Sekelumit Tentang Perang Badar
Sekelumit Tentang Perang Badar
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah
Shubhanahu wa ta’alla semata yang
tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah
seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du :
Melanjutkan
pembahasan tentang perang Badar, setelah pernah kita jelaskan tentang keutamaan
perang ini, berikut orang-orang yang ikut serta dalam barisan kaum muslimin
dikala itu, maka pada pembahasan kali ini kita lebih fokus mengacu pada ayat
yang menjelaskan secara ringkas sebab terjadi peperangan ini dan kenapa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
keluar pada peperangan ini. Sebagaimana telah termaktub rapi didalam al-Qur'an
yang menceritakan peristiwa bersejaran tersebut: Allah ta'ala berfirman:
﴿ كَمَآ أَخۡرَجَكَ رَبُّكَ مِنۢ بَيۡتِكَ بِٱلۡحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقٗا مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ لَكَٰرِهُونَ ٥ يُجَٰدِلُونَكَ فِي ٱلۡحَقِّ بَعۡدَ
مَا تَبَيَّنَ كَأَنَّمَا يُسَاقُونَ إِلَى ٱلۡمَوۡتِ وَهُمۡ يَنظُرُونَ ٦ وَإِذۡ يَعِدُكُمُ
ٱللَّهُ إِحۡدَى ٱلطَّآئِفَتَيۡنِ أَنَّهَا لَكُمۡ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيۡرَ ذَاتِ
ٱلشَّوۡكَةِ تَكُونُ لَكُمۡ وَيُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُحِقَّ ٱلۡحَقَّ بِكَلِمَٰتِهِۦ
وَيَقۡطَعَ دَابِرَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٧ لِيُحِقَّ ٱلۡحَقَّ وَيُبۡطِلَ ٱلۡبَٰطِلَ وَلَوۡ
كَرِهَ ٱلۡمُجۡرِمُونَ ٨ ﴾ [ الأنفال: 5-8]
"Sebagaimana Tuhanmu
menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian
dari orang-orang yang beriman itu tidak yang menyukainya. Mereka membantahmu
tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka
dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). Dan
(ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua
golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang
tidak mempunyai kekekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk
membenarkan yang benar dengan ayat-aya -Nya dan memusnahkan orang-orang kafir.
Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik)
walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya". (QS al-Anfaal: 5-8).
Penjabaran
ayat:
Allah tabaraka wa ta'ala menyatakan: "Sebagaimana
Rabbmu menyuruhmu pergi". Wahai Muhammad, untuk menghadapi orang-orang
musyrikin di Badar, 'Dengan kebenaran', Dari Dzat yang mencintainya, dan
memberi qodho dan takdir padanya, walaupun, sejatinya kaum mukminin tidak
pernah terlintas dalam benak tatkala keluar dari rumah, bahwasannya pada
akhirnya harus berhadapan langsung bersama musuh. Sehingga manakala perkaranya
belum jelas dan kenyataannya harus berperang, maka menjadikan sebagian kaum
mukminin pada saat itu mendebat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, karena harus perang. Dan mereka tidak
menyukai hal tersebut. "Seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian
itu)". Sedangkan kondisinya mengatakan hal tersebut seharunya tidak
terjadi pada mereka, apalagi setelah jelas perkaranya kalau keluarnya mereka ke
tempat tersebut adalah benar karena mengikuti perintah Allah dan Rasul -Nya serta mengharap keridhoan -Nya.
Maka kondisi sulit seperti ini, tidak menutup
kemungkinan terjadinya perdebatan, karena yang namanya berdebat itu biasanya
terjadi dan berfaidah manakala ada kebenaran yang kurang bisa dipahami serta
samar perkaranya. Adapun, jika dijelaskan dan menjadi terang perkaranya maka
tidak ada pilihan lain kecuali tunduk dan patuh. Bersamaan dengan ini pula,
kebanyakan dari kaum muslimin pada saat itu tidak punya niat yang negatif pada
perdebatannya tersebut, bukan karena mereka takut untuk menghadapi musuh,
begitu pula dengan orang-orang yang disindir oleh Allah, mereka juga tunduk
patuh berangkat jihad dengan kepatuhan yang sempurna. Sehingga Allah meneguhkan
mereka serta menguatkan dengan banyak sebab yang menjadikan hati-hati mereka merasa
tenang dan yakin.
Sekilas
awal terjadinya perang:
Aslinya, mereka keluar ke Badar adalah bertujuan untuk
mencegat kafilah dagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb miliknya
orang-orang Qurasy menuju Syam, dan pada saat itu adalah kafilah yang sangat
besar. Manakala kaum mukminin mendengar kafilah tersebut telah kembali
dari Syam menuju Makah, maka Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam mengajak kaum muslimin, sehingga terkumpul yang ikut
serta bersama beliau sebanyak tiga ratus dan belasan orang. Bersama mereka ada
yang naik tujuh puluh onta, yang digunakan untuk bergantian serta untuk membawa
perbekalan.
Lalu terdengar oleh Quraisy berita tersebut, sehingga
mereka keluar untuk mengawal kafilah dagangnya dengan membawa jumlah pasukan
yang sangat besar, beserta senjata, onta, sampai jumlah mereka diperkirakan
seribu orang. Dari sini, Allah ta'ala menjanjikan kepada kaum mukminin untuk
menghadapi salah satu dari dua golongan dari kaum musyrikin, memilih untuk
melawan kafilahnya atau menghadapi pasukannya. Maka kaum muslimin lebih
menyukai untuk menghadapi kafilahnya saja, dikarenakan sedikitnya perbekalan
serta persenjataan yang ada pada kaum muslimin pada saat itu dan kafilahnya
tidak terlalu banyak jumlahnya dibanding pasukan yang datang dari Makah.
Akan tetapi, Allah azza wa jalla menyukai bagi mereka
dan menghendaki perkara yang lebih besar dari perkara yang disukai mereka,
Allah Shubhanahu wa ta’alla menginginkan
agar kaum muslimin menghadapi pasukan yang keluar bersama pembesar dan pimpinan
Quraisy. "Dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan
ayat-ayat -Nya", maka Allah Shubhanahu
wa ta’alla menolong golongan -Nya, "Dan memusnahkan orang-orang
kafir". Yaitu memupus habis orang-orang kafir, lalu diperlihatkan pada
hamba -Nya kemenangan gemilang, sedang perkara tersebut tidak pernah
terbayangkan sama sekali dalam benak mereka sebelumnya.
Lalu Allah Shubhanahu
wa ta’alla mengatakan: "Agar Allah menetapkan yang hak (Islam)",
dengan menampakan pendukung dan penguat serta bukti-bukti yang menunjukan
akan kebenaran Islam dan kejujurannya. "Dan membatalkan yang batil (syirik)
", dengan tegak padanya bukti serta penguat yang menjelaskan akan
kebatilannya. "Walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak
menyukainya". Maka Allah ta'ala tidak perduli dengan mereka itu.[1]
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dari Abdullah bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: 'Aku pernah
mendengar Ka'ab bin Malik radhiyallahu 'anhu mengatakan: "Aku tidak pernah
mangkir untuk tidak ikut serta pada peperangan bersama Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam satu perang
pun kecuali pada perang Tabuk. Akan tetapi aku tidak bisa ikut pada perang
Badar, dan tidak ada seorang pun yang dicela karena tidak mengikutnya, karena
ketika itu Rasulallah Shalallahu ‘alaihi
wa sallam keluar hanya ingin mencegat kafilah dagang Quraisy, hingga
akhirnya terjadi apa yang terjadi, Allah Shubhanahu
wa ta’alla mengumpulkan mereka untuk bertemu dengan musuhnya tanpa ada
persiapan sebelumnya". HR Bukhari no: 3951. Muslim no: 2769.
Pelarajan
yang bisa kita petik:
1. Keluarnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabatnya dari Madinah
adalah dengan membawa kebenaran, adapun keluarnya orang-orang musyrikin dari
Makah adalah dengan memanggul kebatilan. Dimana telah dijelaskan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla melalui firman
-Nya:
﴿ كَمَآ أَخۡرَجَكَ رَبُّكَ مِنۢ بَيۡتِكَ بِٱلۡحَقِّ ٥﴾ [ الأنفال: 5]
"Sebagaimana Rabbmu
menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran". (QS al-Anfaal: 5).
Sedangkan untuk mereka,
orang-orang kafir Allah Shubhanahu wa
ta’alla berfirman:
﴿ خَرَجُواْ مِن دِيَٰرِهِم بَطَرٗا وَرِئَآءَ ٱلنَّاسِ ٤٧ ﴾ [ الأنفال: 47]
"Orang-orang yang keluar
dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada
manusia". (QS al-Anfaal: 47).
Maka sungguh sangat jauh
sekali perbedaan antara dua kelompok tersebut.
2. Dengan pengetahuan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
keluarnya adalah karena perintah Rabbnya, akan tetapi, dirinya tetap meminta
pendapat kepada para sahabatnya untuk menjaga perasaan mereka sebagai watak
dasar manusia. Oleh karena itu, hendaknya para da'i memahami perkara yang satu
ini, mengajak orang untuk mendiskusikan sesuatu dengan cara yang lemah lembut
untuk memudahkan mereka.
3. Pada tubuh kaum mukminan ada orang yang mencapai
derajat iman yang sempurna, dengan memenuhi segala perintah syari'at tanpa
melirik dan terlintas dalam benaknya untuk menyelisihinya. Dan diantara mereka
ada yang berada dibawahnya lagi, dirinya dalam perintah syari'at sering melirik
pada faktor finansial. Dan golongan semacam ini dari kaum muslimin, tidak
selayaknya dipaksa untuk mengikuti perintah-perintah syar'iah akan tetapi
caranya dengan menempuh metode kedua yaitu dengan mendebat secara baik, sampai
pada akhirnya dirinya tunduk pada kebenaran dengan rasa senang dan termotivasi,
dan faidah ini diambil dari firman Allah ta'ala:
﴿ وَإِنَّ فَرِيقٗا مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ لَكَٰرِهُونَ ٥
﴾ [ الأنفال: 5]
"Padahal sesungguhnya
sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya". (QS
al-Anfaal: 5).
4. Bahwa suatu
lafad kalimat terkadang mempunyai arti mutlak (tidak terikat), yang
mempunyai makna pada sisi kalimatnya saja. Orang-orang yang tidak menyukai
untuk bertemu dengan musuh, pada firman Allah Shubhanahu wa ta’alla diatas:
﴿ وَإِنَّ فَرِيقٗا مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ لَكَٰرِهُونَ ٥
﴾ [ الأنفال: 5]
"Padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang
beriman itu tidak menyukainya". (QS
al-Anfaal: 5).
Itu bukan berarti karena mereka pengecut, tidak pula
karena takut mati, namun, karena mereka berpikiran belum saatnya untuk masuk
pada peperangan, sebab belum ada persiapan sebelumnya yang memadai, dan belum
masuk pada perhitungan mereka, bisa jadi, kalau dipaksakan hasilnya akan fatal
dibanding kalau sekiranya berusaha untuk menghindari terlebih dahulu, oleh
karenanya tatkala telah jelas kebenaran pada mereka setelah perdebatan bersama
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam, mereka langsung turun berangkat ke medan tempur.
5. Keutamaan yang dimiliki oleh ahli Badar, yang
menunjukan akan kesempurnaan mereka, dimana mereka tunduk mematuhi perintah Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
untuk terjun dipertempuran menghadapi Quraisy walaupun kalau dihituang dari
segi finansial serta strategi perang itu sama artinya dengan bunuh diri. Dan
Allah ta'ala sendiri yang menggambarkan kejadian tersebut secara gamblang dalam
firman -Nya:
﴿ يُجَٰدِلُونَكَ فِي ٱلۡحَقِّ بَعۡدَ مَا تَبَيَّنَ كَأَنَّمَا يُسَاقُونَ
إِلَى ٱلۡمَوۡتِ وَهُمۡ يَنظُرُونَ ٦
﴾ [ الأنفال: 6]
"Mereka membantahmu tentang
kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau
kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu)". (QS
al-Anfaal: 6).
6. Janji dengan kebaikan, bagi orang yang punya kebiasaan
memenuhi janji termasuk dari akhlak al-Qur'an, karena hal tersebut lebih
menentramkan hati dan menyenangkannya. Berdasarkan firman Allah tabaraka wa
ta'ala:
﴿ وَإِذۡ يَعِدُكُمُ ٱللَّهُ إِحۡدَى ٱلطَّآئِفَتَيۡنِ ٧ ﴾ [ الأنفال: 7]
"Dan (ingatlah), ketika
Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan". (QS
al-Anfaal: 7).
7. Allah azza wa jalla menjanjikan pada ahli Badar untuk
bertemu dengan salah satu dari dua kelompok, dan tidak secara tegas menentukan
siapa yang akan dihadapi, walaupun, tentunya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui dengan apa yang akan terjadi yang
mereka tidak ketahui, maka hal itu termasuk dari kandungan hikmah yang miliki oleh
Allah azza wa jalla.
8. Usaha keras untuk memperoleh tujuan itu lebih utama
dan baik dari pada sikap sebaliknya. Terambil dari firman -Nya:
﴿ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيۡرَ ذَاتِ ٱلشَّوۡكَةِ تَكُونُ لَكُمۡ ٧ ﴾ [ الأنفال: 7]
"Sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan
senjatalah yang untukmu". (QS
al-Anfaal: 7).
9. Menyandingkan antara maslahat dan madarat, dan
menimbang dua perkara tersebut, sambil dibarengi dengan pandangan jauh ke depan
maka hal tersebut mampu menyibak hakekat suatu perkara. Dan inilah yang
menjadikan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi
wa sallam dan para sahabatnya memutuskan untuk menghadapi musuh, Allah
ta'ala menggambarkan: "Sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak
mempunyai kekekuatan senjatalah yang untukmu". Ini adalah keuntungan,
walaupun keuntungan ini kalau dilihat jauh kedepan, tatkala harus bertemu
dengan musuh akan mendatangkan keuntungan yang lain, jika sekiranya mau
berkorban dengan sekuat tenaga, mulai dari menampakan kebenaran, memusnahkan
kebatilan, merendahkan orang kafir, serta maslahat besar lainnya, yang tidak
terhitung jumlahnya. Allah ta'ala berfirman:
﴿
وَيُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُحِقَّ ٱلۡحَقَّ بِكَلِمَٰتِهِۦ وَيَقۡطَعَ دَابِرَ
ٱلۡكَٰفِرِينَ ٧ لِيُحِقَّ ٱلۡحَقَّ وَيُبۡطِلَ ٱلۡبَٰطِلَ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡمُجۡرِمُونَ
٨ ﴾ [ الأنفال: 7-8]
“Dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar
dengan ayat-ayat -Nya dan memusnahkan
orang-orang kafir. Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang
batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak
menyukainya". (QS al-Anfaal: 7-8).
10. Wajib bagi kaum mukminin untuk mengedepankan apa yang
dikehendaki oleh Allah azza wa jalla dari pada apa yang di inginkan oleh
dirinya sendiri. maka mereka jika mengerjakan hal tersebut, Allah Shubhanahu wa ta’alla akan mengabulkan
yang menjadi angan-angannya, ditambah dengan karunia yang belum terpikir
sebelumnya, dan inilah yang terjadi bagi para ahli Badar. Manakala mereka
mendahulukan kehendak Allah Shubhanahu wa
ta’alla dari pada keinginannya sendiri.
11. Termasuk kejahatan yang besar kalau ada seseorang yang
tidak suka kebenaran itu nampak atau benci jika kebatilan itu hilang. Diambil
dari firman Allah ta'ala:
﴿ لِيُحِقَّ ٱلۡحَقَّ وَيُبۡطِلَ ٱلۡبَٰطِلَ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡمُجۡرِمُونَ
٨ ﴾ [ الأنفال: 7-8]
"Agar Allah menetapkan yang
hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang
berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya".
(QS al-Anfaal: 8).
12. Keagungan Allah Shubhanahu
wa ta’alla serta Maha Mampu, yang mana apa yang dikehendaki pasti terjadi
dan itu cukup hanya dengan satu kalimat. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
﴿ وَيُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُحِقَّ ٱلۡحَقَّ بِكَلِمَٰتِهِۦ ٧ ﴾ [ الأنفال: 7]
"Dan Allah menghendaki untuk
membenarkan yang benar dengan ayat-ayat -Nya".
(QS al-Anfaal: 7).
Dan kalimat yang dimaksud
dalam ayat ini adalah kalimat yang disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu
firman -Nya:
﴿ إِنَّمَآ أَمۡرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيًۡٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن
فَيَكُونُ ٨٢ ﴾ [ يس : 82]
"Sesungguhnya keadaan -Nya
apabila -Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" Maka terjadilah ia".
(QS Yaasin: 82).[2]
Akhirnya kita tutup dengan mengucapkan segala puji
bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla,
Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada
Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam, pada keluaraga beliau serta para sahabatnya.
Post a Comment