Hinanya Hati Yang Keras
Hinanya
Hati Yang Keras
Segala puji hanya untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla Ta'ala, shalawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh
sahabatnya.
قال الله تعالى: ﴿ أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ
صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٖ مِّن رَّبِّهِۦۚ فَوَيۡلٞ لِّلۡقَٰسِيَةِ
قُلُوبُهُم مِّن ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ ٢٢ ﴾ [الزمر : 22]
Maka
apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla hatinya
untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan
orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang
hatinya keras untuk mengingat Allah Shubhanahu wa ta’alla. Mereka itu dalam
kesesatan yang nyata [az-Zumar : 22].
RINGKASAN TAFSIR [1]
“Maka apakah orang-orang yang
dibukakan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla hatinya untuk (menerima) agama
Islam”, yaitu dengan dipermudah untuk mengenal -Nya, bertauhid kepada -Nya, taat akan perintah -Nya dan menjadi bertambah
semangat untuk mengerjakan ajaran Islam. Dan ini adalah pertanda yang baik bagi
seseorang “Lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya”, yaitu cahaya kebenaran yang
membuat hatinya bertambah yakin. Apakah mereka itu sama dengan orang yang
hatinya keras? Tentu saja tidak sama. “Maka kecelakaan yang besarlah bagi
mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allah Shubhanahu wa ta’alla”, yaitu mereka yang hatinya tidak lunak
ketika diingatkan akan Allah Shubhanahu
wa ta’alla, tidak khusyu’, tidak paham, tidak sadar dan selalu membangkang.
“Mereka itu dalam kesesatan yang nyata” yang akan mengantarkan mereka kepada kebinasaan.
“Mereka itu dalam kesesatan yang nyata” yang akan mengantarkan mereka kepada kebinasaan.
HATI MEMILIKI SIFAT
Setiap manusia memiliki sifat
yang berbeda-beda. Sifat-sifat tersebut pun bisa berubah-ubah setiap waktu.
Begitu pula hati, dia pun memiliki sifat. Hati bisa menjadi sehat dan juga bisa
menjadi sakit. Allah Shubhanahu wa
ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ
فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗاۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمُۢ بِمَا كَانُواْ يَكۡذِبُونَ ﴾ [ البقرة : 10]
Dalam
hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah Shubhanahu wa ta’alla penyakitnya
....
[al-Baqarah/2:10]
Hati juga bisa menjadi lunak dan juga bisa menjadi sekeras batu. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿
ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوبُكُم
مِّنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَٱلۡحِجَارَةِ أَوۡ أَشَدُّ قَسۡوَةٗۚ ٧٤ ﴾ [البقرة:
74]
Kemudian
setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi
[al-Baqarah/2:74]
Begitu pula hati bisa mengkilap, bersinar dan bisa juga menjadi hitam kelam sebagaimana diterangkan di beberapa hadits Rasulullah ShalAllahu ‘alihi wa sallam. Oleh karena itu, sebisa mungkin seorang Muslim memperhatikan kondisi hatinya setiap saat, jangan sampai menjadi hati yang keras atau mulai mengeras sehingga nantinya akan menjadi keras dan sulit menerima kebenaran. Na’udzu billahi min dzalik.
BAHAYA HATI YANG KERAS
Ayat di atas dengan jelas
menerangkan bahwa orang yang hatinya keras sangat tercela dan dalam kesesatan
yang nyata. Malik bin Dinar rahimahullah pernah berkata, "Seorang hamba
tidaklah dihukum dengan suatu hukuman yang lebih besar daripada hatinya yang
dijadikan keras. Tidaklah Allah
Shubhanahu wa ta’alla marah terhadap suatu kaum kecuali -Dia akan mencabut rasa kasih
sayang -Nya dari mereka.[2]
TANDA-TANDA HATI YANG KERAS ATAU
MULAI MENGERAS
Hati yang keras atau mulai
mengeras memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
1.
Bermalas-malasan dalam mengerjakan kebaikan dan ketaatan,
serta meremehkan suatu kemaksiatan.
2.
Tidak terpengaruh hatinya dengan ayat-ayat al-Qur’an yang
dibacakan. Berbeda dengan kaum mu’minin, hati mereka akan bergetar jika
dibacakan ayat-ayat al-Qur’an atau diingatkan akan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya :
قال الله تعالى: ﴿ إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ
وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا
وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ٢﴾ [الأنفال:2]
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah Shubhanahu
wa ta’alla gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat -Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan
hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakkal. [al-Anfal/8:2]
3.
Tidak terpengaruh hatinya dengan berbagai ujian, musibah dan
cobaan yang diberikan oleh Allah
Shubhanahu wa ta’alla. Allah
Shubhanahu wa ta’alla berfirman :
قال الله تعالى: ﴿أَوَلَا يَرَوۡنَ أَنَّهُمۡ يُفۡتَنُونَ فِي كُلِّ
عَامٖ مَّرَّةً أَوۡ مَرَّتَيۡنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمۡ يَذَّكَّرُونَ ١٢٦﴾ [التوبة : 126]
Dan tidakkah
mereka (orang-orang munafiq) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua
kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil
pelajaran? [at-Taubah/9:126].
4.
Tidak merasa takut akan janji dan ancaman Allah Shubhanahu wa ta’alla.
5.
Bertambahnya kecintaan terhadap dunia dan mendahulukannya di
atas akhirat.
6.
Tidak tenang hatinya dan selalu merasa gundah.
7.
Bertambahnya dan meningkatnya kemaksiatan yang dilakukannya. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿فَلَمَّا زَاغُوٓاْ أَزَاغَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمۡۚ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ
ٱلۡفَٰسِقِينَ ٥﴾ [الصف: 5]
Maka tatkala
mereka berpaling (dari kebenaran), Allah Shubhanahu wa ta’alla memalingkan hati
mereka. Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak memberi petunjuk kepada kaum yang
fasik [ash-Shaf/61:5]
8.
Tidak mengenal atau tidak membedakan perbuatan ma’ruf dan
munkar.
SEBAB-SEBAB KERASNYA HATI.
Hati menjadi keras tentu ada
penyebabnya. Penyebab-penyebab kerasnya hati di antaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Kesyirikan, Kekufuran Dan Kemunafikan.
Inilah sebab yang paling besar yang dapat menutupi hati
seseorang dari menerima kebenaran. Allah
Shubhanahu wa ta’alla berfirman :
قال الله تعالى: ﴿ سَنُلۡقِي فِي قُلُوبِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱلرُّعۡبَ
بِمَآ أَشۡرَكُواْ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ يُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَٰنٗاۖ وَمَأۡوَىٰهُمُ
ٱلنَّارُۖ وَبِئۡسَ مَثۡوَى ٱلظَّٰلِمِينَ ١٥١﴾ [آل عمران: 151]
Akan Kami
masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, karena mereka telah
mempersekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sesuatu yang Allah
Shubhanahu wa ta’alla sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat
kembali mereka ialah neraka. Dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal
orang-orang yang zhalim [Ali ‘Imran/3:151].
2.
Melanggar Perjanjian Yang Dibuat Kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Allah Shubhanahu wa
ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ فَبِمَا نَقۡضِهِم مِّيثَٰقَهُمۡ لَعَنَّٰهُمۡ وَجَعَلۡنَا
قُلُوبَهُمۡ قَٰسِيَةٗۖ ... ١٣ ﴾ [المائدة: 13]
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka kami laknat
mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. [al-Ma-idah/5:13]
Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Abu Bakr Al-Jazairi, “Melanggarnya (perjanjian) dengan (cara) tidak konsisten dengan apa yang ada di dalamnya yang berupa perintah dan larangan.”[3]
3.
Tertawa Berlebihan
Nabi Muhammad ShalAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ
تُكْثِرُوا الضَّحِكَ ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ»
Janganlah kalian banyak tertawa! Sesungguhnya
banyak tertawa dapat mematikan hati [4]
4.
Banyak Berbicara Dan Banyak Makan.
Bisyr bin al-Harits pernah berkata, "(Ada) dua hal yang
dapat mengeraskan hati: banyak berbicara dan banyak makan.”[5]
5.
Banyak Melakukan Dosa.
Nabi Muhammad ShalAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ ،
فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ ، صُقِلَ قَلْبُهُ ، فَإِنْ زَادَ ، زَادَتْ
، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ :[ كَلاَّ بَلْ رَانَ
عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ[ (المطففين : 14) » [حديث حسن رواه أحمد
وابن ماجة]
Sesungguhnya seorang Mukmin jika melakukan
dosa, maka akan ada bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berhenti
(dari dosa tersebut) serta memohon ampunan, maka hatinya akan mengkilap.
Apabila dia terus melakukan dosa, maka bertambah pula noktah hitam itu. Itu
adalah ar-ran (penutup) yang disebutkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla di
kitab -Nya: ‘Sekali-kali tidak
(demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka [al-Muthaffifin/83:14].
6.
Lalai Dari Ketaatan
Allah Shubhanahu wa
ta’alla Azza wa Jalla berfirman :
قال الله تعالى: ﴿ و
َلَقَدۡ ذَرَأۡنَا
لِجَهَنَّمَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ
بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ
بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ
١٧٩ ﴾ [الأعراف:179]
Dan sesungguhnya
Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia.
Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah Shubhanahu wa ta’alla), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah Shubhanahu wa
ta’alla) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah Shubhanahu wa ta’alla). Mereka itu seperti binatang-binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai [al-A’raf/7:179]
7.
Nyanyian Dan Alat Musik.
‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyahu’anhu berkata:
الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِى الْقَلْبِ
الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِى الْقَلْبِ
Lagu-laguan menumbuhkan
kemunafikan di dalam hati [6]
8.
Suara Wanita Yang Menggoda
Allah Shubhanahu wa
ta’alla Azza wa Jalla berfirman :
قال الله تعالى:﴿ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِٱلۡقَوۡلِ فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي
قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا ٣٢ ﴾ [ الأحزاب: 32]
Maka janganlah
kamu tunduk (menghaluskan suara) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang
yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik [al-Ahzab/33:32]
9.
Melakukan Hal-Hal Yang Merusak Hati.
Hal-hal yang merusak hati sangatlah banyak, akan tetapi, dari semua itu
ada lima hal yang menjadi faktor perusak hati. Kelima hal tersebut sebagaimana
dikatakan oleh Ibnul-Qayyim rahimahullah: “Adapun lima hal yang merusak hati adalah
banyak bergaul (berkumpul dengan manusia), (banyak) berangan-angan, tergantung
kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla
Azza wa Jalla, kekenyangan (banyak makan) dan (banyak) tidur. Inilah kelima hal
utama yang dapat merusak hati ”[7].
OBAT HATI YANG KERAS.
Hati yang keras juga memiliki
obat agar dia bisa kembali melunak. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat
melunakkan hati:
1.
Beriman kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla dan selalu meningkatkan keimanan.
Allah Azza wa Jalla
berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ
وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَهۡدِ قَلۡبَهُۥۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ١١ ﴾ [التغابن:11]
Barangsiapa yang
beriman kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla niscaya dia akan memberi petunjuk
kepada hatinya [at-Taghabun/64:11].
2.
Banyak mengingat Allah
Shubhanahu wa ta’alla (ber-dzikr) dan membaca al-Qur’an dengan
men-tadabburi-nya (memahami dan merenungi maknanya).
Allah Shubhanahu wa
ta’alla Azza wa Jalla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ
ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ ٢٨ ﴾ [الرعد:28]
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah Shubhanahu wa ta’alla. Ingatlah! Hanya dengan
mengingati Allah Shubhanahu wa ta’alla-lah hati menjadi tenteram [ar-Ra’d/13 : 28].
3.
Belajar ilmu syar’i (ilmu agama).
Tidak diragukan lagi, bahwa ilmu syar’i dapat membimbing
seseorang untuk menjadi hamba Allah Azza wa Jalla yang bertakwa. Di awal surat
Ali ‘Imran, Allah Azza wa Jalla
memuji orang-orang yang memiliki ilmu yang dalam. Tahukah pembaca, doa apakah
yang mereka ucapkan? Doa yang diucapkan oleh mereka adalah:
قال الله تعالى: ﴿ رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا
وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ ٨ ﴾ [آل
عمران:8]
Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati-hati
kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena Sesungguhnya
Engkau-lah Maha pemberi (karunia) [Ali ‘Imran/3:8].
Merekalah yang lebih tahu
akan Rabb-nya bila dibandingkan orang-orang awam dan mereka juga lebih tahu
bahwa hati manusia bisa berubah-ubah, sehingga mereka berdoa dengan doa
tersebut.
4.
Berlindung kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla dari hati yang tidak khusyu’ dengan doa yang telah
diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, yang berbunyi:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ
يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ
لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا »
Ya Allah Shubhanahu wa ta’alla! Aku berlindung
kepada Engkau dari ilmu yang bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari
jiwa yang tidak kenyang dan dari doa yang tidak dikabulkan [8].
5.
Berbuat baik terhadap anak yatim dan orang miskin.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwasanya seseorang
mengadu kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang hatinya yang keras. Beliau pun bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنْ
أَرَدْتَ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ ، فَأَطْعِمِ الْمِسْكِينَ ، وَامْسَحْ رَأْسَ
الْيَتِيمِ »
Jika engkau ingin agar hatimu menjadi lunak,
maka berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim [9]
6.
Banyak mengingat kematian.
Diriwayatkan dari Shafiyah Radhiyallahu anhuma bahwasanya seorang wanita mendatangi ‘Aisyah
Radhiyallahu
anhuma dan mengadukan keadaan hatinya yang keras. Kemudian ‘Aisyah pun berkata,
“Perbanyaklah mengingat kematian, engkau akan mendapatkan apa yang kau
inginkan.” Kemudian wanita itu pun mengerjakannya. Setelah itu, dia pun
mendapatkan petunjuk di hatinya dan bersyukur kepada ‘Aisyah Radhiyallahu anha.[10]
Sa’id bin Jubair[11] dan Rabi’ bin Abi Rasyid[12] Radhiyallahu anhuma pernah berkata:
Sa’id bin Jubair[11] dan Rabi’ bin Abi Rasyid[12] Radhiyallahu anhuma pernah berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَوْ
فَارَقَ ذِكْرُ الْمَوْتِ قَلْبِي سَاعَةً خَشِيت أَنْ يَفْسُدَ قَلْبِي »
Seandainya mengingat kematian terpisah dari
hatiku sekejap saja, saya takut hatiku akan menjadi rusak.
7.
Banyak berziarah kubur.
Abu Thalib, seorang murid Imam Ahmad, pernah berkata,
“Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad) tentang
bagaimana melunakkan hatinya. Beliau pun menjawab, ‘Masuklah ke dalam pemakaman
dan usaplah kepala anak yatim.”[13]
8.
Menghadiri majlis ta’lim dan
majlis nasihat.
Menghadiri majlis-majlis seperti ini sangat berpengaruh
terhadap hati manusia. Mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh al-‘Irbadh
bin Sariyah Radhiyallahu anhu, “Pada suatu hari Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam mengerjakan
shalat, kemudian menghadap ke kami dan memberikan nasihat yang sangat
menyentuh, yang membuat mata-mata menangis dan hati-hati menjadi takut.”[14]
9.
Menjauhi sebab-sebab terjadinya fitnah dan dosa
Agar hati kita tidak menjadi keras, maka kita berusaha sekuat mungkin untuk menjauhi sebab-sebab terjadinya dosa atau fitnah. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla melarang para Sahabat bertanya atau meminta sesuatu hal kepada istri-istri Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam kecuali dari belakang tabir.
Agar hati kita tidak menjadi keras, maka kita berusaha sekuat mungkin untuk menjauhi sebab-sebab terjadinya dosa atau fitnah. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla melarang para Sahabat bertanya atau meminta sesuatu hal kepada istri-istri Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam kecuali dari belakang tabir.
Allah Azza wa Jalla
berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ
مَتَٰعٗا فَسَۡٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٖۚ ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ
لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّۚ ٥٣﴾ [الأحزاب:53]
Dan apabila kamu
meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), maka mintalah
dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka [al-Ahzab/33:53]
10. Makan makanan yang halal.
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya oleh seseorang,
“Dengan apa hati bisa menjadi lunak?” Kemudian beliau pun menjawab, “Ya bunayya
(wahai anakku)! Dengan makan makananan yang halal.”[15]
11. Shalat malam.
Beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla di waktu sahur
(sebelum Subuh).
12. Berteman dengan orang-orang
yang soleh,
Ibrahim al-Khawwash rahimahullah pernah berkata:
Ibrahim al-Khawwash rahimahullah pernah berkata:
" دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاء :
قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ, وَخَلَاءُ الْبَطْنِ, وَقِيَامُ اللَّيْلِ,
وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحْرِ, وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْن "
Obat hati ada lima macam, yaitu: membaca al-Qur’an dengan
men-tadabburi-nya, mengosongkan perut, shalat malam, mendekatkan diri (kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla) di waktu
sahur dan duduk-duduk (berteman) dengan orang-orang yang soleh[16].
KESIMPULAN
1.
Hati memiliki sifat-sifat yang bisa berubah-ubah.
2.
Orang yang telah dibukakan hatinya untuk menerima agama Islam
dan taat kepada Allah Shubhanahu wa
ta’alla tidak sama dengan orang yang berhati keras.
3.
Orang yang berhati keras akan mendapatkan ancaman yang sangat
besar.
4.
Orang yang berhati keras memiliki sifat-sifat tertentu
seperti yang sudah dipaparkan di atas. Seyogyanya seorang Muslim selalu melakukan
introspeksi diri.
5.
Hati bisa menjadi keras disebabkan oleh beberapa hal. Oleh
karena itu, sebisa mungkin kita menjauhi sebab-sebab tersebut.
6.
Hati yang keras pun dapat diobati dengan berbagai cara yang
telah disebutkan.
7.
Orang-orang yang telah terjerumus kepada kemaksiatan atau
merasa bahwa hatinya sangat keras, maka harus segera bertaubat dan Allah Shubhanahu wa ta’alla akan mengampuni
orang-orang yang benar-benar bertaubat kepada -Nya.
Mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allah Shubhanahu wa ta’alla selalu menjaga
hati kita agar tetap lunak. Amin.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1431H/2011. Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo
Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote:
[1] Diringkas dari Tafsîr at-Thabari XXI/277-278, Tafsîr Ibni Katsîr III/334-336 dan VII/93 dan at-Tahrîr wa At-Tanwîr XXIV/63-64.
[2]. Ma’âlimut-Tanzîl VII/115.
[3]. Aisarut-Tafâsîr I/338.
[4]. HR. Ibnu Mâjah no. 4193 dan yang lainnya (Dinyatakan shahîh oleh Syaikh Al-Albâni di Shahîh Ibni Mâjah).
[5]. Hilyatul-Auliyâ’ VIII/350 .
[6]. HR. al-Baihaqi dalam Syu’abil-Îmân VII/107 dan yang lainnya (Hadîts mauqûf ini dinyatakan shahîh isnâd-nya oleh Syaikh Al-Albâni dalam Silsilah Adh-Dha’îfah ketika men-takhrîj hadîts no. 2430).
[7]. Madârijus-Sâlikîn I/343.
[8]. HR. Muslim no. 7081 dan yang lainnya.
[9]. HR. Ahmad no. 7576 dan 9018. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam ash-Shahîhah no. 854.
[10]. HR. Ibnu Abi ad-Dunya (takhrîj ini dinukil dari kitab Dzammu Qaswatil-qalb).
[11]. HR. Ahmad dalam az-Zuhd no. 2006, Hilyatul-Auliya’ IV/276 dan yang lainnya.
[12]. HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf XIII/562 dan yang lainnya.
[13]. Thabaqât al-Hanâbilah I/39.
[14]. HR. Abu Dâwud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Mâjah no. 43 (Hadîts ini dinyatakan shahîh oleh Syaikh Al-Albâni dalam Shahih Abi Dâwûd).
[15]. Hilyatul-Auliyâ’ IX/182.
[16]. Dzammul-Hawâ I/70.
_______
Footnote:
[1] Diringkas dari Tafsîr at-Thabari XXI/277-278, Tafsîr Ibni Katsîr III/334-336 dan VII/93 dan at-Tahrîr wa At-Tanwîr XXIV/63-64.
[2]. Ma’âlimut-Tanzîl VII/115.
[3]. Aisarut-Tafâsîr I/338.
[4]. HR. Ibnu Mâjah no. 4193 dan yang lainnya (Dinyatakan shahîh oleh Syaikh Al-Albâni di Shahîh Ibni Mâjah).
[5]. Hilyatul-Auliyâ’ VIII/350 .
[6]. HR. al-Baihaqi dalam Syu’abil-Îmân VII/107 dan yang lainnya (Hadîts mauqûf ini dinyatakan shahîh isnâd-nya oleh Syaikh Al-Albâni dalam Silsilah Adh-Dha’îfah ketika men-takhrîj hadîts no. 2430).
[7]. Madârijus-Sâlikîn I/343.
[8]. HR. Muslim no. 7081 dan yang lainnya.
[9]. HR. Ahmad no. 7576 dan 9018. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam ash-Shahîhah no. 854.
[10]. HR. Ibnu Abi ad-Dunya (takhrîj ini dinukil dari kitab Dzammu Qaswatil-qalb).
[11]. HR. Ahmad dalam az-Zuhd no. 2006, Hilyatul-Auliya’ IV/276 dan yang lainnya.
[12]. HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf XIII/562 dan yang lainnya.
[13]. Thabaqât al-Hanâbilah I/39.
[14]. HR. Abu Dâwud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Mâjah no. 43 (Hadîts ini dinyatakan shahîh oleh Syaikh Al-Albâni dalam Shahih Abi Dâwûd).
[15]. Hilyatul-Auliyâ’ IX/182.
[16]. Dzammul-Hawâ I/70.
Post a Comment