Mana yang lebih ditekankan, harap atau takut?
Jawab: ada
perbedaan pendapat dalam hal ini, di antaranya:
1.
Ada yang
mengatakan: seseorang mestilah lebih menekankan sisi takut, agar hal itu
membawanya melakukan ketaatan dan meninggalkan maksiat.
2.
Ada yang
mengatakan: lebih menekankan sisi harap, agar memiliki motivasi, dan Rasulullah
Salallahu ‘alaihi wasallam menyukai optimisme.
3.
Ada yang
mengatakan: dalam mengerjakan ketaatan lebih menekankan harap, agar
memotivasinya untuk beramal.
Siapa yang dikaruniai ketaatan, akan dikaruniai kobul (diterimanya
amal). Karenanya, sebagian salaf berkata: "Jika engkau diberi taufik untuk
berdoa, maka tunggulah ijabatnya, karena -Dia
berfirman:
قال الله تعالى: ﴿
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ﴾ [غافر:60]
"…Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu…." (QS.Ghafir:60)
Dalam kemaksiatan lebih menekankan sisi takut,
agar mencegahnya dari perbuatan maksiat. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ ﴾ [الأنعام: 15]
"Katakanlah: 'Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang
besar (hari kiamat) jika aku mendurhakai Tuhanku.'" (QS.al-An'am:15)
Penjelasan ini lebih dekat, tetapi belum
sempurna, masih dapat bersinggungan dengan firman Allah ta’ala,
قال الله تعالى: ﴿
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ ﴾ [المؤمنون: 60]
"Dan orang-orang
yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut,…"
(QS.al-Mukminum:60)
4.
Ada yang
mengatakan: lebih menekankan sisi takut saat sehat dan harap saat sakit.
5.
Ada yang
mengatakan: keduanya seperti sayap burung. Seorang mukmin menuju Tuhan-nya
dengan dua sayap: harap dan takut. Jika seimbang, akan stabil terbangnya. Jika
kurang salah satunya, kurang juga dayanya. Jika tidak ada keduanya saat
terbang, maka sedang berada di ujung kebinasaannya.
6.
Ada yang
mengatakan: berbeda antara orang ke orang dan kondisi ke kondisi. Wallahu
a'lam.
Takut wajib adalah takut yang mendorong melakukan perbuatan wajib dan
meninggalkan yang diharamkan. Takut mustahab (disukai) adalah takut yang mendorong melakukan perbuatan mustahabat
dan meninggalkan makruhat (perkara makruh= dibenci).
Ibadah
memiliki banyak macam, sebagiannya qouli (ucapan) seperti
syahadat Lailaha illallah, sebagian lagi fi'li (perbuatan)
seperti jihad fisabilillah, menyingkirkan ganguan yang ada di tengah jalan, dan
sebagian lagi qolbi (ibadah hati), seperti malu, cinta, takut,
harap dan sebagainya, sebagian lagi musytarok (gabungan dari tiga
pertama), seperti shalat yang menggabungkan semua macam itu.
Di
antara macam ibadah tambahan dari yang sebelumnya, seperti: zakat, puasa, haji,
jujur, menunikan amanat, berbakti kepada orang tua, menyambung tali
silaturahmi, menunaikan perjanjian, amar makruf, nahi munkar, berjihad melawan
orang-orang munafik dan kafir, baik kepada: anak yatim, orang miskin, orang
terlantar, pekerja dan hewan[3],
berdoa, zikir, penyembelihan,
nazar, isti'adzah (minta perlindungan), istiqhasah (minta
bantuan), isti'anah (minta tolong), tawakal, tobat, istighfar
(minta pengampunan dosa). Ibadah-ibadah
tersebut tidak boleh dipalingkan kecuali hanya kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla. Siapa yang
memalingkannya kepada selain -Nya,
maka dia telah berbuat syirik.
Penghambaan Makluk Kepada Allah[4]
Penghambaan
makhluk kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla terbagi
menjadi tiga macam:
1.
Ubudiah Amah (penghambaan
umum): mencakup seluruh makhluk: yang baik, buruk, mukminnya dan kafirnya.
Firman Allah -ta’ala-,
قال الله تعالى:﴿إِنْ كُلُّ مَنْ فِي
السَّمَوَاتِوَالأَرْضِ إِلاَّ آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً﴾ [مريم: 93]
"Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan
datang kepada Tuhan yang Maha pemurah selaku seorang hamba."
(QS.Maryam:93)
Itu adalah ubudiah rububiah (penghambaan
ketuhanan). Makhluk seluruhnya hamba bagi Allah dan menghamba kepada -Nya.
2.
Khas (penghambaan
khusus): ubudiah uluhiah (penghambaan ilahiah). Ia merupakan penghambaan
hamba-hamba Allah Shubhanahu wa ta’alla yang saleh, dan mereka adalah setiap
yang beribadah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan
syariat -Nya dan
ikhlas dalam mengibadahi -Nya.
Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأَرْضِ هَوْناً ﴾ [الفرقان: 63]
"Dan hamba-hamba Tuhan yang Mahapenyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati…."
(QS.al-Furqan:63)
Karena itulah mereka disandarkan kepada nama -Nya; mengisyaratkan bahwa mereka
sampai kepada derajat itu disebabkan rahmat -Nya. Ini merupakan idhafatut tasyrif (penyandaran
penghormatan).
3.
Khasul khas
(khusus dari yang khusus): ia juga ubudiah uluhiah, ada pada para nabi
dan rasul yang tidak tertandingi oleh seorang pun dalam ibadah mereka kepada
Allah Shubhanahu wa ta’alla. Sebagaimana:
قال الله تعالى: ﴿
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا ﴾ [ص:45]
Dan berfirman mengenai Nabi Nuh alaihi salam:
قال الله تعالى: ﴿
إِنَّهُ كَانَ عَبْداً شَكُوراً ﴾ [الإسراء: 3]
"…sesungguhnya Dia adalah hamba (Allah) yang banyak
bersyukur." (QS.al-Isra':3)
Dan mengenai Nabi Dawud alaihi salam:
قال الله تعالى: ﴿
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ ﴾ [ص: 17]
"…dan ingatlah hamba Kami, Daud yang mempunyai kekuatan;
sesungguhnya Dia amat taat (kepada Tuhan)." (QS.Shad:17)
Dan menyatakan mengenai Muhamad Salallahu
‘alaihi wasallam:
قال الله تعالى: ﴿
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ ﴾ [الإسراء: 1]
"Maha suci Allah,
yang telah memperjalankan hamba -Nya…." (QS.al-Isra':1)
Dan firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ
عَلَيْهِ لِبَداً ﴾ [الجن: 19]
"Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri
menyembah -Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak- mendesak
mengerumuninya." (QS.al-Jin:19)
[1]Lihat Al-Âdâbus Syar'iah oleh Ibnul
Muflih II/30-32, Al-Qoulul Mufîd I/51-52 & II/164-165. Lihat juga Ar-Risâlah
At-Tâsi'ah, disitu terdapat perincian mengenai cinta, takut dan harap.
[2]Lihat Taisîrul Azizil Hamid hal.39-42
dan Al-Irsyad oleh Syaik Soleh al-Fauzan hal.19. Lihat juga Aqidatut Tauhid oleh Syaikh
Muhamad Khalil Harrâs hal.47-70.
[3]Penyebutan hewan sengaja diurutkan diakhir
untuk penyesuaian –pent.
[4]Lihat Qaulul Mufid I/28-29.
[5]Dalam naskah asli hanya sampai disini. Nama
nabi-nabi turut dinukilkan karena itulah inti dari pendalilan yang
dimaksud -pent.
Post a Comment