Beriman Pada Kitab-Kitab Allah Ta’alla
Beriman
Pada Kitab-Kitab Allah Ta’alla
Segala
puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah
Shubhanahu wa ta’alla semata
yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah
seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Diantara enam rukun-rukun iman yang wajib untuk
diyakini oleh seorang mukmin ialah beriman kepada kitab-kitab suci yang telah
Allah ta'ala turunkan kepada para Rasul -Nya. Dimana Allah Shubhanahu
wa ta’ala menegaskan hal tersebut dalam firman -Nya:
﴿ ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ بِمَآ
أُنزِلَ إِلَيۡهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ
وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ ٢٨٥ ﴾ [ البقرة: 285]
"Rasul telah beriman kepada
al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang
yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat -Nya,
kitab-kitab -Nya dan rasul-rasul -Nya".
(QS al-Baqarah: 285).
Dan
yang dimaksud dengan beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada
para Rasul ialah dengan mengimani bahwa semua kitab-kitab tersebut turun dari
sisi Allah azza wa jalla yang diberikan kepada para Rasul -Nya
sebagai pemberi petunjuk dan sumber hukum untuk menghukumi secara adil diantara
mereka. Berdasarkan firman Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿ لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا
بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ
بِٱلۡقِسۡطِۖ ٞ ٢٥ ﴾ [ الحديد: 25]
"Sesungguhnya Kami telah
mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami
turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan". (QS
al-Hadiid: 25).
Demikian pula sebagaimana
ditegaskan oleh Allah Shubhanahu wa ta’ala dalam
firman -Nya:
﴿ كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّۧنَ
مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَ
ٱلنَّاسِ فِيمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِۚ ٢١٣ ﴾ [ البقرة: 213]
"Manusia itu adalah umat
yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para Nabi, sebagai
pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk
memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan". (QS al-Baqarah: 213).
Imam
Ibnu Abil Izz al-Hanafi dalam bukunya Syarh Thahawiyah menjelaskan,
"Adapun beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada para rasul,
maka kami mengimani nama-nama yang telah Allah ta'ala berikan dalam al-Qur'an
seperti Taurat, Injil dan Zabur. Kami beriman bahwa Allah ta'ala masih memiliki
kitab-kitab selain itu yang telah Allah Shubhanahu wa ta’ala berikan
kepada para Nabi -Nya sedang kita tidak
mengetahui jumlah serta nama-namanya kecuali Allah Shubhanahu wa ta’ala.
Adapun beriman pada al-Qur'an maka hal itu dengan cara
menetapkan al-Qur'an, serta mengikuti petunjuknya, yang mana dua perkara ini
merupakan kelebihan al-Qur'an dari pada keimanan kepada kitab-kitab suci
lainnya. Maka wajib atas kita untuk beriman bahwa kitab-kitab yang diturunkan
pada para rasul (dahulu) semuanya datang dari sisi Allah azza wa jalla, dengan
benar, membawa petunjuk, cahaya, penjelas, serta penawar hati". [1]
Sekilas
tentang Taurat:
Allah Shubhanahu
wa ta’ala memberi stempel pada Taurat, dengan pernyataan -Nya bahwa Taurat
merupakan kitab suci teragung bagi Bani Israil yang diturunkan pada nabi Musa
'alaihi sallam, seperti ditegaskan dalam firman -Nya:
﴿ إِنَّآ أَنزَلۡنَا ٱلتَّوۡرَىٰةَ
فِيهَا هُدٗى وَنُورٞۚ ٤٤ ﴾
[ المائدة:
44]
"Sesungguhnya Kami telah
menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi)". (QS al-Maa'idah: 44).
Dalam ayat lain Allah ta'ala
menjelaskan tentang Taurat tersebut dengan firman -Nya:
﴿ وَكَتَبۡنَا لَهُۥ فِي ٱلۡأَلۡوَاحِ
مِن كُلِّ شَيۡءٖ مَّوۡعِظَةٗ وَتَفۡصِيلٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ ١٤٥ ﴾
[ الأعراف:
145]
"Dan telah Kami tuliskan
untuk Musa pada lembaran-lembaran (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan
penjelasan bagi segala sesuatu".
(QS al-A'raaf: 145).
Kebanyakan para ahli tafsir
mengatakan yang dimaksud dengan alwah dalam ayat adalah Taurat.[2]
Allah Shubhanahu wa ta’ala juga menyebut tentang Taurat ini dalam ayat
yang lain dengan firman -Nya:
﴿ وَلَمَّا سَكَتَ عَن مُّوسَى
ٱلۡغَضَبُ أَخَذَ ٱلۡأَلۡوَاحَۖ وَفِي نُسۡخَتِهَا هُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلَّذِينَ
هُمۡ لِرَبِّهِمۡ يَرۡهَبُونَ ١٥٤ ﴾ [ الأعراف: 154]
"Sesudah amarah Musa menjadi
reda, lalu diambilnya (kembali) lembaran-lembaran (Taurat) itu; dan dalam
tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada
Tuhannya". (QS al-A'raaf: 154).
Dan
dijelaskan oleh Syinqithi berkaitan
dengan maksud firman Allah tabaraka wa ta'ala; "Dan didalam tulisannya".
Beliau mengatakan, "Maksudnya yang tertulis didalam Taurat yang merupakan
firman Allah Shubhanahu wa ta’ala, Rabb semesta alam maka
dijumpai didalamnya ada "Petunjuk" yakni sebagai petunjuk serta
pembimbing pada kebajikan, serta rahmat yang menjaga dari siksaan Allah Shubhanahu wa ta’ala serta kemurkaan -Nya bagi orang yang mau
mengamalkannya".[3]
Ada lagi yang berpendapat bahwa Taurat itu ialah lembaran-lembarannya Musa.
Selayang
tentang Injil:
Sedangkan Injil maka itu adalah kitab
suci yang diturunkan kepada Isa, dan Injil tersebut sifatnya sebagai pembenar
apa yang ada didalam Taurat serta penyempurna dari kekurangan yang ada
didalamnya. Allah ta'ala menjelaskan tentang Injil ini melalui firman -Nya:
﴿ وَءَاتَيۡنَٰهُ ٱلۡإِنجِيلَ
فِيهِ هُدٗى وَنُورٞ وَمُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ
مِنَ ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَهُدٗى وَمَوۡعِظَةٗ لِّلۡمُتَّقِينَ ٤٦ ﴾ [ المائدة: 46]
"Dan Kami telah memberikan
kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat. dan
menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa". (QS al-Maa'idah: 46).
Imam
Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya, "Dan kami jadikan Injil sebagai
petunjuk yang akan memberi petunjuk pada mereka serta pengajaran yakni
peringatan bagi orang-orang yang menerjang keharaman serta perbuatan
dosa".[4]
Kitab
Zabur:
Dan
berikutnya adalah Zabur, kitab suci yang Allah Shubhanahu wa ta’ala
turunkan kepada nabi Daud. Sebagaimana yang -Dia
sebutkan dalam firman -Nya:
﴿ وَءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ زَبُورٗا ١٦٣ ﴾ [ النساء: 163]
"Dan
Kami berikan Zabur kepada Daud". (QS an-Nisaa': 163).
Shuhuf
Ibrahim:
Dan yang dimaksud dengan shuhuf
(lembaran-lembaran) Ibrahim ialah lembaran-lembaran yang telah Allah Shubhanahu wa ta’ala turunkan kepada nabi Ibrahim,
yang mana telah Allah ta'ala sebutkan dalam firman -Nya:
﴿ إِنَّ هَٰذَا لَفِي ٱلصُّحُفِ
ٱلۡأُولَىٰ ١٨ صُحُفِ إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ ١٩ ﴾ [ الأعلى: 18-19]
"Sesungguhnya ini benar-benar
terdapat dalam lembaran-lembaran yang dahulu, (yaitu) lembaran-lembaran Ibrahim
dan Musa". (QS al-A'laa: 18-19).
Tapi,
perlu diketahui bahwa kitab-kitab terdahulu yang kita sebutkan diawal sudah
banyak mengalami perubahan, penambahan serta pengurangan. Seperti yang telah
Allah Shubhanahu wa ta’ala singgung
dalam banyak ayat -Nya, dari ulah orang-orang
Yahudi yang perilakunya memang seperti itu, sebagai kaum yang menerima Taurat,
justru mereka tidak menjaganya. Allah ta'ala berfirman:
﴿ وَمِنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْۛ
سَمَّٰعُونَ لِلۡكَذِبِ سَمَّٰعُونَ لِقَوۡمٍ ءَاخَرِينَ لَمۡ يَأۡتُوكَۖ يُحَرِّفُونَ
ٱلۡكَلِمَ مِنۢ بَعۡدِ مَوَاضِعِهِۦۖ يَقُولُونَ إِنۡ أُوتِيتُمۡ هَٰذَا فَخُذُوهُ
وَإِن لَّمۡ تُؤۡتَوۡهُ فَٱحۡذَرُواْۚ ٤١ ﴾ [ المائدة: 41]
"Dan di antara orang-orang Yahudi. (mereka itu)
amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar
perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka
merubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan:
"Jika diberikan ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu,
maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-hatilah". (QS al-Maa'idah: 41).
Imam
Ibnu Katsir menjelaskan, "Yang benar (dalam berita) bahwa ayat ini turun
berkaitan dengan kisah dua orang Yahudi yang telah berzina. Sedang mereka
(sebelumnya) telah merubah kitab Taurat yang ada ditangan mereka tentang
perintah merajam bagi laki-laki yang telah menikah lalu berzina. Lantas mereka
menggantinya dengan membuat peraturan baru dikalangan mereka, yaitu hanya
dengan memberi hukuman seratus kali cambuk, kemudian memberi tanda dimukanya
(sebagai tanda dirinya telah berzina) lantas ia dinaikan ke atas keledai dengan
muka dibelakang, kemudian diarak ditengah keramaian". [5]
Ketika Allah Shubhanahu wa ta’ala menjelaskan sifat Taurat yang
diturunkan pada Bani Israil:
﴿ إِنَّآ أَنزَلۡنَا ٱلتَّوۡرَىٰةَ
فِيهَا هُدٗى وَنُورٞۚ يَحۡكُمُ بِهَا ٱلنَّبِيُّونَ ٱلَّذِينَ أَسۡلَمُواْ لِلَّذِينَ
هَادُواْ وَٱلرَّبَّٰنِيُّونَ وَٱلۡأَحۡبَارُ بِمَا ٱسۡتُحۡفِظُواْ مِن كِتَٰبِ ٱللَّهِ
٤٤ ﴾ [ المائدة: 44]
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat
di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu
diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada
Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan
mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah". (QS
al-Maa'idah: 44).
Imam
Qurthubi membawakan sanadnya dalam tafsirnya sampai kepada Yahya bin Aktam,
beliau menceritakan, "Khalifah Ma'mun –Beliau adalah seorang khalifah pada
waktu itu- punya majelis khusus untuk diskusi. Pada suatu ketika ada seorang
Yahudi yang ikut serta masuk bersama orang-orang, pakaiannya rapi, rupanya
menawan terus ditambah dengan bau parmum yang wangi. Ketika
dirinya mendapat kesempatan untuk bicara, maka banyak yang kagum dengan gaya
penyampain serta bicaranya yang cukup bagus, manakala majelis telah usai, maka
Ma'mun memanggil sambil bertanya padanya, "Engkau Israil? Ya, jawabnya. Ma'mun menawarkan,
"Masuklah Islam nanti kamu saya beri ini dan itu", beliau menjanjikan
yang menggiurkan padanya. Namun orang tersebut menjawab, "Agamaku dan
agama nenek moyangku! Lantas dirinya pergi meninggalkan Ma'mun.
Yahya
melanjutkan, "Satu tahun kemudian dirinya datang kembali dalam keadaan
sudah menjadi seorang muslim. Kemudian dirinya mendapat kesempatan berbicara,
lalu berbicara tentang fikih dengan bahasa yang mengagumkan, tatkala telah
selesai bermajelis. Dirinya lalu dipanggil untuk menghadap oleh Ma'mun,
kemudian beliau bertanya padanya, "Bukankah kamu Israil yang dulu itu?
Betul, jawab orang tersebut. Ma'mun bertanya kembali, "Lantas apa yang
menyebabkan dirimu masuk Islam?
Dirinya
bercerita, "Ketika aku pulang dari majelis anda, timbul dalam benakku sebuah
niat untuk menguji agama-agama yang ada. Sedang engkau telah mengetahui tentang
kemampuan ku untuk itu. Mula-mula aku mulai dari kitab Taurat, aku mengambilnya
lantas aku menyalinnya menjadi tiga naskah, disaat menyalinnya aku menambah
disitu serta mengurangi isinya, kemudian aku bawa ketiga salinan tersebut ke
dalam gereja, kemudian orang-orang membelinya (tanpa ada respon negatif)
sedikitpun. Selanjutnya aku mengambil Injil,
kemudian aku menyalinnya menjadi tiga naskah (buah), dan ketika menyalinnya aku
menambahkan disitu serta mengurangi isinya. Kemudian aku jual dipasar, dan
orang-orang pun langsung membelinya.
Kemudian terakhir aku mengambil al-Qur'an, lantas aku
menyalinnya menjadi tiga naskah, ketika menyalinnya aku menambahkan disitu
serta mengurangi isinya, lantas aku campur ditumpukan naskah al-Qur'an lainnya.
Maka tatkala mereka mendapati adanya tambahan serta
dikurangi isinya mereka langsung membuang (membakarnya), mereka tidak mau
membelinya. Maka dari situ aku yakin bahwa al-Qur'an adalah kitab yang dijaga,
itulah sebab kenapa aku masuk Islam".
Yahya bin Aktam lalu melanjutkan kisahnya,
"Kemudian pada tahun itu aku berangkat haji, disana aku berjumpa dengan
Sufyan bin Uyainah, lantas aku ceritakan kisah diatas, maka beliau berkata
padaku, "Ini sudah dijelaskan secara gamblang dalam kitab -Nya". Aku tercengang sambil
bertanya, "Dimana tempatnya? Beliau menjawab, "Didalam firman -Nya:
﴿ بِمَا ٱسۡتُحۡفِظُواْ مِن
كِتَٰبِ ٱللَّهِ ٤٤ ﴾ [ المائدة: 44]
"Disebabkan mereka diperintahkan memelihara
Kitab-Kitab Allah". (QS al-Maa'idah: 44).
Disebabkan
penjagaanya diserahkan kepada mereka maka kepercayaan tersebut disalah gunakan.
Adapun tentang al-Qur'an maka Allah ta'ala berfirman:
﴿ إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا
ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ ٩ ﴾ [ الحجر: 9]
"Sesungguhnya Kami -lah
yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya". (QS al-Hijr: 9).
Maka Allah azza wa jalla secara pribadi yang
akan menjaga al-Qur'an sehingga tidak akan hilang".[6]
Allah Shubhanahu wa ta’ala menjelaskan dalam firman -Nya:
﴿ قُلۡ مَنۡ أَنزَلَ ٱلۡكِتَٰبَ
ٱلَّذِي جَآءَ بِهِۦ مُوسَىٰ نُورٗا وَهُدٗى لِّلنَّاسِۖ تَجۡعَلُونَهُۥ
قَرَاطِيسَ تُبۡدُونَهَا وَتُخۡفُونَ كَثِيرٗاۖ ٩١ ﴾ [ الأنعام: 91]
"Katakanlah: "Siapakah
yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan
petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang
bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian
besarnya". (QS al-An'aam: 91).
Kemudian
dalam ayat lain Allah Shubhanahu wa ta’ala mencela
mereka-mereka yang merubah kitab suci -Nya, Allah ta'ala berfirman:
﴿ فَوَيۡلٞ لِّلَّذِينَ يَكۡتُبُونَ ٱلۡكِتَٰبَ بِأَيۡدِيهِمۡ ثُمَّ يَقُولُونَ
هَٰذَا مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ لِيَشۡتَرُواْ بِهِۦ ثَمَنٗا قَلِيلٗاۖ ٧٩ ﴾ [ البقرة: 79]
"Maka kecelakaan yang
besarlah bagi orang-orang yang menulis Al kitab dengan tangan mereka sendiri,
lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh
keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu". (QS al-Baqarah: 79).
Begitu
pula, kitab-kitab suci terdahulu sifatnya untuk zaman pada saat turunnya, dan
diturunkan secara khusus bagi umat-umat yang menerimanya. Oleh karena itu,
kitab-kitab tersebut tidak memiliki legalitas akan terus dipergunakan, sehingga
Allah Shubhanahu wa ta’ala tidak
menjamin untuk menjaganya. Dan dalam kitab-kitab
terdahulu telah dikabarkan berita tentang kedatangan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam diakhir
zaman, seperti yang Allah ta'ala jelaskan dalam firman -Nya:
﴿ ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ
ٱلنَّبِيَّ ٱلۡأُمِّيَّ ٱلَّذِي يَجِدُونَهُۥ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ
وَٱلۡإِنجِيلِ ١٥٧ ﴾ [ الأعراف: 157]
"(Yaitu) orang-orang yang mengikut
rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan
Injil yang ada di sisi mereka". (QS
al-A'raaf: 157).
Al-Hafidh
Ibnu Katsir menerangkan, "Ini adalah sifat yang dimiliki oleh Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat
didalam kitab-kitab suci yang dibawa oleh para nabi-nabi terdahulu sebagai
kabar gembira bagi umat-umatnya tentang kedatangan beliau. Lantas mereka
menyuruh umatnya agar mengikuti nabi akhir tersebut, dan sifat ini masih terus
bisa mereka jumpai dalam kitab-kitabnya, yang diketahui oleh rahib serta
ulamanya mereka".[7]
Seperti yang Allah ta'ala
jelaskan dalam firman -Nya:
﴿ ٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ
ٱلۡكِتَٰبَ يَعۡرِفُونَهُۥ كَمَا يَعۡرِفُونَ أَبۡنَآءَهُمۡۖ ١٤٦﴾ [ البقرة: 146]
"Orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang telah Kami beri Al kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri". (QS al-Baqarah: 146).
Didalam
ayat ini Allah ta'ala mengabarkan bahwa ulama ahli kitab, mereka mengenali
kebenaran yang dibawa oleh Rasulallah Shalallahu
‘alaihi wa sallam pada mereka seperti halnya salah seorang diantara mereka
mengenali anaknya.[8] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Atha bin Yasar
yang mengkisahkan, "Suatu ketika aku bertemu bersama Abdullah bin Amr bin
al-Ash radhiyallahu 'anhuma, lalu aku berkata, "Kabarkan padaku tentang
sifatnya Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam yang ada didalam Taurat? Beliau menjawab, "Tentu,
demi Allah sesungguhnya beliau disifati didalam Taurat seperti sebagian sifat
yang tercantum didalam al-Qur'an. Wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu
sebagai saksi, kabar gembira dan pemberi peringatan serta penjaga bagi para
umiyin. Engkau adalah hamba dan utusan -Ku, Aku menamaimu dengan
al-Mutawakil, tidak berperangai jahat lagi kasar, tidak berteriak-teriak
dipasar, tidak pula membalas kejelekan dengan kejelekan, namun engkau memaafkan
dan mengampuni.
Dan Allah Shubhanahu
wa ta’alla tidak akan mencabut nyawanya sebelum dirinya mampu menegakan
serta menyempurnakan agama yang bengkok, samapi akhirnya mereka mau mengatakan,
"La ilaha ilallah". Dirinya membuka dengan agama
tersebut mata orang yang buta, kuping yang tuli serta hati yang terkunci".
HR Bukhari no: 2125.
Ketetapan
al-Qur'an:
Sedang
al-Qur'an adalah kitab terakhir yang merupakan firman Allah tabaraka wa ta'ala yang turun
dari -Nya dan akan kembali lagi
kepada -Nya. Dan dengan adanya
al-Qur'an ini maka sekaligus menghapus seluruh agama-agama yang ada, serta
kitab-kitab suci terdahulu. Allah ta'ala telah menurunkan kitab suci ini kepada
nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam, seperti yang Allah ta'ala sebutkan dalam firman -Nya:
﴿ وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ
بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِۖ ٤٨﴾ [ المائدة: 48]
"Dan Kami telah turunkan
kepadamu alQur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya,
Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap
Kitab-Kitab yang lain".
(QS al-Maa'idah: 48).
Allah azza wa jalla juga
menjelaskan dalam sebuh firman -Nya:
﴿ وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ
دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٨٥ ﴾ [ ال عمران: 85]
"Barangsiapa mencari agama
selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (QS al-Imraan: 85).
Sehingga
tidak sepatutnya bagi seorang mukmin untuk menyibukan diri mempelajari
kitab-kitab suci terdahulu, tidak pula membacanya. Sebagaimana disebutkan dalam
sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad dari sahabat Umar bin Khatab
radhiyallahu 'anhu, bahwasannya dirinya pernah datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sambil
membawa lembaran kitab dari ahli kitab ditangannya. Lantas beliau membacanya
dihadapan Nabi, maka seketika itu Nabi Muhammad Shalalallahu
'alaihi wa sallam marah, dan bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَمُتَهَوِّكُونَ فِيهَا يَا ابْنَ
الْخَطَّابِ! وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ
جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ
فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوا بِهِ
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا
أَنْ يَتَّبِعَنِيِ » [أخرجه أحمد]
"Apakah engkau akan
mengambil agamanya ahli kitab wahai Ibnu Khatab? Demi Dzat yang jiwaku berada
ditangan -Nya,
sungguh aku telah datang pada kalian dengan membaca cahaya yang terang
benderang, tidaklah kalian menanyakan kepada mereka sesuatu lalu mereka
mengabarkan padamu tentang kebenaran kemudian kalian mendustakannya, atau
mengabarkan kebatilan lantas kalian membenarkannya. Dan demi Dzat yang jiwaku
berada ditanganNya, kalau sekiranya Musa hidup (kembali), maka tidak ada
pilihan lain bagi dia melainkan mengikuti diriku". HR Ahmad 23/349 no: 15156.
dinilai shahih oleh al-Albani dalam al-Irwa 6/34-36 no: 1589.
Buah
dari keimanan pada kitab-kitab terdahulu:
1.
Mengetahui keluasan rahmat
Allah azza wa jalla serta kepedulian -Nya atas para makhluk -Nya. Dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla
menurunkan pada setiap umat sebuah kitab sebagai pegangan yang akan memberi
petunjuk kepada mereka.
2.
Tersibaknya hikmah Allah Shubhanahu wa ta’alla,
kenapa -Dia menjadikan kitab-kitab ini
diturunkan bagi tiap-tiap umat sesuai dengan kebutuhan mereka, lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla
menutup kitab-kitab ini dengan menurunkan al-Qur'an yang mulia. Yang mana Allah Shubhanahu wa ta’alla
jadikan kitab suci terakhir ini selaras bagi seluruh makhluk pada setiap
perkembangan zaman dan tempat sampai hari kiamat kelak.
3.
Adanya sandaran bagi umat ini
yang dijadikan sebagai saksi terhadap umat-umat terdahulu, bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla
menegakan hujah atas mereka dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab.
4.
Bahwa beriman kepada
kitab-kitab suci terdahulu yang diturunkan kepada para rasul, tidak
mengharuskan untuk menetapkan Taurat dan Injil yang sekarang berada ditangan
orang-orang Yahudi dan Nashrahi. Karena kitab tersebut telah dirubah serta
ditambahi, sedangkan yang masih orisinil tanpa ada penyelewengan didalamnya itu
cuma al-Qur'an. Dan ini merupakan keterangan dari Lajnah Daimah bagi sikap
seorang muslim yang harus dimiliki terhadap kitab-kitab serta agama terdahulu.
Dan secara tegas Lajnah juga menjelaskan bahwa ajakan untuk menyatukan semua
agama adalah sama maka ini merupakan perbuatan kafir yang terang dan
mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.
Akhirnya
kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat
serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta
para sahabatnya.
Post a Comment