Muslim no: 87. Dari sahabat Abu
Bakrah radhiyallahu 'anhu.
Lebih
mengerikan lagi, kalau dosa durhaka pada orang tua bisa sebagai penyebab
pelakunya masuk ke dalam neraka. Sebagaimana dalam musnad Imam Ahmad, dimana
beliau menyebutkan sebuah hadits dari Ubai bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa
Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa
sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ
أَحَدَهُمَا ثُمَّ دَخَلَ النَّارَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ
وَأَسْحَقَهُ » [أخرجه أحمد]
"Barangsiapa yang mendapati kedua orang tuanya,
atau salah satunya. Kemudian dia masuk neraka setelah kematiannya, maka Allah Shubhanahu wa ta’alla akan
menjauhkan dari -Nya dan membinasakannya". HR
Ahmad 31/373 no: 19027.
Bentuk
berbakti pada kedua orang tua:
Berbuat baik pada kedua orang tua caranya begitu
banyak, bisa dengan berkorban menghadirkan kebaikan, berbuat baik dalam ucapan,
tingkah laku, atau harta.
Contoh berlaku baik dalam ucapan: Berbicara pada
keduanya dengan lemah lembut yang menunjukan penghormatannya. Sedangkan contoh
dalam perilaku seperti turun langsung membantu pekerjaannya dengan badan sesuai
kemampuanmu, atau membantu kebutuhan
yang diperlukan oleh keduanya, meringankan kebutuhan, mentaati keduanya selagi
tidak membahayakan agama atau duniamu. Adapun contoh berlaku baik dengan harta
seperti memberi tiap kebutuhan yang diperlukan tanpa pamrih, tidak
mengungkit-ungkit pemberiannya, namun dia mengorbankan hartanya dan merasa
senang jika pemberiannya diterima dan dimanfaatkan oleh keduanya. [3]
Termasuk bentuk
berbuat baik pada orang tua setelah kematiannya ialah mendo'akan kebaikan pada
keduanya. Seperti firman Allah Shubhanahu wa
ta’alla yang mengkisahkan Nabi -Nya Nuh 'alaihi sallam:
﴿ رَّبِّ ٱغۡفِرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيَّ
٢٨﴾ [ نوح: 28]
"Ya Tuhanku! ampunilah aku dan ibu bapakku".
(QS Nuh: 28).
Dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, beliau berkata: 'Rasulallah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ
عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ» [أخرجه مسلم]
"Jika seorang insan meninggal dunia maka terputus
selurah amalnya melainkan tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang
dimanfaatkan, dan anak sholeh yang mendo'akannya". HR
Muslim no: 1631.
Bisa juga dengan bersedekah atas nama keduanya.
Sebagaimana hadits yang ada dalam Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu
'anha, beliau menceritakan:
« أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ
تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ: نَعَمْ » [أخرجه مسلم]
"Pernah ada seseorang yang berkata pada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam: 'Sesungguhnya ibuku
meninggal secara tiba-tiba, dan aku mengira kalau sekiranya sempat berbicara ia
tentu ingin bersedekah, apakah ia bisa memperoleh pahala jikalau aku bersedekah
atasnya? Beliau menjawab: "Ia". HR Muslim no: 1004.
Salah satu cara berbakti setelah kematian keduanya
ialah menyambung hubungan baik bersama teman-temannya dulu. Diriwayatkan oleh
Imam Muslim sebuah kisah dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma. Bahwa
suatu ketika Abdullah bin Umar bertemu dengan seorang arab badui ditengah
perjalanan safarnya ke Makah. Maka beliau memberi salam padanya, lalu memberi
keledai yang sedang ia tunggangi, imamah yang sedang dipakai untuk menutupi
kepalanya ia lepas lalu diberikan pada orang tersebut.
Ibnu
Dinar -salah seorang yang menemaninya- berkata: 'Maka kami tanya pada beliau:
'Semoga Allah Shubhanahu wa
ta’alla memberi kebaikan padamu. Sesungguhnya
mereka hanya orang arab badui, yang sekiranya kalau diberi sudah merasa cukup
walau sedikit'. Dan Abdullah bin Umar menjawab: "Sesungguhnya ayah orang
ini adalah sahabat dekat Umar bin Khatab, sedangkan aku pernah mendengar
langsung dari Rasulallah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ
أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ» [أخرجه
مسلم]
"Sesungguhnya berbakti pada orang tua yang paling
utama ialah menyambung hubungan dengan keturunan sahabat dekat ayahnya". HR
Muslim no: 2552.
Akhirnya kita tutup kajian kita dengan mengucapkan
segala puji hanya bagi Allah Ta’alla Rabb
seluruh makhluk. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan
kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
Post a Comment