Buah Keimanan Kepada Takdir
Buah Keimanan Kepada Takdir
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak
disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai
bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Sesungguhnya
diantara aqidah Ahlu Sunah wal Jama'ah yang sangat prinsipil adalah mengimani
adanya takdir dan ketentuan (qodho). Dimana keimanan terhadap takdir merupakan
bagian dari rukun iman yang keenam dari rukun-rukun iman yang ada. Hal itu,
sebagaimana dijelaskan dalam potongan haditsnya Jibril 'alaihi sallam yang
dikeluarkan oleh Imam Muslim. Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ » [أخرجه مسلم]
"Engkau beriman kepada
takdir yang baik maupun yang buruk". HR Muslim no: 8.
Sedang
didalam al-Qur'an sendiri Allah ta'ala juga telah menjelaskan tentang masalah takdir
ini sebagaimana disebutkan dalam salah satu firman -Nya:
﴿ مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ
فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ
إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ ٢٢ لِّكَيۡلَا تَأۡسَوۡاْ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ
وَلَا تَفۡرَحُواْ بِمَآ ءَاتَىٰكُمۡۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٍ
٢٣ ﴾ [ الحديد: 22-23
]
"Tiada
suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan bersedih terhadap apa yang luput
dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan -Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri". (QS al-Hadid: 22-23).
Sedangkan
catatan takdir itu telah terlebih dahulu ada sebelum penciptaan makhluk.
Sebagaimana hal itu dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata, "Bahwa
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ
قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ - قَالَ
- وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
»
[أخرجه مسلم]
"Allah telah mencatat takdir semua makhluk
sebelum diciptakannya langit dan bumi lima puluh ribu tahun sebelumnya. Beliau
melanjutkan, "Dan Arsy (singgasananya) Allah itu berada diatas air".
HR Muslim no: 2653.
Dalam
dalil-dalil diatas Allah Shubhanahu wa
ta’ala mengabarkan pada kita bahwa seluruh apa yang terjadi, mulai dari
adanya ketentuan dan musibah serta pengikutnya yang berkaitan dengan jiwa
maupun malapetaka. Maka semua itu telah Allah Shubhanahu wa ta’ala tulis kejadiannya sebelum ada wujud makhluknya
dengan bilangan waktu yang sedemikian panjang. Yang mana hal itu menunjukan
akan keluasan ilmu yang dimiliki oleh Allah Shubhanahu wa ta’ala, yang ilmu -Nya meliputi segala sesuatu.
Baik yang dulu maupun yang akan terjadi. Setelah itu Allah ta'ala menjelaskan
bahwa didalam kabar -Nya kepada kita tentang hal
tersebut memiliki hikmah dan dua faedah yang sangat penting, yaitu:
Pertama:
Agar kita tidak merasa bersedih manakala kita kehilangan sesuatu dari urusan
dunia serta keuntungannya. Dikarenakan hal tersebut bukan merupakan takdirnya,
sehingga dengan itu dia akan memutus harapannya untuk nekat meraihnya. Sebab
meratapi takdir yang telah terjadi serta bersedih hati maka itu merupakan
kepandiran, dan Allah ta'ala tidak menginginkan bagi kita untuk terjerumus
dalam hal tersebut, disebabkan dari kesedihan
tersebut akan
melahirkan dampak negatif serta pola pikir seseorang dan perilakunya.
Kedua:
Kita mengetahui bahwa manusia tatkala dihadapkan pada kenikmatan yang diperoleh
maka mereka terbagi menjadi dua golongan. Orang yang lemah imannya dengan qodho
dan qodar akan berbahagia sekali. Hatinya dipenuhi dengan kebahagian dan
kebanggaan seakan-akan –wal'iyadzu billah- dirinya tidak percaya akan apa yang
diperolehnya. Adapun orang yang imannya kuat, yang mengetahui bahwa takdir
Allah azza wa jalla telah lebih dulu ada sebelum terjadinya kejadian nikmat
tersebut, maka hal tersebut tidak merubah sedikitpun dalam mengekspresikan diri
disebabkan ilmu dan keimanannya terhadap apa yang terjadi, sebab hal itu adalah
sesuatu yang pasti terjadi karena tidak ada istilah mustahil bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla,
maka sebagaimana catatan takdir tadi telah mendahului wujudnya nikmat, demikian
pula keimanannya juga telah mendahului kejadiannya.
Sedang
firman Allah Shubhanahu wa ta’alla
pada akhir ayat diatas, menyatakan: "Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah". Maksudnya bahwa ilmu Allah
ta'ala terhadap segala sesuatu sebelum terjadi dan pencatatan -Nya bagi kejadian tersebut
lalu merealisasikan pada saat terjadinya perkara tadi adalah perkara yang mudah
bagi Allah azza wa jalla. Dikarenakan Allah Shubhanahu wa ta’alla
mengetahui apa yang telah terjadi maupun yang akan terjadi, dan sesuatu yang
belum terjadi kalau sekiranya terjadi dan cara terjadinya.[1]
Diantara
faidah dan pelajaran dari beriman terhadap Qodho dan Qodar:
1.
Ridho serta yakin dengan
balasan yang didapat.
Dimana Allah ta'ala
menjelaskan dalam sebuah firmanNya:
﴿ مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ
إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَهۡدِ قَلۡبَهُۥۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ
شَيۡءٍ عَلِيمٞ ١١﴾ [ التغابن: 11 ]
"Tidak
ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya -Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu". (QS at-Taghaabun: 11).
Al-Hafidh Ibnu Katsir
menjelaskan dalam tafsirnya, "Yaitu barangsiapa yang mendapat musibah maka
dirinya paham bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan Allah Shubhanahu wa ta’alla
dan takdir -Nya sehingga dia bersabar dan
mencari pahala dibalik musibah itu serta berserah diri kepada ketentuan Allah Shubhanahu wa ta’alla
tersebut, maka dengan itu -Dia
akan memberi petunjuk kepada hatinya. Allah ta'ala ganti atas perkara dunia
yang tidak diraihnya tadi dengan memberi petunjuk pada hatinya, rasa yakin dan
keimanan, bahkan bisa jadi dirinya akan mendapat sesuatu yang lebih dari apa
yang tidak bisa diraihnya tadi.
Sahabat Ibnu Abbas mengatakan,
"Allah Shubhanahu wa ta’alla
memberi petunjuk kepada hatinya dengan keyakinan, sehingga dirinya paham bahwa
apa yang menimpanya dari musibah tidak mungkin meleset darinya. Dan apa yang
meleset darinya tidak mungkin akan menimpanya". Sedang 'Alqomah menjelaskan,
"Dia adalah seseorang yang mendapat musibah lalu dirinya paham bahwa
musibah tersebut datangnya dari Allah Shubhanahu
wa ta’alla sehingga dirinya pun rela dan berserah diri. Didalam hadits
disebutkan sebagaimana dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Shuhaid radhiyallahu
'anhu, beliau berkata, "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ
أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ
صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ » [أخرجه مسلم]
"Sungguh menakjubkan perkaranya seorang mukmin
itu, sesungguhnya semua urusannya baik dan hal itu tidak dijumpai pada orang
lain kecuali pada seorang mukmin. Jika dirinya memperoleh nikmat
lalu dirinya bersyukur maka itu baik baginya. Dan bila dirinya tertimpa musibah
lalu ia bersabar maka itu juga baik baginya". HR Muslim no: 2999.
Adapun Sa'id bin Jubair maka
beliau mengatakan, "Firman -Nya, "Dan barangsiapa
yang beriman kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla
niscaya -Dia
akan memberi petunjuk kepada hatinya". Yakni dirinya mengucapkan ina
lillahi wa ina ilaihi raji'un (sesungguhnya kami adalah milik Allah Shubhanahu wa ta’alla dan hanya kepada -Nya kami kembali)".[2] Dan inilah ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dijelaskan dalam haditsnya
Ummu Salamah radhiyallahu 'anha beliau berkata, "Aku mendengar Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ
فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا. إِلاَّ
أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا . قَالَتْ: فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ
قُلْتُ أَىُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ مِنْ أَبِى سَلَمَةَ أَوَّلُ بَيْتٍ هَاجَرَ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم. ثُمَّ إِنِّى قُلْتُهَا فَأَخْلَفَ
اللَّهُ لِى رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم » [أخرجه مسلم]
"Tidaklah ada seorang
muslim yang tertimpa musibah lantas dirinya mengucapkan seperti perintah Allah
(kepadanya): Ina lillahi wa ina ilaihi
raji'un. Ya Allah berilah pahala atas musibahku ini dan berilah ganti
yang lebih baik darinya". Melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla
pasti akan mengganti baginya yang lebih baik darinya. Ummu Salamah melanjutkan, "Maka
tatkala Abu Salamah meninggal dunia aku berkata pada diriku sendiri,
"Siapa orangnya dari kalangan kaum muslimin yang lebih baik dari Abu
Salamah? Keluarga pertama yang
berhijrah kepada Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Maka kemudian aku mengucapkan
do'a yang diajarkan oleh Rasulallah tadi, maka Allah mengganti untuk diriku
Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam". HR Muslim no: 918.
2.
Lapang dada, mendapat kebahagian
hati, ketenangan jiwa dan pikiran.
Umar bin Abdul Aziz
mengatakan, "Hingga aku menjadi seseorang yang berada dipagi hari yang
tidak menjumpai ada kebahagian melainkan ditempat Qodho dan Qodar. Allah Shubhanahu wa ta’alla
menerangkan dalam firman -Nya:
﴿ قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا
مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوۡلَىٰنَاۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
٥١ ﴾ [ التوبة: 51 ]
"Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa
kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung
kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal".
(QS at-Taubah: 51).
3.
Memperoleh pahala besar.
Seperti dijelaskan oleh Allah
ta'ala dalam firman -Nya:
﴿ وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ
وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
١٥٥ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ
إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ١٥٦ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ
وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ ١٥٧
﴾ [ البقرة:
155-157 ]
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna
lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk".
(QS al-Baqarah: 155-157).
Berkata Amirul Mukimini
menjelaskan, "Maksudnya memperoleh
dua nikmat keadilan serta nikmat tambahan. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman, "Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka".
Inilah dua keadilan tersebut lalu Allah mengatakan: "Dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk". Dan ini yang dimaksud tambahan
tersebut. yaitu sesuatu yang diletakan diantara dua keadilan dan itu merupakan
tambahan, demikianlah mereka diberi ganjaran terus tambah lagi.
4.
Memperkaya jiwa.
Sebagaimana dijelaskan dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ
أَغْنَى النَّاسِ »
[أخرجه الترمذي]
"Dan rela dengan pembagian yang telah Allah
tentukan bagimu maka engkau akan menjadi orang terkaya dikalangan manusia".
HR at-Tirmidzi no: 2304. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam silsilah
ash-Shahihah no: 930.
5.
Tidak gentar terhadap ancaman
makhluk.
Seperti digambarkan secara
jelas dalam haditsnya Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan,
"Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepadaku:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إذا سألت فاسأل الله, وإذا استعنت فاستعن بالله, واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك
بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك, ولو اجتمعواعلى أن يضروك بشيء لم يضروك
إلا بشيء قد كتبه الله عليك, رفعت الأقلام وجفت الصحف » [أخرجه الترمذي]
"Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah,
jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah
sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu
atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa
yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk
mencelakakanmu atas sesuatu, niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali
kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran
telah kering". HR at-Tirmidzi no: 2516. Beliau berkata hadits hasan
shahih.
6.
Berani dan tidak pengecut.
Orang yang beriman kepada
Qodho dan Qodar memahami kalau suatu musibah yang menimpa dirinya tidak mungkin
salah alamat, begitu pula sesuatu yang luput darinya tidak akan menimpanya.
Bahwa yang namanya ajal adalah perkara yang telah
ditentukan tidak mungkin berubah seberapa pun besar usaha yang dilakukan untuk
menolaknya. Tidak mungkin sanggup seseorang untuk menolak musibah biarpun
dirinya tidak suka dan juga ia tidak merasa gentar menghadapi kematian.
Sebagaimana tercantum dalam firman Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿ وَمَا كَانَ لِنَفۡسٍ أَن
تَمُوتَ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِ كِتَٰبٗا مُّؤَجَّلٗاۗ ١٤٥ ﴾
[
آل عمران: 145 ]
"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan
dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya". (QS
al-Imran: 145).
Sebagaimana ajal juga telah
ditentukan, seperti yang Allah azza wa jalla jelaskan dalam firman -Nya:
﴿ وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٞۖ
فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمۡ لَا يَسۡتَأۡخِرُونَ سَاعَةٗ وَلَا يَسۡتَقۡدِمُونَ ٣٤ ﴾ [ الأعراف: 34 ]
"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, Maka
apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya". (QS al-A'raaf: 34).
Imam Syafi'i mengatakan,
"Barangsiapa telah datang waktu kematian untuknya maka tidak ada lagi
langit dan bumi yang bisa melindunginya".
7.
Tidak menyesali urusan yang terlewat darinya serta tidak bersedih
hati.
Sebagaimana dijelaskan dalam
sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, beliau berkata, "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ
إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا
يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ
تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ
وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
» [أخرجه مسلم]
"Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin
yang lemah. Dan pada keduanya ada kebaikan, maka bersemangatlah untuk mencari
apa yang bermanfaat untukmu. Mintalah pertolongan kepada Allah jangan loyo,
jika dirimu tertimpa musibah maka jangan katakan, "Kalau seandainya aku
melakukan ini dan itu". Namun, katakanlah, "Allah telah mentakdirkan
dan apa yang Allah kehendaki pasti terjadi". Karena sesungguhnya ucapan
'seandainya' akan membuka kerjaan bagi setan". HR Muslim no: 2664.
8.
Bahwa pilihan terbaik ialah
yang dipilih oleh Allah untuknya.
Terkadang seorang mukmin ditakdirkan
untuk mendapat musibah, lalu ia bersedih, akan tetapi, dirinya tidak tahu ada
berapa banyak kandungan hikmah kebaikan yang ia capai disebabkan musibah
tersebut serta berapa banyak kejelekan yang dipalingkan darinya. Demikian pula
kebalikannya. Maka sungguh Maha Benar Allah Shubhanahu wa ta’alla takala
mengatakan dalam firman -Nya:
﴿ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ
شَيۡٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ ٢١٦ ﴾ [ البقرة: 216 ]
"Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu". (QS al-Baqarah:
216).
Seorang ulama yang bernama Ibnu
A'un mengatakan, "Jadilah engkau orang yang rela dengan takdir Allah Shubhanahu wa ta’alla baik dalam
kesulitan maupun kemudahan. Maka hal itu akan
meminimalisir kecemasanmu serta lebih mendorong untuk mencapai keinginan
akhiratmu.
Ketahuilah sesungguhnya
seorang hamba tidak mungkin bisa mencapai derajat rela sejati sampai dirinya
rela tatkala dilanda kefakiran dan bencana, sama seperti relanya ia disaat
memperoleh kebahagian dan harta. Bagaimana mungkin engkau hanya rela kepada
Allah Shubhanahu
wa ta’alla tatkala senang kemudian mencaci -Nya jika merasa takdir tadi
tidak sesuai dengan keinginanmu?! Bisa jadi apa yang engkau kehendaki bila
dikabulkan maka hal itu adalah kebinasaan untukmu, lalu engkau rela bilamana
takdir -Nya sesuai dengan hawa nafsu,
maka itu semua menunjukan akan sedikitnya pemahamanmu dengan perkara ghaib?!
Apabila demikian keadaanmu, engkau belum bisa berlaku adil, belum sampai pada
pintu ridho". Al-Hafidh Ibnu Rajab mengomentari ucapan tadi dengan
mengatakan, "Ucapan ini sungguh sangat bagus".[3]
9.
Menyelamatkan dari siksa
neraka.
Seperti dijelaskan dalam
hadits yang dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dari Ubai bin Ka'ab radhiyallahu
'anhu, yang sampai kepada Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ
سَمَوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ لَعَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ وَلَوْ
رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ لَهُمْ خَيْرًا مِنْ أَعْمَالِهِمْ وَلَوْ
أَنْفَقْتَ جَبَلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَا قَبِلَهُ
اللَّهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ
يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ وَلَوْ مِتَّ عَلَى
غَيْرِ ذَلِكَ لَدَخَلْتَ النَّارَ » [أخرجه أبو داود]
"Kalau seandainya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengadzab seluruh penduduk
langit yang tujuh serta penduduk bumi tentu –Dia tidaklah berlaku dzalim
terhadap mereka. Kalau sekiranya Allah Shubhanahu wa ta’alla merahmati mereka semua tentu
rahmat -Nya itu lebih besar nilainya
dari pada amal kebajikan mereka. Jika seandainya
engkau menginfakan emas sebesar gunung uhud dijalan niscaya Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak
akan mungkin -Dia menerimanya sampai kiranya engkau beriman kepada
takdir dan memahami bahwa apa yang menimpamu tidak mungkin meleset darimu, dan
sesuatu yang meleset darimu tidak akan mengenaimu. Kalau sekiranya engkau mati
dalam keadaan tidak seperti keimanan tadi niscaya engkau akan dimasukan kedalam
neraka". HR Abu Dawud no: 4699. Dinilai
shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan abi Dawud 3/890 no: 3932.
10.
Hilangnya rasa cemas, khawatir
serta kesedihan.
Diantara keimanan terhadap
takdir maka masuk didalamnya keimanan terhadap catatan takdir sebelum
terjadinya kejadian. Maka jika sekiranya porsi terbesar dalam keimananmu adalah
seperti itu, keimananmu akan terkerek naik sehingga engkau tidak senang bila
diberi dan tidak merasa sedih jika tidak mendapatkan. Demikian pula keadaaan
orang yang kebalikan seratus sembilan puluh derajat dari yang pertama, maka
hukumnya juga berbeda. Inilah makna yang tersimpan dalam firman Allah ta'ala:
﴿ لِّكَيۡلَا تَأۡسَوۡاْ عَلَىٰ
مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُواْ بِمَآ ءَاتَىٰكُمۡۗ ٢٣ ﴾
[ الحديد: 23 ]
"Supaya kamu jangan bersedih terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu". (QS al-Hadid: 23).
Akhirnya
kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu
wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga
Allah Shubhanahu wa
ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
Post a Comment