Risalah Untuk Para Pengutuk dan Pelaknat
Risalah Untuk Para Pengutuk dan Pelaknat
Segala
puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi yang
tidak ada lagi nabi setelahnya.
Adapun
selanjutnya:
Tidak
diragukan bahwa tujuan risalah Islam adalah membudayakan akhlak, tazkiah nufus
(penyucian jiwa), membersihkan perasaan, menyebar cinta kasih, spirit tolong
menolong dan persaudaraan di tengah kaum muslimin. Nabi -salallahu 'alaihi
wasallam- bersabda,
«إنما بعثت لأتمم
مكارم الأخلاق»
[رواه أحمد والطبراني]
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak." [HR.Ahmad dan
at-Thabarani]
Terdapat
kerusakan besar yang menyebar di tengah masyarakat dipelbagai
lapisan umur dan tingkat pengetahuan.
Kerusakan
besar bermula dari yang kecil dan meningkat menjadi besar. Yang dianggap sepele
oleh orang tua, anak, pria dan wanita, pemuda dan pemudi…
Kerusakan
yang melahirkan kedengkian, memijar dendam, menghasut permusuhan dan kebencian.
Kerusakan
besar menyulut murka Tuhan –azza wajalla- dan mengeluarkan hamba dari
daftar orang-orang soleh dan memasukkan ke dalam kelompok pelaku maksiat yang
merusak… Ia adalah makian, kutukan (laknat), perkataan keji dan lisan yang
kotor… engkau dapati bapak memaki dan mengutuk anak-anaknya dan ibu pun
melakukan hal yang sama. Keduanya tidak sadar bahwa hal itu termasuk perbuatan
dosa besar yang dosanya pun besar.
Engkau dapati seorang sohib mengumpat dan mengutuk sahabatnya dan
dibalas dengan mengumpat ibu bapaknya. Hingga engkau dapati anak kecil telah
pandai cara memaki dan mengutuk orang lain. Bahkan bisa jadi dilakukan kepada
ayah dan ibunya, sedang keduanya melihatnya dengan bangga…
Orang berakal wajib menjaga lisannya selalu, tidak membiasakan mengumpat
dan mengutuk. Bahkan kepada pelayan atau anaknya yang masih kecil. Bahkan
kepada apa saja dari benda dan binatang. Tidak menjamin jika mengumpat
seseorang atau mengutuknya akan selamat dari laknat serupa atau lebih dari itu,
yang membuat bangkit kemarahan dan kemurkaannya sehingga membawanya kepada
sesuatu yang tidak baik akibatnya. Berapa banyak kejahatan terjadi bermula dari
makian dan umpatan. Kebanyakan penyebab orang masuk neraka adalah keburukan
yang dianggap sepele.
Jika ada yang memaki atau mengutuk seorang muslim, berarti telah
menyakitinya. Allah -ta'ala- berfirman,
﴿وَالَّذِينَ
يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ
احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا﴾ [الأحزاب: 58]
"Dan
mereka yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang
mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata." (QS.al-Ahzâb:58)
Petaka Lisan
Nabi -salallahu 'alaihi wasallam- bersabda,
»سباب المسلم فسوق وقتاله كفر « [متفق عليه]
"Mengumpat orang muslim adalah kefasikan dan memeranginya
kekafiran." (Mutafak alaih)
An-Nawawi -rahimahullah- berkata, "As-sabb (mengumpat)
secara bahasa: mencaci dan membicarakan tentang aib pada diri seseorang. Al-fisq
(kefasikan) secara bahasa: keluar. Maksudnya keluar dari syariat, keluar dari
ketaatan. Mengumpat seorang muslim tanpa hak adalah haram dengan ijmak umat.
Pelakunya fasik sebagaimana yang dikabarkan Nabi -salallahu 'alaihi wasallam-.
[Syarah Sahih Muslim II/241]
Adakah mereka yang melepaskan lisannya mengumpat, mencaci dan
merendahkan harga diri orang-orang muslim membayangkan bahwa hal itu
menjadikannya seorang fasik, keluar dari ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya -salallahu
'alaihi wasallam-?!
Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang melepaskan kendali lisan
mereka hingga terkumpul padanya penyebab kebinasaan dan penyesalan. Nabi -salallahu
'alaihi wasallam- bersabda,
«سباب المسلم
كالمشرف على الهلكة» [رواه البزار وحسنه الألباني]
"Mengumpat
orang muslim seperti mengusahakan kebinasaan." [HR.al-Bazzâr dan
dihasankan oleh al-Albani]
Peringatan Bagi Yang Memulai Umpatan
Sesungguhnya orang yang memulai umpatan seoranglah yang menanggung dosa,
bila yang diumpat memaafkan atau membela diri sekadar kezaliman yang
diterimanya, tidak sampai melebihinya.
Nabi -salallahu 'alaihi wasallam- bersabda,
«المستبان ما قالا،
فعلى البادئ منهما، ما لم يعتد المظلوم» [رواه مسلم].
Bagi
dua orang yang saling mengumpat apa yang diumpatkan. Dosa bagi yang memulai
selama yang dizalimi tidak membalas dengan berlebihan."
[HR.Muslim]
Imam Nawawi -rahimahullah- memiliki faedah seputar hadis di atas.
Beliau berkata,
1-
Maknanya bahwa dosa umpatan yang terjadi antara dua
orang, khusus pada yang memulainya. Kecuali jika pihak kedua berlebihan
membalasnya dari batas yang cukup, dengan mengatakan lebih banyak kepada yang
memulai.
2-
Menunjukkan akan kebolehan memalas umpatan. Hal ini
telah ditunjukkan oleh dalil-dalil al-Qurân dan Sunah. Firman Allah -ta'ala-,
﴿ وَلَمَنِ انْتَصَرَ
بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ ﴾ [الشورى: 41]
"Dan
sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu
dosapun terhadap mereka." (QS.as-Syurâ:41)
Firman-Nya,
﴿ وَالَّذِينَ إِذَا
أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَر ﴾ [الشورى: 39]
"Dan
(bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela
diri." (QS.as-Syurâ:39)
3-
Meskipun demikian, kesabaran dan pemaafan lebih utama.
Allah berfirman,
﴿ وَلَمَنْ صَبَرَ
وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ ﴾ [الشورى: 43]
"Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya
(perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (QS. as-Syurâ:43)
Dan sebagaimana
hadis yang akan disebutkan setelah ini,
«وما زاد الله عبدًا
بعفو إلا عزًا» [رواه مسلم]
"Tidaklah Allah membekali seorang hamba dengan kemaafan melainkan
menjadi mulia." [HR.Muslim]
4-
Ketahuilah bahwa mengumpat muslim lain tanpa hak
adalah haram. Sebagaimana sabda Nabi -salallahu 'alaihi wasallam-,
« سباب المسلم فسوق »
"Mengumpat
muslim adalah kefasikan."
5-
Bagi yang diumpat tidak boleh membela diri kecuali
dengan yang serupa, selama bukan dusta, tuduhan atau mencela moyangnya. Di
antara pembelaan yang dibolehkan seperti mengatakan: wahai orang zalim, wahai
orang bodoh, keras kepala atau yang sepertinya. Karena hampir tidak luput dari
salah satu penilaian tersebut.
6-
Para ulama berkata, "Jika yang diumpat dapat
membela diri, tuntas sudah kezaliman yang dialaminya. Tersisa dosa bagi yang
memulai atau yang pantas merurut Allah. –selesai perkataannya- [Syarah Sohih
Muslim XVI/357]
Jika
yang diumpat melampaui batas dalam membalas, keduanya mendapat dosa. Dari
'Iyadh Ibn Himâr -radiallahu 'anhu-, dia berkata, "Aku bertanya,
'Wahai Nabi Allah, seseorang mencaciku dan dia lebih rendah dariku, amat mudah
bagiku mengalahkannya.' Nabi -salallahu 'alaihi wasallam- bersabda,
«المستبان شيطانان
يتهاتران، ويتكاذبان». [رواه ابن حبان وصححه الألباني]
"Dua orang yang saling mengupat adalah dua setan yang
saling menjatuhkan dan mendustakan." [HR.Ibnu Hibbân dan
disahihkan oleh al-Albani]
Termasuk Dosa Besar
Hati-hati
jangan sampai menjadi sebab pengumpat orang tuamu, sehingga menjadi seperti
orang yang mengumpat keduanya. Nabi -salallahu 'alaihi wasallam-
bersabda,
«إن من أكبر الكبائر أن يلعن الرجل
والديه» قيل: يا رسول الله! وكيف يلعن الرجل والديه؟ قال: «يسب أبا الرجل فيسب
أباه، ويسب أمه فيسب أمه» [رواه البخاري]
"Termasuk dosa besar, seseorang melaknat orang
tuanya." Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, 'Bagaimana bisa seseorang
melaknat orang tuanya?" Nabi menjawab, "Seseorang mengumpat bapak
orang lain sehingga orang itu mengumpat bapaknya dan mengumpat ibu orang lain
sehingga orang itu mengumpat ibunya." [HR.al-Bukhari]
Amat
disayangkan itu menyebar di antara anak-anak muslim dan pelajarnya. Ini
betul-betul menunjukkan degenerasi pendidikan dan keteledoran orang tua, yang
tidak mendidik anak-anak mereka di atas keutamaan akhlak dan etika yang baik.
Peringatan
Nabi di atas bagi mereka yang menjadi sebab diumpatnya ayah dan ibunya, bukan
mengumpatnya langsung. Lalu bagaimana dengan yang secara langsung melakukannya.
Langsung mengumpat dan mengutuk keduanya. Bahkan ada yang memukul keduanya
–tiada daya dan upaya selain dari Allah-.
Bencana Kutukan
Mengenai
laknat/kutukan, terdapat ancaman keras dan peringatan yang jelas dari Nabi -salallahu
'alaihi wasallam-. Nabi -salallahu 'alaihi wasallam- bersabda,
قال النبي صلى الله عليه وسلم: «لعن
المؤمن كقتله» [متفق عليه]
"Mengutuk
orang mukmin seperti membunuhnya." [Mutafak alaih]
Bayangkan
wahai saudaraku, mengenai kejahatan membunuh orang beriman dan kenistaannya,
juga apa yang telah Allah siapkan berupa azab, siksaan, kutukan dan kemurkaan
di dunia dan akhirat. Dengan begitu engkau tahu bahaya mengutuk mukmin dan
melebih-lebihkannya. Allah –ta'la- berfirman,
﴿ وَمَنْ يَقْتُلْ
مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ
عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا ﴾ [النساء: 93]
"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya." (QS.an-Nisâ:93)
Itu
adalah balasan membunuh mukmin yang Allah serupakan dengan mengutuknya. Betapa jahat
dan berdosa!
Nabi -salallahu
'alaihi wasallam- menjelaskan bahwa mukmin yang sempurna imannya bukan
orang yang suka mengutuk. Sabdanya -salallahu 'alaihi wasallam-,
« لا يكون المؤمن
لعانًا » [رواه الترمذي وصححه الألباني]
"Seorang
mukmin bukanlah pengutuk." [HR.at-Turmudzi dan disahihkan oleh al-Albani]
Karenanya
Nabi -salallahu 'alaihi wasallam- melarang untuk saling mengutuk.
Sabdanya -salallahu 'alaihi wasallam-,
« لا تلاعنوا بلعنة
الله، ولا بغضبه، ولا بالنار » [رواه أبو داود والترمذي وقال: حسن صحيح]
"Janganlah
saling mengutuk dengan laknat Allah, kemurkaan-Nya dan neraka."
[HR.Abu Dawud dan at-Turmudzi. Dia berkomentar, "Hadis Hasan Sahih."]
Nabi -salallahu
'alaihi wasallam- memberi tahu mengenai keadaan orang-orang yang suka
melaknat pada hari kiamat:
«لا يكون اللعانون
شفعاء ولا شهداء يوم القيامة» [رواه مسلم]
"Orang-orang
yang suka melaknat tidak punya pemberi safaat dan pembela pada hari
kiamat."
[HR.Muslim]
An-Nawawi
-rahimahullah- mengomentari hadis di atas: "Itu merupakan celaan
melaknat. Bahwa siapa yang melakukannya tidak memiliki akhlak yang baik. Karena
laknat dalam doa maksudnya menjauhkan dari rahmat Allah –ta'ala-. Doa
seperti itu bukanlah akhlak seorang mukmin, yang dideskripsikan Allah dengan
saling berkasih sayang, tolong menolong dalam bakti dan ketakwaan, yang dijadikan
seperti satu bangunan saling menguatkan dan satu tubuh. Seorang mukmin
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Siapa yang mendoakan
keburukan kepada saudaranya muslim dengan laknat –yaitu menjauhkannya dari
rahmat Allah- dia berada pada akhir boikot dan persekongkolan." [Syarah
Sohih Muslim XVI/364].
Nabi -salallahu
'alaihi wasallam- mewasiatkan Jurmûdz al-Juhani -radiallahu 'anhu-
dengan sabdanya,
«أوصيك ألا تكون
لعانًا» [رواه الطبراني، وصححه الألباني]
"Aku
wasiatkan engkau untuk tidak menjadi pengutuk." [HR.at-Thabarani dan disahihkan oleh al-Albani]
Salamah
Ibn al-Akwa' -radiallahu 'anhu- berkata, "Jika kami lihat ada orang
yang mengutuk saudaranya, kami anggap telah melakukan dosa besar."
Kemana Perginya Kutukan?
Apakah
engkau tahu wahai pengutuk bahwa kutukanmu terangkat ke langit, membuat ahli
langit menghindar khawatir mengenai mereka!
Tahukah
engkau bahwa ia turun kembali setelah itu, membuat seluruh makhluk menghindar
takut mengenai mereka!
Tahukah
engkau bahwa setelah itu ia menyasar ke kanan dan ke kiri hingga mengenai apa
yang pantas mengenainya.
Kemudian
apakah engkau tahu bahwa kutukan itu akan kembali kepadamu jika yang engkau
kutuk tidak berhak menerimanya?!
Abu
ad-Dardâ' -radiallahu 'anhu- berkata, Rasulullah -salallahu 'alaihi
wasallam- bersabda,
«إن العبد إذا لعن
شيئًا صعدت اللعنة إلى السماء، فتغلق أبواب السماء دونها، ثم تهبط إلى الأرض،
فتغلق أبوابها دونها، ثم تأخذ يمينًا وشمالاً، فإن لم تجد مساغًا رجعت إلى الذي
لعن، فإن كان أهلاً، وإلا رجعت إلى قائلها» [رواه أبو داود، وحسنه الألباني لغيره]
"Jika
seseorang mengutuk sesuatu, kutukan itu naik kelangit, namun pintu langit
ditutup sebelumnya. Kemudian turun ke bumi, maka pintunya pun ditutup. Kemudian
menyasar ke kanan dan kiri. Jika tidak teredam ia akan menuju kepada yang
dikutuk, bila yang dikutuk memang pantas. Jika tidak, maka kutukan itu berbalik
kepada pengutuknya." [HR.Abu Dawud. Dihasankan oleh al-Albani dan
selainnya]
Karenanya,
mengapa engkau bebani dirimu menanggung dosa besar ini? Mengapa bersikeras
dengan kejahatan besar ini?
Mengapa
tidak engkau biasakan lisanmu untuk mendoakan putra putrimu ketimbang mengutuk dan
mendoakan keburukan kepada mereka?!
Tidakkah
engkau takut kutukan itu kembali kepadamu tepat pada saat terkabulnya doa,
sehingga engkau tertolak dari rahmat Allah -azza wajalla-, menjadi
mereka yang sengsara dan tercela.
Tidakkah
engkau takut berjumpa Allah dengan lisan yang mengotori kehormatan muslimin dan
merendahkan kehormatan mereka?
Tidakkah
engkau takut ketika timbangan kebaikan dan keburukanmu seimbang, lalu datang
kutukanmu memberatkan timbangan keburukan dan karenanya engkau masuk ke
neraka?!
Tutup Pintu Kutukan!
Ada sebagian
orang yang segala sesuatu tidak luput dari kutukannya, termasuk benda dan
hewan. Engkau dapati ia mengumpat, mengutuk dan memukul apa saja yang ada
disekitarnya. Karenanya Nabi -salallahu 'alaihi wasallam- menutup semua
pintu yang mengarah kepada umpatan dan kutukan. Melarang mengumpat dan mengutuk
apa saja yang tidak pantas dikutuk, meskipun hewan atau benda.
Dari
'Imrân Ibn Hushain -radiallahu 'anhu-, dia berkata, "Tatkala
Rasulullah di salah satu perjalanannya, ada seorang wanita anshar penunggang
onta yang memukul dan mengutuk ontanya. Rasulullah -salallahu 'alaihi
wasallam- bersabda,
« خذوا ما عليها، ودعوها، فإنها ملعونة » [ رواه مسلم ]
"Ambil apa yang pikulnya dan biarkan dia, sesungguhnya dia
terkutuk."
'Imrân
berkata, "Sepertinya aku melihat wanita itu sekarang berjalan di tengah
manusia tanpa ada yang menegurnya." [HR.Muslim]
An-Nawawi
-rahimahullah- berkata, "Nabi mengatakan demikian agar wanita itu
jera. Sudah lebih dulu beliau melarang wanita itu dan yang lain agar tidak
mengutuk, sehingga dihukum dengan pembiaran. Maksudnya: melarang onta tersebut
menemani perjalanannya.” [Syarah Sahih Muslim oleh an-Nawawi XVI/363]
Dan
sabda Nabi -salallahu 'alaihi wasallam-,
قال النبي صلى الله عليه وسلم: «لا تسبوا
الديك فإنه يوقظ للصلاة» [رواه أبو داود وابن حبان وصححه الألباني]
"Janganlah
kalian mengutuk ayam jantan, sesungguhnya ia membangunkan untuk salat." [HR.Abu Dawud, Ibnu Hibban
dan disahihkan oleh al-Albani].
Keagungan
Islam terlihat pada pengarahan bernilai dan adab mulia ini, yang melindungi hak
hewan baik fisik maupun psikis dan mengharamkan berbagai bentuk ganguan tanpa
hak. Duh, seandainya para aktifis pembela hak asasi hewan tahu keutamaan Islam
dalam hal ini, mereka akan mengakui kepeloporannya dalam isu yang mereka
banggakan dan menyangka bahwa merekalah pelopornya.
Dari
Ibnu Abbas -radiallahu 'anhuma-, bahwa ada seseorang yang mengutuk angin
disaat bersama Rasulullah -salallahu 'alaihi wasallam-. Beliau bersabda,
«لا تلعن الريح
فإنها مأمورة، من لعن شيئًا ليس له بأهل، رجعت اللعنة عليه» [رواه أبو داود
والترمذي وصححه الألباني]
"Janganlah
mengutuk angin karena ia hanya suruhan. Siapa yang mengutuk sesuatu yang tidak
pantas, kutukan itu kembali kepadanya." [HR.Abu Dawud, at-Turmudzi dan disahihkan oleh
al-Albani]
Dari
Jabir -radiallahu 'anhu-, bahwa Nabi -salallahu 'alaihi wasallam-
mendatangi Ummu as-Sâib dan bertanya, "Mengapa engkau mencak-mencak?"
Dia menjawab, "Demam! Allah tidak memberkahinya." Nabi bersabda,
«لا تسبي الحمى،
فإنها تذهب خطايا بني آدم كما يذهب الكير الخبث» [رواه مسلم].
"Janganlah
mencaci demam, sesungguhnya dia membersihkan dosa anak Adam sebagaimana panas
membersihkan karat." [HR.Muslim]
Sudah
disebutkan terdahulu bahwa Islam hirau agar bagaimana seorang mukmin bersih
lisan, manis ucapan, baik ungkapan, tidak dikotori apapun dan keluhuran budinya
tidak tercela oleh celaan.
Hukum Mengutuk Personal
Tidak
diragukan bahwa tidak boleh mengutuk pribadi mukmin semasa hidup atau mati,
sebagaimana dalil-dalil yang sebagiannya telah disebutkan. Adapun orang kafir,
karena tidak tahu bagaimana pengakhiran hidupnya, maka tidak ada maslahat
mendoakan seseorang agar mati dalam kekafiran. Hal itu ditunjukkan oleh hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Rasulullah -salallahu 'alaihi
wasallam- berdoa saat Perang Uhud,
"Ya
Allah, kutuklah Abu Sofyan, kutuklah al -Hârits Ibn Hisyam, kutuklah Sahl Ibn
Amr dan kutuklah Shofwan Ibn Umayyah." Lalu turun ayat:
﴿ لَيْسَ لَكَ مِنَ
الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ
ظَالِمُونَ ﴾ [آل عمران: 128]
"Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam
urusan mereka itu, Allah menerima taubat mereka atau mengazab mereka, karena
sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim." (QS.Ali Imrân:128)
Allah pun
mengampuni mereka semua[1]."
[HR.Ahmad dan at-Turmudzi] Dalam riwayat al-Bukhari, "Ya Allah,
laknatlah fulan dan fulan."
Jika tidak dibolehkan mengutuk pribadi kafir yang
belum mati dalam kekafirannya , lebih lagi melaknat pribadi fasik atau zalim
tentunya.
Benar,
hal itu diperbolehkan dengan ungkapan umum. Seperti mengatakan, "Laknat
Allah kepada pezina atau pendusta dan sepertinya.[2]
Nabi -salallahu
'alaihi wasallam- telah melaknat pelaku maksiat tanpa menyebut
identitasnya, seperti pentato dan yang minta ditato, pencukur alis mata dan
minta dicukur, pemakan riba dan pemberinya, peminum khamer (minuman
memabukkan), al-Muhallil dan al-Muhallil lahu[3]
dan banyak lagi lain.
Sedangkan
yang sudah jelas kematiannya dalam kekafiran, seperti Firaun, Abu Jahl dan
selain keduanya, boleh dilaknat. Meskipun seorang muslim seyogianya
membersihkan lisannya dari makian dan kutukan, kecuali jika terdapat maslahat
yang nyata.
Adab Salafusaleh
(Ulama Salaf)
Saudaraku
yang terkasih. Dahulu ulama salaf (generasi awal) umat ini amat mengindahkan
kebaikan. Karennya mereka menghindari cacian dan kutukan dengan menjadikan baik
lisan mereka dengan zikrullah, syukur, doa, pujian kepada Allah dan membaca
al-Qurân. Di antara yang diriwayatkan tentang hal itu:
- Al-Zabarqân berkata, "Ketika bersama Abu Wail, aku mengumpat
al-Hajjaj. Aku sebutkan keburukan-keburukannya." Abu Wail berkata,
"Kamu tidak tahu, barangkali saja dia berdoa, 'Ya Allah, ampuni aku!'
dan Allah mengampuninya."
- Âshim Ibn Abi an-Nujûd berkata, "Aku tidak pernah mendengar
Abu Wail, saudara kandung Ibn Salamah mengumpat seseorang, tidak juga
binatang.
- Al-Mutsana Ibn ash-Shabah berkata, "Wahb Ibn Munabih selama
empat puluh tahun tidak pernah mengumpat makhluk hidup."
- Salim berkata, "Ibnu Umar tidak pernah memaki budaknya sama
sekali, kecuali sekali, itu pun langsung dimerdekakannya."
Jangan Menjadi Penolong Setan Terhadap Saudaramu
Dari
Ibnu Masud -radiallahu 'anhu-, dia berkata, "Jika engkau melihat
saudaramu bergelimang dosa, janganlah menjadi penolong setan terhadapnya dengan
mengatakan, "Ya Allah, binasakan dia!” atau “Ya Allah, laknat dia!"
akan tetapi mintalah kepada Allah keselamatan untuknya. Sesungguhnya kami para
sahabat Nabi -salallahu 'alaihi wasallam-, tidak memvonis seseorang
sampai tahu pasti keyakinannya saat kematiannya. Jika ditutup dengan kebaikan,
kami tahu bahwa dia mendapati kebaikan. Jika ditutup dengan keburukan, kami
khawatir dia mati dengan amalan itu.
Diriwayatkan
bahwa abu ad-Darda -radiallahu 'anhu- berpapasan dengan seseorang yang
baru saja melakukan dosa. Orang-orang mencercanya. Abu ad-Darda berkata kepada
mereka, "Bukankah jika kalian melihatnya terperosok ke dalam sumur kalian
akan mengeluarkannya?! Orang-orang itu menjawab, "Tentu saja." Abu ad-Darda
berkata, "Janganlah mencaci saudara kalian. Bersyukurlah kepada Allah yang
telah memberi kalian keselamatan!" Orang-orang itu berkata, "Tidakkah
kami harus membencinya?" Abu ad-Darda menjawab, "Yang musti kalian
benci adalah amalannya. Jika dia meninggalkan amalan itu, dia adalah
saudaramu."
Seandainya
kaum muslimin bergaul dengan akhlak mulia ini, dengan jiwa yang bersih dan dada
yang lapang, niscaya keadaan mereka akan berubah dan lebih membekas pada
sanubari mereka juga selain mereka dari kalangan nonmuslim. Sudah semestinya
kaum muslimin kembali kepada akhlak nabi dan adab kerasulan. Niscaya akan
kembali keistimewaan mereka dan menjadi umat terbaik untuk manusia sebagaimana
generasi pendahulu mereka.
Salawat
dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhamad, keluarganya dan para
sahabatnya.
[3]
Al-Muhallil )lelaki yang
menikahi( dan al-Muhallil lahu (yang menyuruh)
menikahi janda yang ditalak tiga untuk tujuan dicerai, supaya janda tersebut
bisa kembali kepada suami sebelumnya yang mentalak tiga –pent.
Post a Comment