Namimah, Sebuah Perilaku Buruk
Namimah, Sebuah Perilaku Buruk
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak
ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai
bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Namimah
(mengadu domba) merupakan dosa besar yang telah di peringatkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya. Perilaku jelek ini termasuk penyakit hati yang
mematikan, virus ganas yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat serta
melahirkan permusuhan dan pertikaan dikalangan umat manusia. Allah ta'ala
berfirman mengingatkan bahaya namimah ini dalam firman -Nya:
﴿ وَلَا تُطِعۡ كُلَّ حَلَّافٖ مَّهِينٍ ١٠ هَمَّازٖ مَّشَّآءِۢ بِنَمِيمٖ
١١ ﴾ [ القلم: 10-11]
"Dan janganlah kamu ikuti
setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kesana
kemari menghambur fitnah". (QS al-Qolam: 10-11).
Berkata Ibnu Katsir didalam tafsirnya, "Firman
Allah Shubhanahu wa
ta’alla, "Yang kesana kemari
menghambur fitnah". Yaitu orang yang berjalan kesana kemari dikalangan
orang banyak, menabur benih permusuhan dikalangan mereka, menukil pembicaran
dengan tujuan mengadu domba di antara sesama, perilaku jelek seperti ini adalah
pemangkas".[1]
Yang
dimaksud dengan namimah sebagaimana definisi yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah menukil ucapan sebagian orang pada
orang lain dengan tujuan merusak hubungan keduanya. Itulah definisi namimah
dalam kaca mata syari'at, sebagaimana dijelaskan dalam hadist shahih yang
dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu,
beliau berkata: "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ مَا الْعَضْهُ. هِىَ
النَّمِيمَةُ الْقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ » [أخرجه مسلم]
"Maukah aku beri tahu kalian apa perkara buruk
itu? Yaitu namimah, (sifatnya) senang menukil ucapan orang". HR Muslim
no: 2606.
Abu Sa'adah ketika menjabarkan hadits diatas
mengatakan: "Sabdanya (Senang menukil ucapan orang". Artinya banyak
bicara dan menabur benih permusuhan dikalangan manusia". Ibnu Abdil Barr menyebutkan,
menukil perkataanya Yahya bin Abi Katsir yang mengatakan, "Para penabur
benih permusuhan dan pendusta mampu merusak (manusia) hanya dalam waktu yang
singkat, sesuatu yang tidak dijumpai pada penyihir dalam setahun".[2]
Ancaman
bagi orang yang berperilaku semacam ini:
1.
Orang yang senang mengadu
domba akan terancam dengan dijerumuskan ke dalam neraka.
Sebagaimana yang disebutkan
dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Hamam
bin Harits, beliau menceritakan: "kami pernah duduk-duduk bersama
Hudzaifah di dalam masjid. Lalu ada seseorag datang kemudian duduk bersama
kami, sembari mengadu pada Hudzaifah, "Sesungguhnya orang ini telah
mengadu beberapa hal pada sulthan (penguasa)". Maka Hudzaifah menyergah,
ingin memberi peringatan pada orang tadi, "Aku pernah mendengar Rasulallah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Tidak akan masuk
surga tukang (fitnah) pengadu domba". HR Bukhari no: 6056. Muslim no:
105.
Al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskan
maksud hadits diatas, "Yang di maksud dengan Qattaat adalah tukang
fitnah pengadu domba. Sebagaimana dijelaskan dalam redaksinya Abu Wail dari
Hudzaifah dengan redaksi, "Pengadu domba", seperti dalam
riwayat Muslim.
Dan ada pendapat yang mengatakan,
"Perbedaan antara Qottaat dan Namam (pengadu domba) ialah
kalau Namam tersebut hadir secara langsung pada saat terjadinya
pembicaraan tersebut lalu menyebarkan pada orang lain, sedang Qottaat ialah
hanya dengar dari orang lain, yang mana dia tidak mengetahui kejadian pastinya
kemudian dia sibuk menyebarkan berita yang didengarnya itu".[3]
2.
Orang yang kerjaannya suka
mengadu domba akan mendapat adzab dalam kuburnya sebelum hari kiamat.
Hal
itu, berdasarkan haditsnya Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, yang menceritaka:
"Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah melewati dua kubur,
lantas beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ مِنْ كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ
بَلَى أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَسْعَى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا أَحَدُهُمَا
فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ قَالَ ثُمَّ أَخَذَ عُودًا رَطْبًا فَكَسَرَهُ
بِاثْنَتَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ ثُمَّ قَالَ
لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Sesungguhnya kedua
penghuni kubur ini sedang diadzab, dan keduanya diadzab karena perkara yang besar".
Kemudian beliau melanjutkan, "Benar, adapun salah satunya diadzab
karena sering melakukan namimah, adapun yang satunya lagi karena tidak
mengambil penutup tatkala kencing".Ibnu Abbas melanjutkan,
"Kemudian beliau mengambil pelepah kurma yang masih basah, lalu membelah
menjadi dua, kemudian beliau meletakan pada kedua penghuni kubur tersebut, lalu
beliau bersabda, "Mudah-mudahan Allah meringankan adzab keduanya selagi
daun ini masih basah". HR Bukhari no: 1378. Muslim no: 292.
3.
Termasuk dalam golongan hamba
Allah Shubhanahu wa ta’alla yang paling buruk kelakuannya. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad dari Abdurahman bin
Ghamam radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
« خِيَارُ عِبَادِ اللَّهِ الَّذِينَ إِذَا
رُءُوا ذُكِرَ اللَّهُ وَشِرَارُ عِبَادِ اللَّهِ الْمَشَّاءُونَ بِالنَّمِيمَةِ
الْمُفَرِّقُونَ بَيْنَ الْأَحِبَّةِ الْبَاغُونَ الْبُرَآءَ الْعَنَتَ » [أخرجه أحمد]
"Hamba-hamba pilihan
Allah ialah orang-orang yang kalau (kalian) lihat (sedang) berdzikir kepada
Allah, dan hamba Allah yang paling buruk kelakuannya adalah para penebar fitnah
(tukang) mengadu domba, yang membikin orang saling bermusuhan, para perusak
yang berusaha berlepas diri dari dosa". HR Ahmad 29/521 no: 17998.
Perbedaan
Ghibah dan Namimah:
Perbedaan antara ghibah dan namimah.
Ghibah itu adalah membicarkan orang lain tanpa sepengetahuanya dengan omongan
yang dia tidak suka bila mendengarnya. Adapun naminah adalah menukil pembicaran
orang lain dengan tujuan menabur benih permusuhan. Sehingga
bila dicermati, ghibah itu sifatnya pembicaraanya asli muncul dari redaksi
orang yang mengunjing, sedang namimah hanya menukil ucapan orang lain saja. Diantara perbedaannya pula, ghibah itu bisa menjadi
boleh pada kondisi-kondisi mendesak sesuai dengan tujuan syar'i. Adapun namimah
maka tidak ada seorangpun ulama yang mengatakan bolehnya pada kondisi tertentu.
Hukum
Namimah:
Imam adz-Dzahabi menjelaskan: "Namimah termasuk
dosa besar, hukumnya haram berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Sebagaimana
telah nampak jelas keharamannya dalam dalil-dalil syar'i dari al-Qur'an dan
Sunah. Adapun bantahan bagi orang yang mengatakan namimah itu hanya dosa kecil,
terbantah dengan sabda Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam, "Dan tidaklah keduanya diadzab melainkan karena
dosa besar". Yang dimaksud dalam hadits bukan
besar ketika meninggalkannya atau bukan besar dalam persangkaan keduanya. Oleh
karena itu dijelaskan dalam riwayat lain, "Bahkan sesungguhnya itu adalah
dosa besar".[4]
Al-Hafidh
Ibnu Hajar menjelaskan: "Sisi pengambilan hukum kalau namimah itu termasuk
dosa besar karena didalamnya terdapat kerusakan sebagai akibat dari namimah,
serta mengantarkan pada permusuhan, sehingga menyimpulkan bahwa naminah
termasuk dosa besar dan perkara ini sangat jelas sekali".[5] Sedangkan Ibnu Hazm menyatakan:
"Para ulama telah bersepakat atas haramnya perbuatan ghibah dan namimah
kalau diletakan bukan pada perkara nasehat yang diwajibkan, maka hal ini sekaligus
sebagai dalil yang menunjukan bahwa keduanya termasuk dosa besar".[6]
Imam Dzahabi menjelaskan, "Setiap orang yang
memikul namimah, seperti halnya mengatakan pada orang, kamu dikatakan sama si
fulan begini dan begitu. Maka bagi orang semacam ini terkumpul padanya enam
kondisi:
1.
Jangan dipercaya omongannya
dikarenakan dirinya tukang mengadu domba yang fasik, sehingga beritanya
tertolak.
2.
Mencegah orang tadi supaya
tidak mengadu domba sambil dibarengi nasehat dan diingatkan akan nistanya
perbuatan semacam itu.
3.
Membencinya karena Allah azza
wa jalla. Karena orang seperti itu dibenci disisi Allah Shubhanahu wa ta’alla, sehingga membencinya karena -Nya adalah perkara wajib.
4.
Jangan mengedepankan
persangkaan yang buruk dalam menghadapi berita semacam itu. Berdasarkan firman
Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ ٞ ١٢﴾[ الحجرات: 12]
"Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka (kecurigaan), karena sebagian dari
persangkaan itu dosa". (QS al-Hujuraat: 12).
5.
Tidak menjadikan berita itu
sebagai alasan untuk memata-matai dan menyelidikinya untuk membuktikan
kebenaran berita tersebut, berdasarkan larangan Allah ta'ala:
﴿ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ ٞ ١٢﴾ [ الحجرات: 12]
"Dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain". (QS al-Hujuraat: 12).
6.
Tidak menuruti apa yang
dicegah oleh tukang pengadu domba dengan tidak rela kalau terjadi pada dirinya,
dan tidak turut serta menyebarkan berita fitnah tersebut.
Dan
dikarenakan perkaranya sangat tersamar sehingga menjadikan bahaya namimah ini
sangat sulit untuk dihindari, karena namimah ini muncul dalam bentuk seperti
orang yang sedang memberi nasehat yang tulus. Lalu jika engkau mempercayainya tercapailah
maksud dari tujuan pengadu domba tadi yaitu menebar benih permusuhan.
Imam Ibnu Hazm menyatakan, "Kalau ada seseorang
yang datang padamu dengan perkara bathil terkadang bisa dianggap benar oleh
dirimu. Dikarenakan orang yang membawa berita bohong tentang seseorang akan
menyulut tabiatmu untuk mempercayainya sehingga kamu menyetujui lalu
menganggapnya menjadi suatu hal yang bisa diterima. Ingat baik-baik akan hal
ini, sehingga tidak wajib bagimu untuk menerima beritanya kecuali jika berita
tersebut kamu dengar langsung dari sumbernya". [7]
Dan
para pengadu domba ini sangatlah banyak, dan yang paling berbahaya diantara
sekian banyak tersebut ialah kelompok yang menjadikan pekerajaannya tersebut
untuk mencari kedudukan di hati para ulama dan penguasa. Disebutkan dalam
sebuah hadits yang dibawakan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah radhiyallahu
'anhu, beliau menceritakan: "Tatkala usai dari perang Hunain Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mendahulukan beberapa orang dalam pembagian
rampasan perang. Beliau mengasih Aqra' bin
Habis seratus onta, dan memberi Uyainah semisal itu, beliau juga memberi pada
pemimpin kabilah Arab dan mendahulukan mereka-mereka itu dalam pembagian.
Kemudian
ada seseorang yang berkata, "Demi Allah, sesungguhnya pembagian semacam
ini tidak adil, pembagian yang tidak mengharap wajah Allah Shubhanahu wa ta’alla". Abdullah
mengatakan, "Demi Allah, akan saya sampaikan hal ini pada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam". Abdullah melanjutkan,
"Maka aku segara mendatangi beliau dan mengabarkan apa yang dikatakan
orang tadi, seketika itu rona wajah beliau berubah merah padam, lantas
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فَمَنْ يَعْدِلُ إِنْ لَمْ يَعْدِلِ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ . قَالَ: ثُمَّ قَالَ : يَرْحَمُ اللَّهُ مُوسَى قَدْ أُوذِىَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ . قَالَ: قُلْتُ: لاَ جَرَمَ لاَ أَرْفَعُ إِلَيْهِ
بَعْدَهَا حَدِيثًا
»
[أخرجه البخاري و مسلم]
"Lantas
siapa yang akan berbuat adil jika sekiranya Allah dan Rasul -Nya
sudah tidak adil lagi". Abdullah melanjutkan,
lantas beliau bersabda kembali, "Semoga Allah merahmati Musa, sungguh
dirinya lebih banyak disakiti (kaumnya) namun beliau tetap bersabar".
Maka setelah kejadian itu aku tidak pernah menukil ucapan orang lagi pada
beliau". HR Bukhari no: 3150. Muslim no: 1062.
Atas makna inilah atsar Ibnu Mas'ud menunjukan,
sebagaimana datang dalam penjelasan sebuah hadits yang di lemahkan oleh
sebagian para ulama, dijelaskan dalam riwayat tersebut, "Janganlah kalian
menceritakan (keburukan) seorangpun dari para sahabatku pada orang lain,
sungguh aku lebih senang jika aku keluar pada kalian sedangkan hatiku dalam
keadaan bersih". HR Abu Dawud no: 4860.
Kelompok lain dari para pengadu domba ialah
orang-orang yang hatinya sudah termakan oleh penyakit hasad. Sehingga tatkala
dia melihat ada pasangan suami istri yang harmonis atau teman karib yang erat
kecuali dirinya sangat bernafsu untuk memisahkan
antara keduanya dengan cara namimah ini. semua itu dia lakukan dalam bingkai
nasehat dan kepedulian. Diriwayatkan dari Umar bin Abdil Aziz, bahwsannya
pernah ada seseorang yang masuk ruangannya lalu menyebutkan pada beliau tentang
seseorang. Maka beliau bertanya padanya, "Kalau kamu setuju biar kami
pelajari kasusmu dan jika dirimu dusta maka kamu masuk dalam kelompok orang
yang disebut dalam ayat ini:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ
فَتَبَيَّنُوٓاْ ٦ ﴾ [ الحجرات: 6]
"Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah
dengan teliti". (QS al-Hujurat: 6).
Dan
jika sekiranya kamu jujur maka engkau termasuk golongan orang-orang ini:
﴿ هَمَّازٖ مَّشَّآءِۢ بِنَمِيمٖ ١١ ﴾ [ القلم: 11]
"Yang banyak mencela, yang
kesana ke mari menghambur fitnah". (QS al-Qolam: 11).
Dan bila engkau mau akan kami maafkan". Lantas
orang tersebut menjawab, "Dimaafkan saja wahai Amirul mukminin dan saya
berjanji tidak akan mengulangi kembali".[8] Imam Hasan Bashri menasehati kita
dengan petuahnya, "Barangsiapa yang mengadukan padamu perkara namimah maka
tidak tertutup dia juga akan mengadu kamu dengan yang lain".
Penawar
penyakit Namimah:
Diantara
hal yang bisa mengobati penyakit namimah ini ialah hendaknya sang pelaku
mengetahui bahwa dia sedang mengantarkan dirinya pada kemurkaan Allah Shubhanahu wa ta’alla serta hukuman -Nya.
Dan menginggat bahwa namimah akan menghapus amal
kebajikan yang pernah dilakukan. Demikian juga hendaknya ia selalu mengaca pada
kekurangan yang ada pada dirinya lalu berusaha untuk memperbaikinya. Dan
hendaknya dia paham kalau menyakiti orang lain baik dengan ghibah maupun
namimah sama seperti halnya dia menyakiti jasadnya, lalu bagaimana mungkin dia
rela perbuatan tersebut menimpa dirinya. Seorang penyair mengatakan:
Jangan
turuti namimah ketika dia mengodamu
Karena namimah itu akan menghapus tiap kebajikan
Dirinya
akan ditemani oleh semua kejelekan
Dan kenistannya akan
terbongkar dihadapan makhluk
Sejatinya
bunuh diri dan kegelapan yang sedang ia raih
Bukanlah kehormatan yang sedang dia sematkan
Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla
Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla
curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
Post a Comment