Makkah, Keutamaan Dan Keharamannya
Makkah, Keutamaan Dan Keharamannya
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak
ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai
bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Sesungguhnya
Allah Shubhanahu wa
ta’alla, Sang Maha Pencipta telah menciptakan segala sesuatu,
dan telah melebihkan ciptaan -Nya tersebut
satu sama lain serta memilih mereka sesuai yang -Dia
kehendaki, hal itu seperti dijelaskan oleh Allah ta'ala dalam firman -Nya:
﴿ وَرَبُّكَ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخۡتَارُۗ مَا كَانَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُۚ
سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٦٨ ﴾ [ القصص: 68 ]
"Dan Tuhanmu
menciptakan apa yang -Dia kehendaki dan memilihnya. sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan (dengan Dia)". (QS al-Qashash: 68).
Diantara tempat-tempat yang mempunyai kelebihan,
sebagaimana telah Allah ta'ala lebihkan dari tempat lainnya ialah kota Makkah.
Negeri yang menjamin keamanan bagi siapa saja yang memasukinya, negeri tempat
turunnya wahyu pertama serta sumber risalah. Itulah negeri yang Allah ta'ala
telah bersumpah dengannya, seperti ditegaskan dalam firman -Nya:
﴿ لَآ أُقۡسِمُ بِهَٰذَا ٱلۡبَلَدِ ١ وَأَنتَ حِلُّۢ بِهَٰذَا ٱلۡبَلَدِ
٢ ﴾ [ البلد: 1-2 ]
"Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah). Dan
kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini". (QS al-Balad: 1-2).
Al-Hafidh
Ibnu Katsir menjelaskan: "Ini adalah sumpah dari Allah azza wa jalla
dengan kota Makkah, Umul Quro, yang menjelaskan betapa agungnya kedudukan kota
Makkah bagi penghuninya, pada saat mereka melakukan manasik dibanding dengan
saat-saat tidak mengerjakan rangkaian manasik. Bahwa negeri ini adalah negeri
yang aman sebagaimana dijelaskan dalam firman -Nya yang lain:
﴿ وَهَٰذَا ٱلۡبَلَدِ ٱلۡأَمِينِ ٣ ﴾ [ التين: 3 ]
"Dan
demi kota (Mekah) ini yang aman". (QS at-Tiin: 3).[1]
Ada sekian banyak nash yang menjelaskan tentang
kelebihan serta haramnya kota Makkah, diantaranya yaitu:
Pertama: Disanalah berdiri rumah Allah Shubhanahu wa ta’alla,
bangunan pertama untuk ibadah yang dibangun untuk manusia. Dan Allah Shubhanahu wa
ta’alla sendiri yang menceritakan hal
tersebut melalui firman -Nya:
﴿إِنَّ أَوَّلَ
بَيۡتٖ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكٗا وَهُدٗى لِّلۡعَٰلَمِينَ ٩٦﴾ [ ال عمران: 96 ]
"Sesungguhnya rumah yang
mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di
Bakkah (Makah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia". (QS al-Imran: 96).
Dalam
sebuah hadits dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ سَأَلْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ أَوَّلِ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِى الأَرْضِ. قَالَ :
الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ . قُلْتُ: ثُمَّ أَىٌّ؟ قَالَ: الْمَسْجِدُ الأَقْصَى. قُلْتُ:
كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: أَرْبَعُونَ عَامًا » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Aku pernah bertanya kepada Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam tentang bangunan masjid pertama yang dibangun dimuka bumi.
Beliau menjawab: "Masjidil Haram". Aku bertanya lagi: "Kemudian
mana lagi? Beliau mengatakan: "Masjid al-Aqsa". Berapa jarak
pembangunannya antara keduanya, tanyaku kembali. Beliau menjelaskan:
"Jarak pembuatan antara keduanya selama empat puluh tahun". HR
Bukhari no: 3366. Muslim no: 520. [2]
Kedua: Allah ta'ala menjadikan kota Makah haram serta aman
bagi penghuninya, tidak boleh menumpahkan darah disana. Tidak boleh pula
menebang pepohonan serta tumbuh-tumbuhannya, membikin lari hewan buruan, dan
memungut barang temuan untuk pribadinya, namun, dirinya boleh memungutnya hanya
sebatas untuk diumumkan siapa pemiliknya.
Hal
itu, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari
dan Muslim dari sahabat Abu Suraih radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan:
"Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ مَكَّةَ حَرَّمَهَا اللَّهُ وَلَمْ يُحَرِّمْهَا
النَّاسُ فَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ
يَسْفِكَ بِهَا دَمًا وَلَا يَعْضِدَ بِهَا شَجَرَةً فَإِنْ أَحَدٌ تَرَخَّصَ
لِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا فَقُولُوا
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذِنَ لِرَسُولِهِ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ وَإِنَّمَا أَذِنَ
لِي فِيهَا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ثُمَّ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ
كَحُرْمَتِهَا بِالْأَمْسِ وَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Sesungguhnya Makah adalah negeri yang telah Allah
haramkan, bukan manusia yang mengharamkannya. Maka tidak boleh bagi seseorang
yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah disana, tidak
boleh untuk menebangi pepohonannya. Kalau sekiranya ada seseorang
yang mengatakan bahwa Rasulallah diberi keringanan untuk melakukan peperangan
didalam kota Makah, maka hendaknya kalian katakan padanya: "Sesungguhnya
Allah telah mengizinkan pada Rasul -Nya, namun, tidak bagi kalian". Hanya
saja Allah mengizinkan untuk berperang padaku, hanya beberapa waktu saja.
Kemudian keharamannya hari ini kembali lagi seperti kemarin, oleh karena itu,
hendaknya orang yang hadir pada saat ini menyampaikan pada orang lain".
HR Bukhari no: 104. Muslim no: 1354.
Ketiga: Adanya nash yang menjelaskan tentang keutamaan
sholat di masjidil Haram.
Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
didalam musnadnya dari haditsnya Jabir radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
"Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ
صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ » [أخرجه أحمد]
"Sholat yang dikerjakan dimasjdiku ini lebih utama dari
seribu sholat dibanding sholat yang dikerjakan dimasjid-masjid lain kecuali
masjidil Haram, karena sholat disana itu lebih baik daripada sholat dimasjid
lainnya sebanyak seratus ribu sholat ". HR Ahmad 23/46 no: 14694.
Para ulama mencoba mencari kejelasan maksud dalam
hadits ini, yaitu tentang kelebihan sholat, apakah ini berlaku bagi seluruh
kota Makah atau khusus bagi masjidil Haram saja? Yang kedua apakah dilipat
gandakan pahalanya ini berlaku untuk seluruh amal sholeh atau hanya sholat
saja? Adapun masalah yang pertama
maka telah diterangkan dalam hadits yang terdahulu, dimana Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ
مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ
»
[أخرجه أحمد]
"Sholat yang dikerjakan dimasjidil Haram itu lebih utama
daripada sholat yang dikerjakan dimasjid lain sebanyak seratus ribu kali sholat"
. HR Ahmad.
Kedua, bahwa nash-nash yang ada dalam al-Qur'an maupun
hadits yang menyebutkan tentang Masjidil Haram maka yang dimaksud didalamnya
adalah kawasan yang masuk dalam batas haram kota Makah secara keseluruhan.
Seperti misalnya firman Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُۥ حَاضِرِي ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ
١٩٦ ﴾ [ البقرة: 196 ]
"Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi
orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram
(orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah)". (QS
al-Baqarah: 196).
Demikian
pula seperti yang disinggung dalam firman -Nya:
﴿ سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ
١ ﴾ [ الإسراء: 1]
"Maha suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba -Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram". (QS al-Israa: 1).
Dan beliau melakukan perjalanan isra itu dari
rumahnya Ummu Hani radhiyallahu 'anha.
Diantara
dalil sunah yang menjelaskan akan hal tersebut ialah, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika
terjadi perjanjian Hudaibiyah. Maka jika masuk sholat beliau masuk ke kawasan
tanah Haram lalu beliau sholat disana. HR Ahmad 31/220 no: 1891.
Adapun masalah kedua. Ada beberapa atsar dari ulama
salaf yang menjelaskan bahwa dilipat gandakannya pahala ini mencakup seluruh
amal sholeh. Dan bagi siapa saja yang mau mencamkan makna firman Allah ta'ala
akan mengetahui hal tersebut, yaitu:
﴿ وَمَن يُرِدۡ فِيهِ بِإِلۡحَادِۢ بِظُلۡمٖ نُّذِقۡهُ مِنۡ عَذَابٍ أَلِيمٖ ٢٥﴾ [ الحج: 25 ]
"Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan
kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang
pedih". (QS al-Hajj: 25).
Dirinya
akan merasa yakin bahwa mengagungkan keharaman Haram itu menunjukan akan
keutamaannya. Dan masalah ini sangatlah panjang untuk disebutkan semua, oleh
karenanya saya cukupkan disini hanya sekedar memberi isyarat saja.
Keempat: Allah ta'ala mengabarkan pada kita bahwa Makah adalah
Umul Quro sebagaimana disebutkan dalam salah satu firman -Nya:
﴿ لِّتُنذِرَ أُمَّ ٱلۡقُرَىٰ وَمَنۡ حَوۡلَهَا ٧ ﴾ [ الشورى: 7 ]
"Supaya kamu memberi
peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri)
sekelilingnya". (QS asy-Syuura: 7).
Al-Qura
seluruhnya mengikuti Makah serta yang ada disekilingnya.
Kelima: Dijadikan sebagai kiblat bagi penduduk bumi, maka
tidak ada dimuka bumi ini tempat yang menjadi arah untuk mengerjakan sholat
selain ke masjidil Haram. Hal itu, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
ta'ala:
﴿ وَمِنۡ حَيۡثُ خَرَجۡتَ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ
١٥٠﴾[ البقرة: 150]
"Dan dari mana saja kamu
(keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram". (QS al-Baqarah: 150).
Disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhuma, beliau
menceritakan: "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam keluar dari Ka'bah lalu beliau melakukan sholat dua
raka'at ke arah Ka'bah, kemudian seusai sholat beliau bersabda: "Inilah
kiblat (kalian)". HR Bukhari no: 398. Muslim no: 331.
Keenam: Adanya jaminan keamanan bagi siapa saja yang masuk
kedalamnya. Seperti ditegaskan dalam salah satu firman -Nya:
﴿ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنٗاۗ ٩٧ ﴾ [ ال عمران: 97
]
"Barangsiapa memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah dia". (QS al-Imran: 97).
Dan
ayat ini bisa mempunyai maksud pemberitaan namun bermakna perintah, karena
boleh dalam khabar yang Allah Shubhanahu
wa ta’alla beritakan untuk berganti
makna. Atau bisa bermakna kabar tentang syari'at dan agama -Nya yang Allah Shubhanahu wa ta’alla
syari'atkan didalam tanah Haram. Dan makna yang ketiga bisa bermakna kabar
tentang perkara paten yang senantiasa terus berlaku di tanah Haram semenjak
zaman Jahiliyah hingga zamannya Islam. Sebagaimana ditegaskan dalam salah satu
firman -Nya:
﴿ أَوَ لَمۡ يَرَوۡاْ أَنَّا جَعَلۡنَا حَرَمًا ءَامِنٗا وَيُتَخَطَّفُ ٱلنَّاسُ
مِنۡ حَوۡلِهِمۡۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَةِ ٱللَّهِ يَكۡفُرُونَ ٦٧﴾ [ العنكبوت: 67 ]
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya
Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia
sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih
percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?. (QS
al-Ankabut: 67).
Demikian juga dalam firman -Nya:
﴿ وَقَالُوٓاْ إِن نَّتَّبِعِ ٱلۡهُدَىٰ مَعَكَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ أَرۡضِنَآۚ
أَوَ لَمۡ نُمَكِّن لَّهُمۡ حَرَمًا ءَامِنٗا يُجۡبَىٰٓ إِلَيۡهِ ثَمَرَٰتُ
كُلِّ شَيۡءٖ ٥٧ ﴾ [ القصص: 57 ]
"Dan mereka berkata:
"Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari
negeri kami". dan apakah kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam
daerah Haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan
dari segala macam (tumbuh- tumbuhan)".
(QS al-Qashash: 57).[3]
Ketujuh: Diharamkan menghadap serta membelakangi kiblat
manakala sedang membuang hajat, berbeda dengan tempat-tempat lain maka tidak
ada keharaman akan hal tersebut.
Hal
itu, berdasarkan sabdanya Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam dalam shahih Bukhari dan Muslim dari haditsnya Abu Ayub
al-Anshari radhiyallahu 'anhu. Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا
الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا بِبَوْلٍ وَلاَ غَائِطٍ وَلَكِنْ شَرِّقُوا
أَوْ غَرِّبُوا
»
[أخرجه البخاري و مسلم]
"Apabila kalian hendak buang hajat, maka janganlah
menghadap ke arah kiblat jangan pula membelakanginya manakala buang air kecil
maupun besar, namun menghadaplah ke arah timur atau ke barat". HR
Bukhari no: 294. Muslim no: 264.
Kedelapan: Allah ta'ala memilihnya sebagai tempat untuk
rangkaian manasik haji, serta menjadikan tujuan ke sana sebagai bentuk ibadah
yang akan mengangkat derajat dan menghapus kesalahan.
Hal
itu sebagaimana tercantum dalam haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ
وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Barangsiapa yang berhaji karena Allah, dengan tidak
melakukan rafats (berkata keji) tidak pula berbuat fasik, maka dia kembali
seperti manakala dia baru dilahirkan". HR Bukhari no: 1521. Muslim no:
1350.
Kesembilan: Dijadikannya Makkah sebagai negeri mulia dan yang paling
dicintai oleh Allah Shubhanahu
wa ta’alla dan Rasul -Nya.
Hal
itu, seperti dijelaskan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dari
Abdullah bin Adiy radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ
وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ » [أخرجه الترمذي]
"Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah negeri Allah
yang paling baik, negeri Allah yang paling dicintai oleh Allah, kalaulah sekiranya
aku tidak dipaksa keluar (oleh kaumku) dari sana tentulah aku tidak akan keluar".
HR at-Tirmidzi no: 3925. Beliau berkata: Hadits hasan gharib shahih.
Dalam riwayat lain, dari
haditsnya Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata: "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda kepada Makkah:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ما أطيبك من بلد وأحبك إلي. ولولا أن قومي أخرجوني منك ما سكنت غيرك » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Tidak ada negeri yang lebih baik dan paling aku cintai
daripada kamu, kalaulah sekiranya kaumku tidak memaksaku untuk keluar dari sini
tentu aku tidak akan tinggal ditempat lain". HR at-Tirmidzi no: 2926.
Beliau berkata: Hadits ini hasan shahih.
Kesepuluh: Allah ta'ala menjadikan sebagai tempat permulaan
perjalanan Nabi -Nya Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam pada malam isra' menuju langit. Sebagaimana Allah
ta'ala ceritakan dalam firman -Nya:
﴿ سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ
إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ
إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١
﴾ [الإسراء: 1 ]
"Maha suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya -Dia
adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui". (QS
al-Israa': 1).
Sebelas: Sebagai tempat tujuan sebuah perjalanan safar, karena
dilarang bagi seseorang melakukan perjalanan khsusus melainkan menuju tiga
masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha.
Hal
itu, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ
مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Janganlah kalian
melakukan perjalanan (pada suatu tempat) melainkan menuju tiga masjid, Masjidil
Haram, Masjidnya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, dan masjid Aqsha". HR Bukhari no: 1189. Muslim no: 1397.
Dua
belas: Allah azza wa jalla
menyandarkan Baitul Haram yang ada di Makkah kepada Dirinya. Sebagaimana yang
tercantum dalam salah satu firman -Nya:
﴿ وَطَهِّرۡ بَيۡتِيَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلۡقَآئِمِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ
٢٦ ﴾ [ الحج: 26 ]
"Dan sucikanlah rumah -Ku
ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan
orang-orang yang ruku dan sujud". (QS al-Hajj: 26).
Maka diambil kesimpulan bahwa penyandaran secara
khusus semacam ini mengandung makna sebagai
bentuk pengagungan dan pemuliaan serta kecintaan padanya. Karena, kalau
sekiranya tempat tersebut tidak mempunyai kemulian tentu tidak usah adanya
penyandaran Dirinya kepada tempat tersebut secara khusus, maka penyandaran
seperti ini sudah cukup sebagai bukti akan kemulian serta keagungan yang
dimilikinya. [4]
Tiga
belas: Allah azza wa jalla menyatukan hati pada baitul haram serta menjadikannya sebagai
tempat berkumpul manusia.
Allah
ta'ala telah nyatakan hal tersebut melalui firman -Nya:
﴿ وَإِذۡ جَعَلۡنَا ٱلۡبَيۡتَ مَثَابَةٗ لِّلنَّاسِ ١٢٥ ﴾ [ البقرة: 125 ]
"Dan (ingatlah), ketika Kami
menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia". (QS al-Baqarah: 125).
Yaitu dijadikan tempat berkumpulnya manusia dari
segala penjuru dunia sepanjang tahun, bukan hanya sekedar menyelesaikan
hajatnya saja, namun, tiap kali mereka sering berkunjung maka bertambah pula
rasa kerinduan padanya.
Seorang
penyair berkata:
Mata
ini enggan untuk memejam tatkala melihatnya
Sampai mengharap kedipan berikutnya
karena begitu rindu
Berapa
banyak harta dan jiwa yang dikeluarkan demi kecintaan padanya, dirinya rela
untuk meninggalkan keluarga dan anak-anaknya. Bahkan orang-orang yang
dikasihinya serta negeri tempat menambatkan cinta.
Berjalan menerjang segala macam rintangan dan
tantangan, membuang kerinduan dan kangen bersama orang yang disayangi. Dia lakukan itu semua dengan penuh kenikmatan mengharap
perjumpaan dengannya. [5]
Empat
belas: Diantara perkara yang
menunjukan akan keutamaannya ialah adanya ancaman bagi siapa saja yang punya
keinginan buruk di Makah walaupun tidak dilakukannya. Berdasarkan Firman Allah
tabaraka wa ta'ala:
﴿ وَمَن يُرِدۡ فِيهِ بِإِلۡحَادِۢ بِظُلۡمٖ نُّذِقۡهُ مِنۡ عَذَابٍ أَلِيمٖ ٢٥﴾ [ الحج: 25 ]
"Dan siapa yang bermaksud di
dalamnya melakukan kejahatan secara kezaliman, niscaya akan Kami rasakan kepadanya
sebagian siksa yang pedih". (QS al-Hajj: 25).
Syaikh Abdurahman as-Sa'di menjelaskan: "Hanya
sekedar punya keinginan untuk berbuat dhalim atau suatu kejahatan maka itu
sudah cukup baginya untuk mendapat siksa. Walaupun kita dapati adanya perbuatan
yang seorang hamba tidak disiksa melainkan setelah melakukan kedaliman
tersebut. Didalam ayat yang mulia ini menunjukan wajibnya menghormati al-Haram,
sangat mengagungkan, serta peringatan bagi siapa saja yang punya keinginan
berbuat maksiat serta ingin melakukannya disana". [6] Adalah Abdullah bin Amr bin
al-Ash radhiyallahu 'anhuma mempunyai dua kemah, salah satunya berada diluar
batas tanah Haram dan yang satunya lagi berada dikawasan tanah Haram.
Beliau menjadikan kalau sekiranya ingin menghukum
salah satu anggota keluarganya maka beliau memberi hukuman tersebut ditenda
yang berada diluar batas tanah Haram. Dan jika beliau ingin sholat maka beliau
sholat dikemah yang berada didalam kawasan Haram. Ini
sebagai ancaman yang sangat bagi siapa saja yang melakukan perbuatan maksiat
serta dosa besar di dalam kota Makkah, seperti halnya riba, zina, mengkonsumsi
narkotika dengan segala macam dan jenisnya, menyiarkan acara-acara yang jelek,
mendengarkan nyanyian. serta lain sebagainya dari perbuatan dan jenis maksiat
serta kemungkaran.[7]
Akhirnya
kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu
wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat
serta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta
para sahabatnya
[2] . Berkata Ibnu Qoyim menjelaskan: "Ada sedikit
ketidak jelasan akan hadits ini bagi orang yang tidak mengerti maksudnya.
Mereka mengatakan: 'Termasuk perkara yang telah diketahui bahwa yang membangun
masjid Quds adalah Sulaiman bin Dawud, sedang jarak sejarah antara dirinya
dengan Ibrahim itu kurang lebih ada seribu tahun, lantas bagaimana dikatakan
jarak pembangunannya cuma empat puluh tahun?!".
Ini adalah kejahilan orang
yang mengucapkan, karena yang benar, bahwa Sulaiman hanya melakukan pemugaran
masjid al-Qasha saja, dirinya tidak membangun untuk yang pertama kalinya.
Karena yang meletakan batu pembangunan
untuk pertama kalinya adalah Ya'qub bin Ishaq setelah pengerjaan Ibrahim
membangun Ka'bah dengan jarak yang disebutkan dalam hadits ini". Zaadul
Ma'ad 1/50.
Post a Comment