Ahlu Sunnah
Ahlus
Sunnah Wal Jama'ah
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga
dan seluruh sahabatnya.
As-Sunnah dalam istilah
mempunyai beberapa makna. Dalam tulisan ringkas ini tidak hendak dibahas
makna-makna itu. Tetapi hendak menjelaskan istilah "As-Sunnah" atau
"Ahlus Sunnah" menurut petunjuk yang sesuai dengan i'tiqad Al-Imam
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan : "....Dari Abu Sufyan Ats-Tsauri ia
berkata :
(( اِسْتَوصُوْابِآهْلِ السُّنَّةِ
خَيْرًا فَاِنَّهُمْ غُرَبَاءُ ))
"Berbuat baiklah terhadap
ahlus-sunnah karena mereka itu ghuraba" [2]
Yang dimaksud "As-Sunnah"
menurut para Imam yaitu: Thariqah (jalan hidup) Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dimana
beliau dan para sahabat berada di atasnya". Yang selamat dari syubhat dan
syahwat", oleh karena itu Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan: "Ahlus
Sunnah itu orang yang mengetahui apa yang masuk kedalam perutnya dari (makanan)
yang halal"
[3]
. Karena
tanpa memakan yang haram termasuk salah satu perkara sunnah yang besar yang
pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat Radhiyallahu 'anhum. Kemudian dalam
pemahaman kebanyakan Ulama Muta'akhirin dari kalangan Ahli Hadits dan lainnya.
As-Sunnah itu ungkapan tentang apa yang selamat dari syubhat-syubhat dalam
i'tiqad khususnya dalam masalah-masalah iman kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla, para Malaikat -Nya, Kitab-kitab -Nya, para
Rasul -Nya, dan Hari Akhir, begitu juga dalam masalah-masalah Qadar dan
Fadhailush-Shahabah (keutamaan sahabat). Para Ulama itu menyusun beberapa kitab
dalam masalah ini dan mereka menamakan karya-karya mereka itu sebagai
"As-Sunnah". Menamakan masalah ini dengan "As-Sunnah"
karena pentingnya masalah ini dan orang yang menyalahi dalam hal ini berada di
tepi kehancuran. Adapun Sunnah yang sempurna adalah thariqah yang selamat dari
syubhat dan syahwat. [4]
Ahlus Sunnah adalah mereka
yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam dan sunnah sahabatnya. Al-Imam Ibnul Jauzi mengatakan :
"..... Tidak diragukan bahwa Ahli Naqli dan Atsar pengikut atsar
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam
dan atsar para sahabatnya, mereka itu Ahlus Sunnah".[5]
Kata "Ahlus-Sunnah"
mempunyai dua makna :
1. Mengikuti sunah-sunah dan
atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah Shalallu
'alaihi wa sallam dan para sahabat Radhiyallahu 'anhum, menekuninya,
memisahkan yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan
dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam.
2. Lebih khusus dari makna
pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama dimana mereka menamakan
kitab mereka dengan nama As-Sunnah, seperti Abu Ashim, Al-Imam Ahmad bin
Hanbal, Al-Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Khalal dan lain-lain. Mereka memaknai
(As-Sunnah) itu i'tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma'.
Kedua makna itu menjelaskan
kepada kita bahwa madzhab Ahlus Sunnah itu kelanjutan dari apa yang pernah
dilakukan Rasulullah Shalallahu 'alaih wa
sallam dan para sahabat Radhiyallahu 'anhum. Adapun penamaan Ahlus Sunnah
adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal munculnya firqah-firqah.
Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan
:"Mereka (pada mulanya) tidak pernah menanyakan tentang sanad. Ketika
terjadi fitnah, (para ulama) mengatakan: Tunjukkan (nama-nama) perawimu kepada
kami. Kemudian ia melihat kepada Ahlus Sunnah sehingga hadits mereka diambil.
Dan melihat kepada Ahlul Bi'dah dan hadits mereka tidak di ambil".[6]
Al-Imam Malik rahimahullah
pernah ditanya :"Siapakah Ahlus Sunnah itu? Ia menjawab : Ahlus Sunnah itu
mereka yang tidak mempunyai laqab (julukan) yang sudah terkenal yakni bukan
Jahmi, Qadari, dan bukan pula Rafidli"[7].
Kemudian ketika Jahmiyah
mempunyai kekuasaan dan negara, mereka menjadi sumber bencana bagi manusia,
mereka mengajak untuk masuk ke aliran Jahmiyah dengan anjuran dan paksaan.
Mereka menggangu, menyiksa dan bahkan membunuh orang yang tidak sependapat
dengan mereka. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan Al-Imam Ahmad bin
Hanbal untuk membela Ahlus Sunnah. Dimana beliau bersabar atas ujian dan
bencana yang ditimpakan mereka. Beliau membantah dan patahkan hujjah-hujjah
mereka, kemudian beliau umumkan serta munculkan As-Sunnah dan beliau menghadang
dihadapan Ahlul Bid'ah dan Ahlul Kalam. Sehingga, beliau diberi gelar Imam
Ahlus Sunnah. Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa istilah Ahlus
Sunnah terkenal dikalangan Ulama Mutaqaddimin (terdahulu) dengan istilah yang
berlawanan dengan istilah Ahlul Ahwa' wal Bida' dari kelompok Rafidlah,
Jahmiyah, Khawarij, Murji'ah dan lain-lain. Sedangkan Ahlus Sunnah tetap
berpegang pada ushul (pokok) yang pernah diajarkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dan
shahabat radhiyallahu 'anhum.
AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH.
Istilah yang digunakan untuk
menamakan pengikut madzhab As-Salafus Shalih dalam i'tiqad ialah Ahlus Sunnah
wal Jama'ah. Banyak hadits yang memerintahkan untuk berjama'ah dan melarang
berfirqah-firqah dan keluar dari jama'ah[8]. Para ulama berselisih tentang
perintah berjama'ah ini dalam beberapa pendapat[9] :
1. Jama'ah itu adalah As-Sawadul
A'dzam (sekelompok manusia atau kelompok terbesar-pen) dari pemeluk Islam.
2. Para Imam Mujtahid
3. Para Sahabat Nabi
Radhiyallahu 'anhum.
4. Jama'ahnya kaum muslimin jika
bersepakat atas sesuatu perkara.
5. Jama'ah kaum muslimin jika
mengangkat seorang amir.
Pendapat-pendapat di atas kembali
kepada dua makna:
1. Bahwa jama'ah adalah mereka
yang bersepakat mengangkat seseorang amir (pemimpin) menurut tuntunan syara',
maka wajib melazimi jama'ah ini dan haram menentang jama'ah ini dan amirnya.
2. Bahwa jama'ah yang Ahlus
Sunnah melakukan i'tiba' dan meninggalkan ibtida' (bid'ah) adalah madzhab yang
haq yang wajib diikuti dan dijalani menurut manhajnya. Ini adalah makna
penafsiran jama'ah dengan Shahabat Ahlul Ilmi wal Hadits, Ijma' atau As-Sawadul
A'dzam. [10]
Syaikhul Islam mengatakan :
"Mereka (para ulama) menamakan Ahlul Jama'ah karena jama'ah itu adalah
ijtima' (berkumpul) dan lawannya firqah. Meskipun lafadz jama'ah telah menjadi
satu nama untuk orang-orang yang berkelompok. Sedangkan ijma' merupakan pokok
ketiga yang menjadi sandaran ilmu dan dien. Dan mereka (para ulama) mengukur
semua perkataan dan pebuatan manusia zhahir maupun bathin yang ada hubungannya
dengan dien dengan ketiga pokok ini (Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma'). [11]
Istilah Ahlus Sunnah wal
Jama'ah mempunyai istilah yang sama dengan Ahlus Sunnah. Dan secara umum para
ulama menggunakan istilah ini sebagai pembanding Ahlul Ahwa' wal Bida'.
Contohnya : Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma mengatakan tentang tafsir firman
Allah Ta'ala :
قال الله تعالى: ﴿
يَوۡمَ تَبۡيَضُّ
وُجُوه وَتَسۡوَدُّ وُجُوهۚ ١٠٦ ﴾ [ال
عمران: 106 ]
"Pada hari yang di
waktu itu ada muka yang putih berseri dan adapula muka yang muram". [Ali-Imran/3 :
106].
"Adapun orang-orang yang mukanya putih berseri adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah sedangkan orang-orang yang mukanya hitam muram adalah Ahlul Ahwa' wa Dhalalah".[12]
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan:
"Jika sampai (khabar) kepadamu tentang seseorang di arah timur ada
pendukung sunnah dan yang lainnya di arah barat maka kirimkanlah salam
kepadanya dan do'akanlah mereka. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal
Jama'ah".[13]
Jadi kita dapat menyimpulkan
bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah firqah yang berada diantara firqah-firqah
yang ada, seperti juga kaum muslimin berada di tengah-tengah milah-milah lain.
Penisbatan kepadanya, penamaan dengannya dan penggunaan nama ini menunjukan atas
luasnya i'tiqad dan manhaj. Nama Ahlus Sunnah merupakan perkara yang baik dan
boleh serta telah digunakan oleh para Ulama Salaf. Diantara yang paling banyak
menggunakan istilah ini ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
ASY'ARIYAH, MATURIDIYAH DAN ISTILAH
AHLUS SUNNAH.
Asy'ariyah dan Maturidhiyah
banyak menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah ini, dan di kalangan mereka
kebanyakan mengatakan bahwa madzhab Salaf "Ahlus Sunnah wa Jama'ah"
adalah apa yang dikatakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur
Al-Maturidi. Sebagian dari mereka mengatakan Ahlus Sunnah wal Jama'ah itu
As'ariyah, Maturidiyah dan Madzhab Salaf.
Az-Zubaidi mengatakan : "Jika dikatakan Ahlus Sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah Asy'ariyah dan Maturidiyah".[14] Penulis Ar-Raudhatul Bahiyyah mengatakan: "Ketahuilah bahwa pokok semua aqaid Ahlus Sunnah wal Jama'ah atas dasar ucapan dua kutub, yakni Abul Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi"[15]. Al-Ayji mengatakan: "Adapun Al-Firqotun Najiyah yang terpilih adalah orang-orang yang Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam berkata tentang mereka: "Mereka itu adalah orang-orang yang berada di atas apa yang Aku dan para sahabatku berada diatasnya". Mereka itu adalah Asy'ariyah dan Salaf dari kalangan Ahli Hadits dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah".[16]
Hasan Ayyub mengatakan :
"Ahlus Sunnah adalah Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi dan
orang-orang yang mengikuti jalan mereka berdua. Mereka berjalan di atas
petunjuk Salafus Shalih dalam memahami aqaid".[17]
Pada umumnya mereka mengatakan aqidah
Asy'ariyah dan Maturidiyah berdasarkan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Disini
tidak bermaksud mempermasalahkan pengakuan bathil ini. Tetapi hendak
menyebutkan dua kesimpulan dalam masalah ini :
1. Bahwa pemakaian istilah ini
oleh pengikut Asy'ariyah dan Maturidiyah dan orang-orang yang terpengaruh oleh
mereka sedikitpun tidak dapat merubah hakikat kebid'ahan dan kesesatan mereka
dari Manhaj Salafus Shalih dalam banyak sebab.
2. Bahwa penggunaan mereka
terhadap istilah ini tidak menghalangi kita untuk menggunakan dan menamakan
diri dengan istilah ini menurut syar'i dan yang digunakan oleh para Ulama
Salaf. Tidak ada aib dan cercaan bagi yang menggunakan istilah ini. Sedangkan
yang diaibkan adalah jika bertentangan dengan i'tiqad dan madzhab Salafus Shalih
dalam pokok (ushul) apapun.
(Terjemahan dari majalah Al-Bayan No. 78 Shafar 1415H/Juli 1994 oleh Ibrahim Said).
[Disalin dari majalah As-Sunnah edisi 10/I/1415-1994 hal.29-32, Diterbitkan oleh Istiqomah Groups Surakarta, Alamat : Gedung Umat Islam Lt II Kartopuran No. 241A. Telp. 0271-35923, Surakarta 57152]
_______
Footnote:
[1]. Lihat Mawaqif Ibnu Taimiyah Minal Asy'ariyah I/3804 Oleh Syaikh Abdur Rahman Al-Mahmud dan kitab Mafhum Ahlis Sunnah wal Jama'ah Inda Ahlis Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Nasyir Al-Aql
[2]. Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam "Syarhus-Sunnah" No. 49
[3]. Lihat : Al-Lalika'i Syarhus Sunnah No. 51 dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 8:1034
[4]. Kasyful Karriyyah 19-20
[5]. Talbisul Iblis oleh Ibnul Jauzi hal.16 dan lihat Al-Fashlu oleh Ibnu Hazm 2:107
[6]. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muqaddimah kitab shahihnya hal.15.
[7]. Al-Intiqa fi Fadlailits Tsalatsatil Aimmatil Fuqaha. hal.35 oleh Ibnu Abdil Barr
[8]. Lihat : Wujubu Luzuumil Jama'ah wa Dzamit Tafarruq. hal. 115-117 oleh Jamal bin Ahmad Badi.
[9]. Al-I'tisham 2:260-265.
[10]. Mauqif Ibni Taimiyah Minal Asya'irah 1:17
[11]. Majmu al-Fatawa 3:175.
[12]. Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i 1:72 dan Ibnu Baththah dalam Asy-Syarah wal Ibanah 137. As-Suyuthi menisbahkan kepada Al-Khatib dalam tarikhnya dan Ibni Abi Hatim dalam Ad-Durrul Mantsur 2:63
[13]. Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam Syarhus Sunnah 1:64 dan Ibnul Jauzi dalam Talbisul Iblis hal.9
[14]. Ittihafus Sadatil Muttaqin 2:6
[15]. Ar-Raudlatul Bahiyyah oleh Abi Udibah hal.3
[16]. Al-Mawaqif hal. 429].
[17]. Lihat : Tabsithul Aqaidil Islamiyah, hal. 299 At-Tabshut fi Ushulid Din, hal. 153, At-Tamhid oleh An-nasafi hal.2, Al-Farqu Bainal Firaq, hal. 323, I'tiqadat Firaqil Muslimin idal Musyrikin, hal. 150
Post a Comment