Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Ketokohan profil ini tidak diragukan lagi. Ia sangat meyakinkan, reputasinya tak perlu dipertanyakan. Banyak ayat Al-Qur`an yang membicarakan keutamaan beliau, baik secara pribadi maupun dalam konteks umum.
 Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman :
قال الله تعالى: ﴿ وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ ١٠٠ ﴾ [التوبة  : 100] 
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka … [at-Taubah/9:100].

Begitu pula dengan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam banyak yang menunjukkan tingginya kebaikan sahabat satu ini. Kemuliaanya banyak tercatat memenuhi kitab-kitab perbendaharaan hadits. Bagi yang
mau merenunginya, sungguh kepahlawanan beliau akan mampu menyadarkan kaum Muslimin kemudian mengantarkannya untuk lebih mencintainya, sebagai insan yang mempunyai jasa besar terhadap Islam dan kaum Muslimin.
Salah satu keunggulan beliau yang tidak dirasakan oleh sahabat lainnya, yaitu seluruh kerabat Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu semuanya beriman dan masuk dalam barisan kaum Mukminin. Sebagai contoh ayah beliau, yaitu 'Utsman Abu Quhafah Radhiyallahu anhu masuk Islam. Sang ibu, Salma binti Shakhr bin 'Amir Radhiyallahu anhuma yang dikenal dengan Ummu Khair pun menerima seruan Islam. Kebaikan yang sangat luar biasa ini pun menyebar pada putra-putri Abu Bakar dan cucu-cucunya. Begitu pula dengan Muhammad bin 'Abdur-Rahman bin Abu Bakr bin Abi Quhafah, ia hidup pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman. Empat generasi dari keluarga Abu Bakr ash-Shiddiq ini menyaksikan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan telah memeluk Islam, hingga masing-masing menggenggam keutamaan menjadi sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Keadaan semacam ini tidak dijumpai pada zaman itu, kecuali hanya pada rumah Abu Bakar. Mereka ini adalah keluarga iman, sebagaimana juga ada rumah yang dipenuhi oleh nifak (kemunafikan).
Popularitas Abu Bakar ash-Shiddiiq Radhiyallahu anhu yang lain, beliau terhitung kalangan khuthaba (singa podium). Beliau memiliki kefasihan dan ketinggian sastra, dengan kata-kata padat dan ringkas, yang memuat apa yang disampaikan, tanpa dipaksakan. Memang tidak sedikit dari kalangan sahabat yang terkenal dengan kecakapan olah kata. Seperti 'Ali, 'Umar, Tsabit bin Syammasy, Hassan bin Tsabit, Ka'ab bin Malik, dan lain-lain. Namun perbedaannya, Abu Bakar ash-Shiddiiq menyampaikan khutbah untuk mewakili Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau hadir maupun ketika Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam berhalangan. Sementara itu, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam hanya terdiam dan menganggukkan saja apa yang disampaikan sahabat tercintanya itu. Apa yang disampaikan Abu Bakar Radhiyallahu anhu bak kata pembuka bagi apa yang akan dituturkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Pada setiap musim haji, Abu Bakar Radhiyallahu anhu berpidato mengajak orang-orang untuk mengikuti Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada waktu kedatangan Rasulullah dan Abu Bakr ash-Shiddiq di Madinah saat hijrah dari Mekkah, Abu Bakarlah yang memulai perbincangan dengan penduduk Madinah. Sampai sebagian orang yang belum mengenal mereka menyangka bahwa dialah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
 Dalam berbagai kesempatan, Abu Bakr ash-Shiddiiq menyertai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyambut tamu-tamu dari berbagai kabilah. Saat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak di tempat, maka Abu Bakr ash-Shiddiiq Radhiyallahu anhu orang yang menghadapinya. Pasca wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dialah yang langsung berbicara didepan massa. Berikut ini, dua di antara pidato Abu Bakr ash Shiddiq Radhiyallahu anhu yang banyak beliau sampaikan. Orasinya menunjukkan gambaran sikap, kelurusan dan keteguhan pendirian beliau Radhiyallahu anhu.
Kabar berita wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar menggemparkan. Seorang 'Umar Radhiyallahu anhu pun sempat goyah saat mendengar kepergian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk selama-lamanya. Kisahnya sebagaimana Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan: Dari 'Aisyah, istri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam: "Bahwasanya ketika Beliau wafat, Abu Bakr sedang berada di daerah Sunh ('Aliyah). 'Umar berdiri seraya berkata, 'Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggal. Allah Shubhanahu wa ta’alla akan membangkitkannya, dan kemudian akan memotong-motong tangan dan kaki orang-orang'." Kemudian Abu Bakr ash-Shiddiiq Radhiyallahu anhu datang. Maka beliau mengucapkan hamdalah dan pujian bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kemudian berseru:

« أَمَّا بَعْدُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَدْ مَاتَ وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللهَْ فَإِنَّ اللهَْ حَيٌّ لاَ يَمُوتُ قَالَ اللهُ تَعَالَى : ((وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ إِلَى الشَّاكِرِينَ )) »  [رواه البخاري]
"Amma ba'du. Barang siapa menyembah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sungguh Beliau telah meninggal. Dan barang siapa yang menyembah Allah Shubhanahu wa ta’alla, sungguh -Dia Maha hidup, tidak mati," kemudian beliau membacakan ayat 144 surat Ali 'Imraan … (HR. Bukhari)
Untaian kata-kata Abu Bakr ash-Shiddiiq Radhiyallahu anhu ini mampu menenangkan keadaan, sehingga kaum Muslim pun memahami musibah besar yang sedang menimpa mereka. Contoh pidato Abu Bakar ash-Shiddiiq Radhiyallahu anhu selanjutnya, yaitu pasca pengukuhan dirinya sebagai Khalifatur -Rasul (pengganti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam). Beliau menyampaikan pidato pertamanya sebagai berikut:

أمَّابَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ فَاِنِّيْ قَدْ وُلَّيْتُ عَلَيْكُمْ وَلَسْتُ بِخَيْرِكُمْ فَإِنْ أَحْسَنْتُ فَأَعِيْنُوْنِيْ وَإِنْ أَسَأْتُ فَقَوِّمُوْنِيْ. الصِّدْقُ أَمَانَةٌ وَالْكَذِبُ خِيَانَةٌ وَالضَّعِيْفُ مِنْكُمْ قَوِيٌّ عِنْدِيْ حَتَّى أُزِيْحَ عِلَّتَهُ إِنْ شَاءَ اللهُ وَالْقَوِيُّ فِيْكُمْ ضَعَيْفٌ حَتَّى آخُذَ الْحَقَّ إِنْ شَاءَ اللهَ .
لاَ يَدَعُ قَوْمٌ الْجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ ضَرَبَهُمُ اللهُ بِالذُّلِّ وَلاَ يُشِيْعُ قَوْمٌ قَطَّ الْفَاحِشَة َإِلاَّ عَمَّهُمُ اللهُ بِالْبَلاَءِ .
أَطِيْعُوْنِيْ مَا أَطَعْتُ اللهُ وَرَسُوْلَهُ فَإِذَا عَصَيْتُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَلاَ طَاعََ لِيْ عَليَْكُمْ قُوْمُوْا إِلَى صَلاَتِكُمْ يَرْحَمُكُمُ اللهُ [ البداية والنهاية لابن كثير : 5/248] وإسناده صحيح

Wahai manusia, sungguh aku telah didaulat sebagai pemimpin atas kalian. Akan tetapi, aku bukanlah manusia terbaik.[1] Bila aku membuat kebijakan yang baik, maka sudilah kalian membantuku. Jika aku bersikap buruk, maka luruskanlah diriku. Kejujuran itu amanah, Dusta adalah pengkhianatan. Orang tertindas di tengah kalian, ia adalah orang kuat di mataku, akan aku singkirkan keluhannya, insya Allah. Dan orang kuat (yang berbuat sewenang-wenang) di tengah kalian, ia merupakan pihak lemah, akan aku ambil hak orang lain darinya, insya Allah.
Tidaklah suatu bangsa meninggalkan jihad di jalan Allah Shubhanahu wa ta’alla, melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla
akan mendatangkan kehinaan pada mereka. Tidaklah suatu bangsa banyak melakukan perbuatan faahisyah (keburukan), melainkan Allah akan menimpakan bala (siksa) pada mereka seluruhnya.
Taatilah aku, selama aku patuh kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya. Jika aku mendurhakai Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya, maka tidak ada kewajiban taat atas kalian kepadaku. Bergegaslah menuju shalat kalian, semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla merahmati kalian semua. ( Al Bidah wan nihayah ibnu Katsir 5/248 dengan sanad yang sahih)
Ungkapan yang ringkas lagi padat ini menggambarkan garis-garis besar kebijakan pemerintahan yang akan beliau tempuh.
Semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla
membalas kebaikan-kebaikan beliau.




[1] ) Al-Imam Ibnu Katsîr  berkata: "Perkataan beliau ini disampaikan sebagai rasa tawadhu. Sebab, seluruh sahabat telah sepakat bahwasanya Abu Bakr merupakan manusia (sahabat) yang terbaik dan paling utama".

Tidak ada komentar