Mengatasi Sikap Plin-Plan
Mengatasi Sikap Plin plan
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala,
shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah
yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Ta’alla semata yang tidak ada sekutu
bagi -Nya, dan
aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi
wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Sesungguhnya
nash-nash syar'iyah yang banyak bertebaran, baik dalam al-Qur'an maupun Hadits,
seringkali mendorong seorang mukmin untuk tetap istiqomah serta teguh diatas
metodologi (pendirian) yang benar, dan memperingtkan supaya tidak saling
kontradiksi (bertentangan), baik dalam ucapan maupun perbuatannya. Hal itu,
seperti di ilustrasikan dengan sangat gamblang oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla melalui firman -Nya:
﴿ wur (#qçRqä3s? ÓÉL©9$%x. ôMÒs)tR $ygs9÷xî .`ÏB Ï÷èt/ >o§qè% $ZW»x6Rr& ﴾ [النحل: 92]
"Dan janganlah kamu
seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan
kuat, menjadi cerai berai kembali".
(QS an-Nahl: 92).
Para
ulama tafsir menjelaskan tentang ayat diatas: "Perempuan yang pandir ini
dahulunya berada di Makah, tiap kali dirinya memintal benang dengan sempurna,
kemudian dia urai kembali". Sedangkan Qatadah dan Mujahid menjelaskan
maksud ayat: "Perumpamaan ini ditujukan bagi setiap orang yang menguraikan
sumpah atau perjanjiannya setelah ada bukti".[1]
Padalah Allah ta'ala mengatakan dalam firman -Nya:
﴿ wur (#qàÒà)Zs? z`»yJ÷F{$# y÷èt/ $ydÏÅ2öqs? ﴾ [ النحل: 91]
"Dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya". (QS an-Bahl: 91).
Dan sikap yang kontradiksi (plin plan) seperti ini
bukanlah termasuk sifatnya seorang mukmin yang takut kepada Allah azza wa
jalla. Seperti yang Allah Shubhanahu wa ta’alla sifatkan pada Nabi -Nya
Syu'aib:
﴿ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أُخَالِفَكُمۡ إِلَىٰ مَآ أَنۡهَىٰكُمۡ عَنۡهُۚ
٨٨ ﴾ [ هود: 88]
"Dan
aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang
(atas kalian)". (QS Huud: 88).
Dan
Allah Shubhanahu wa
ta’alla seringkali melarang hal
tersebut dalam banyak ayat -Nya,
salah satunya yaitu:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ
٢ كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٣ ﴾ [ الصف: 2-3]
"Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan". (QS ash-Shaff: 2-3).
Demikian pula dalam ayat yang lain, dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla menegaskan larangannya diatas
dengan mengatakan:
﴿ أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ
تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ ٤٤
﴾ [ البقرة: 44]
"Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah
kamu berpikir?". (QS al-Baqarah: 44).
Hal senada juga diungkapkan oleh banyak hadits,
diantara salah satunya adalah riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dari Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata:
"Rasulallah Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ
فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ,فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ
بِرَحَاهُ , فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَقُولُونَ: أَيْ فُلَانُ
مَا شَأْنُكَ ؟ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَانَا عَنْ الْمُنْكَرِ؟ قَالَ :كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ
وَلَا آتِيهِ , وَأَنْهَاكُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ »
[أخرجه البخاري و مسلم]
"Akan
di datangkan kelak pada hari kiamat seseorang yang dilempar ke dalam neraka,
lalu ususnya keluar dari tenggorokannya, dirinya berkeliling seperti halnya
keledai mengelilingi penggilingan, sehingga membuat penghuni neraka
mengerumuninya, lalu mereka berkata padanya: 'Duhai fulan apa perkaramu?
Bukankah dahulu kamu yang menyuruh kami untuk berbuat baik serta melarang kami
untuk tidak melakukan kemungkaran? Dia pun menjawab: "Dahulu aku memang
menyuruh kalian untuk mengerjakan kebaikan namun aku sendiri tidak
mengerjakannya dan benar aku melarang kalian untuk tidak melakukan kemungkaran
akan tetapi aku sendiri mengerjakannya". HR Bukhari no: 3267. Muslim
no: 2989.
Dalam musnadnya Imam Ahmad disebutkan sebuah hadits
dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan: "Bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ
بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ. فقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ. قَالُوا: خُطَبَاءُ مِنْ
أَهْلِ الدُّنْيَا كَانُوا يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ
أَنْفُسَهُمْ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُونَ» [أخرجه أحمد ]
"Pada malam
Isra' aku melewati sekelompok kaum yang mengergaji lidah-lidah mereka dengan
gergaji dari neraka. Aku pun penasaran, lalu bertanya: "Siapakah mereka?
Maka dikatakan padaku: 'Mereka itu adalah para penceramah di dunia yang
menyuruh kepada orang untuk berbuat kebajikan namun dia lupa akan dirinya
sendiri, mereka membaca al-Qur'an namun mereka tidak memikirkan
(maknanya)". HR Ahmad 19/244
no: 12211.
Seorang
penyair mengatakan dalam qasidahnya:
Janganlah
engkau melarang orang tapi kamu sendiri melanggarnya
Sungguh
sangat tercela, karena engkau telah
menabrak ucapanmu
Mulailah
dari dirimu, cegah supaya tidak terpeleset dalam kesalahan
Jika
dirimu telah mampu, engkau boleh melarang yang lain
Nasehati
mereka dengan ilmu dan petunjuk
Serta
ajari dengan suri tauladan yang baik
Gambaran nyata adanya sikap kontradiktif pada sebagian
orang:
Diantaranya, seperti digambarkan dalam sebuah hadits,
sebagaimana dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya dari Tsauban
radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لأعلمن أقواما من أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال
جبال تهامة بيضا . فيجعلها الله عز و جل هباء منثورا. قال ثوبان: يا رسول الله
صفهم لنا , جلهم لنا أن لا نكون منهم ونحن لا نعلم . قال: أما إنهم إخوانكم ومن
جلدتكم . ويأخذون من الليل كما تأخذون , ولكنهم أقوام إذا خلوا بمحارم الله
أنتهكوها » [أخرجه ابن ماجة]
"Sungguh aku kabarkan (pada kalian), akan ada sekelompok dari kalangan
umatku yang datang pada hari kiamat kelak dengan membawa kebaikan yang banyak
semisal gunung Tihamah. Namun, Allah tabaraka wa ta'ala menjadikan amalan
tersebut bagaikan debu yang beterbangan".
Maka Tsauban bertanya: "Wahai Rasulallah, sifatkanlah pada kami
siapa mereka, jelaskan pada kami siapa mereka, supaya kami tidak sampai seperti
mereka sedang kami tidak mengetahuinya". Beliau menjelaskan: "Adapun
mereka adalah saudara kalian dan dari bangsa kalian, mereka sholat malam sebagaimana kalian sholat, akan
tetapi jika telah selesai mereka menerjang kembali larangan Allah". HR
Ibnu Majah no: 4245. Di nilai shahih oleh al-Bushiri dan al-Albani.
Gambaran yang ada dalam hadits menjelaskan pada kita
bahwa ini merupakan salah satu sifat kontradiktif, di mana dirinya sholat malam
akan tetapi mereka sendiri yang membatalkan amalannya tersebut dengan menerjang
larangan-larangan Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Diantara bentuk sikap kontradiktif lainnya yaitu
nifak. Seorang munafik adalah yang menampilkan amalan dhohirnya dengan
kebaikan, dirinya sholat, berhaji, jihad, bersedekah, namun bersamaan dengan
itu, bathinnya menyimpan kekufuran, benci dan ingin memerangi Islam dan kaum
muslimin. Allah Shubhanahu
wa ta’alla menjelaskan sifat mereka itu
dalam firman -Nya:
﴿ إِذَا جَآءَكَ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ قَالُواْ نَشۡهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ
ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُۥ وَٱللَّهُ يَشۡهَدُ إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ
لَكَٰذِبُونَ ١ ﴾ [ المنافقون: 1]
"Apabila
orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar seorang pendusta". (QS al-Munafiqun: 1).
Dalam
ayat yang lain Allah ta'ala menjelaskan sifat orang-orang munafik lainnya:
﴿ وَإِذَا لَقُوكُمۡ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوۡاْ عَضُّواْ عَلَيۡكُمُ
ٱلۡأَنَامِلَ مِنَ ٱلۡغَيۡظِۚ قُلۡ مُوتُواْ بِغَيۡظِكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ
بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ ١١٩﴾ [ ال عمران:
119]
"Apabila
mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila
mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci
terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena
kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi
hati". (QS al-Imraan: 119).
Sikap kontradiktif lainnya yang banyak terjadi
dikalangan kita ialah seperti yang disinggung oleh Imam Ibnu Qoyim dalam salah
satu pernyataanya, beliau berkata: "Diantara perkara yang mengherankan
ialah, kalau ada seseorang yang sangat tekun menjaga (kewajiban), menyingkirkan
makanan yang haram, tidak berbuat dhalim, berzina, mencuri, meminum khamr,
serta melihat pada perkara yang haram atau yang lainnya, akan tetapi, dirinya
kesulitan untuk menjaga dan menyetir pergerakan lidahnya, sampai kiranya ada
seseorang yang terlihat sangat taat beragama, zuhud, dan ahli ibadah akan
tetapi dirinya berbicara dengan suatu kalimat yang bisa mendatangkan kemurkaan
Allah Shubhanahu
wa ta’alla, sedang dirinya tidak merasa
bersalah sama sekali.
Dirinya menuruni tangga neraka gara-gara sebauh
kalimat, sejauh timur dan barat. Betapa banyak engkau lihat orang yang menjaga
dirinya dari perbuatan hina dan keji, mendhalimi orang, namun, lidahnya mudah
memotong dan menyayat kehormatan orang lain, baik yang sudah meninggal maupun
masih hidup, dan dirinya tidak perduli dengan ucapannya tersebut". [2]
Faktor yang menimbulkan sikap kontradiktif:
Pertama:
Nifak. Tujuannya agar mereka tidak ketahuan jati dirinya, sehingga mereka
memilih sifat nifak ini. sedangkan Allah ta'ala menjelaskan dalam firman -Nya:
﴿ إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا
قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ
ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا ١٤٢ ﴾ [ النساء: 142]
"Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali". (QS
an-Nisaa': 142).
Dalam
kesempatan lain, Allah ta'ala memfirmankan:
﴿ وَإِذَا لَقُوكُمۡ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوۡاْ عَضُّواْ عَلَيۡكُمُ
ٱلۡأَنَامِلَ مِنَ ٱلۡغَيۡظِۚ قُلۡ مُوتُواْ بِغَيۡظِكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ
بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ ١١٩﴾ [ ال عمران:
119]
"Apabila
mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila
mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci
terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena
kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati". (QS al-Imraan: 119).
Disebutkan oleh Imam Bukhari sebuah kisah dari Zaid
bin Abdullah bin Umar dari ayahnya, beliau menceritakan: "Pernah ada
beberapa orang yang berkata pada Ibnu Umar: 'Sesungguhnya kami ketika dihadapan
para pemimpin, kami mengatakan bukan seperti apa yang kami ucapkan tatkala kami
keluar dari hadapan mereka". Maka Ibnu Umar menjawab: "Kami
menganggap itu adalah perbuatan nifak". HR Bukhari no: 7178.
Kedua: Riya'. Diriwayatkan oleh
Ibnu Khuzaimah dari Mahmud bin Labid radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan: "Rasulallah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah
keluar dari rumahnya, lalu bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أيها الناس إياكم وشرك السرائر قالوا : يا رسول الله وما شرك السرائر ؟ قال : يقوم الرجل فيصلي فيزين صلاته جاهدا لما يرى من نظر الناس إليه فذلك
شرك السرائر » [ أخرجه ابن خزيمة ]
"Wahai
manusia, hati-hatilah kalian dari kesyirikan yang tersembunyi". Maka para
sahabat bertanya: "Wahai Rasulallah, apa kesyirikan yang tersembunyi itu?
Beliau menjawab: "Seseorang yang berdiri mengerjakan sholat, lalu dirinya
memperbagusi sholat dengan sungguh-sungguh tatkala ada manusia yang melihat
kepadanya. Itulah yang dinamakan syirik yang tersembunyi". HR Ibnu
Khuzaimah 2/67 no: 937. Dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam shahih Targhib wa
Tarhib 1/119 no: 31.
Dan
dinamakan riya' syirik kecil dikarenakan pelakunya menampakan pada manusian
amalannya untuk Allah Shubhanahu wa
ta’alla, namun, sejatinya yang dia maksud adalah untuk sekutu atau selain
Allah ta'ala, dirinya berusaha memperbagusi sholat untuk sekutu tersebut,
sedangkan yang namanya niat, keinginan serta amalan hati secara umum itu tidak
ada yang mengetahui hakekatnya melainkan Allah azza wa jalla.[3]
Ketiga:
Lemah kemauan. Biasanya seseorang yang kemauannya lemah, itu seringkali
bersikap plin-plan. Terkadang dirinya mengerjakan suatu hal namun tidak lama
kemudian dirinya memutuskan tidak jadi.
Contoh
yang paling nyata, seseorang yang punya kebiasaan merokok, kemudian ada orang
yang menasehati dirinya, sehingga dia menjadi paham akan keharaman rokok dan
mampu meninggalkan rokok beberapa waktu lamanya, namun dirinya mulai melemah sedikit
demi sedikit, lalu pada akhirnya kembali lagi merokok.
Keempat:
Sombong. Terkadang kita lihat sebagian orang ada yang sangat sibuk mengerjakan
pekerjaan yang sangat banyak. Akan tetapi, tatkala datang perintah untuk
mengerjakan suatu pekerjaan tertentu yang telah ditentukan oleh syari'at
dirinya enggan melakukannya, dengan anggapan bahwa hal tersebut akan mengurangi
martabatnya.
Misalkan,
jika dirinya diberi nasehat agar mau memanjangkan jenggot, atau memendekan baju
sampai diatas mata kaki, dia berdalih, aduh ini sulit bagiku, bagaimana mungkin
aku berpenampilan seperti ini didepan orang banyak?! Biarpun
dahulu panutan kita, penghulu para Nabi jenggotnya sampai diatas dada dan kain
sarungnya sampai di pertengahan betis, tetap ia menolak karena sombong.
Kelima:
Basa-basi dengan orang lain. Kita dapati ada sebagian orang seringkali
berbasa-basi walaupun tidak dibolehkan oleh syari'at, dengan dalih malu atau
demi senangnya orang lain. Allah azza wa jalla menjelaskan dalam firman -Nya:
﴿ وَٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَحَقُّ أَن يُرۡضُوهُ إِن كَانُواْ مُؤۡمِنِينَ
٦٢ ﴾ [ التوبة: 62]
"Padahal
Allah dan Rasul -Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya
jika mereka adalah orang-orang yang mukmin". (QS at-Taubah: 62).
Keenam:
Cinta pada popularitas. Ada sebagian orang yang ditanya tentang sebuah hukum
syari'at pada permasalah tertentu, maka dirinya memadang rendah perkara
tersebut karena takut wibawanya akan jatuh dimata orang. Sedangkan masyarakat
menginginkan fatwanya tidak terlalu keras namun yang mudah saja. Orang seperti
ini, dikomentari oleh Abdullah bin Mubarak yang mengatakan: "Sufyan
ats-Tsauri pernah berkata padaku: 'Hati-hatilah kamu dari cinta popularitas,
sungguh tidak ada orang yang mendatangiku melainkan aku nasehatkan supaya
dirinya hati-hati dengan yang namanya popularitas". [4]
Obat serta solusi untuk mengatasi sikap plin-plan
tersebut:
Pertama:
Hendaknya orang tersebut mengetahui bahwa sikap kontradiksi itu bukan termasuk
sifatnya orang-orang yang beriman, sebagaimana Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman kepada Nabi -Nya:
﴿ فَٱسۡتَقِمۡ كَمَآ أُمِرۡتَ ٞ ١١٢
﴾ [هود: 112]
"Maka
tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu". (QS Huud: 112). Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak mengatakan sebagaimana yang
aku inginkan.
Sedangkan Allah ta'ala telah memerintahkan pada kita
untuk totalitas dalam beragama,
Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ ٞ ٢٠٨ ﴾ [ البقرة: 208]
"Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam (secara)
keseluruhan". (QS al-Baqarah: 208).
Al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan: "Allah ta'ala
berfirman menyuruh kepada para hamba -Nya
yang beriman serta yang percaya dengan -Nya,
supaya mereka mengambil seluruh ajaran dan syari'at Islam. Lalu mengerjakan
seluruh perintah -Nya dan meninggalkan apa yang
telah dilarang, sesuai dengan kadar kemampuan mereka". [5]
Disebutkan
dalam sebuah hadits, sebagaimana dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Sufyan bin
Abdillah radhiyallahu 'anhu, beliau menceritkan: "Aku pernah bertanya;
'Wahai Rasulallah, berilah aku nasehat tentang Islam satu perkara saja yang
mana aku sudah tidak pernah bertanya lagi kepada selainmu. Maka Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam menjawab:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ »
[أخرجه مسلم]
"Katakanlah,
aku beriman kepada Allah lalu istiqomahlah". HR Muslim no: 38. dan
yang namanya istiqomah itu ialah menetapi terus diatas ketaatan kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Kedua: Jujur
serta ikhlas kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla pada setiap amal
perbuatannya. Sebagaimana ditegaskan oleh -Nya
dalam firman -Nya:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ
ٱلصَّٰدِقِينَ ١١٩ ﴾ [ التوبة: 119]
"Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar". (QS at-Taubah: 119).
Dalam
sebuah hadits, Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إن تصدق الله يصدقك
» [أخرجه النسائي]
"Jika engkau jujur kepada
Allah maka Allah akan membenarkanmu". HR an-Nasa'i no: 1953.
Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan an-Nasa'i no: 1845.
Ketiga: Melatih jiwa serta sabar menghadapi
kesulitan. Allah Shubhanahu
wa ta’alla berfirman:
﴿ وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ ٦٩ ﴾ [ العنكبوت: 69]
"Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami". (QS al-Ankabuut: 69).
Dalam
kesempatan yang lain, Allah ta'ala juga berfirman:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱصۡبِرُواْ وَصَابِرُواْ ٢٠٠ ﴾ [ ال عمران: 200]
"Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu". (QS al-Imraan: 200).
Keempat:
Seorang mukmin mengetahui bahwa berbuat untuk keridhoan Allah Shubhanahu wa ta’alla akan mengantarkan pada keridhoan manusia.
Sebagaimana
dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari
Aisyah, beliau berkata: "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « من التمس رضا الله بسخط الناس كفاه الله مؤنة الناس, ومن التمس رضا الناس
بسخط الله وكله الله إلى الناس
» [أخرجه الترمذي]
"Barangsiapa
mencari keridhoan Allah dengan kemarahan manusia maka Allah akan
mencukupkan dari keburukan manusia, dan barangsiapa mencari keridhoan manusia
dengan kemurkaan Allah maka Allah akan serahkan pada manusia".
HR at-Tirmidzi no: 2414. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam silsilah
ash-Shahihah no: 2311.
Akhirnya kita tutup kajian kita dengan mengucapkan
segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu
wa ta’alla Rabb seluruh makhluk. Shalawat
serta salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam , kepada keluarga beliau serta
para sahabatnya.
Post a Comment