Dialah Seorang Hamba, Namun Teramat Mulya

images/index_r1_c1.gif
 
 
Dialah Seorang Hamba, Namun Teramat Mulya
 
Satu ayat Al-Quran bercerita tentang"isra"nya Rasulullah SAW,  dan ketika itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW itu adalah seorang hamba  "biabdihi". Begitu juga tentang "mi'raj"nya  Rasulullah SAW beliau sendiri menceritakan dengan ungkapan hamba "faauha ila abdihi".
Sebuah ungkapan pendidikan Iman kepada Allah SAW sang Pencipta dan Iman kepada Rasulullah SAW  yang seorang hamba namun  amat di cintai dan di muliakan oleh Allah SWT. Pendidikan iman yang amat halus dan cermat. Ungkapan yang mengingatkan kita kepada keberadaan Rasulullah SAW yang sebenarnya yaitu seorang hamba pilihan.
Makna yang tersirat dalam ungkapan indah  itu adalah; Rasulullah SAW menjalani isra dan mi'raj, setinggi apapun Rasulullah meniti perjalanan mi'raj, dan semulia apapun tempat yang beliau kunjungi, akan tetapi tetaplah Rasulullah SAW adalah seorang hamba yang tidak akan  berubah menjadi selain hamba Allah SWT. Itulah Rasulllah SAW yang dalam pengalaman istimewa ini Allah SWT dengan sengaja menggelarinya sebagai hamba.
Ini sangat sesuai dengan apa yang pernah di peringatkan oleh Rasulullah "laatuhhruuni kamaa athratinnasooro 'iisaa ibna maryama" agar kita tidak menyanjung berlebihan kepada Rasulullah SAW seperti yang dilakukan kaum nasrani dalam menyanjung Nabi Isa AS. Yaitu dengan menyanjung dan mengangkat Nabi Isa hingga  sampai derajat ketuhanan.
Artinya Rasulullah SAW biarpun telah melampaui tempat mulia sidratul muntaha akan tetapi beliau tetaplah hamba Allah SWT. Hamba Allah SWT  saat di bumi dan hamba Allah SWT saat di atas langit. Dan sungguh gelar hamba itulah gelar yang sangat di cintai oleh Rasulullah SAW.
Makna lain yang bisa dimengerti adalah, Rasulullah biarpun seorang hamba akan tetapi beliau telah diagungkan dan dimuliakan oleh sang pencipta Allah SWT. Dan kitapun diperintahkan untuk memuliakanya. Allah SWT sangat menganjurkan kita  agar menyanjung makhluk paling agung dan mulia ini dalam kesehari-harian kita. Sanjungan ini tidak ada batasnya. Kita boleh mengagungkan dan memuliakan  Rasulullah SAW dengan pengagungan sepuas hati kita. Sebab semua kemuliaan dan keagungan yang ada pada semua makhluq Allah SWT adalah dibawah kemulyaan dan keagungan yang ada pada Rasulullah SAW. Kita boleh mengangkat Rasulullah SAW setinggi-tingginya karena hanya beliaulah yang mencapai pangkat dan tempat tertinggi. Akan tetapi dengan catatan jangan sampai kita mencabut sifat "kehambaan "dari Rasulullah SAW.
Suatu kepincangan dalam keimanan adalah, yang mempercayai  Rasulullah SAW sebagai seorang hamba yang di angkat tinggi-tinggi oleh Allah SWT dalam tempat dan pangkat akan tetapi begitu keberatan jika ada sanjungan diberikan kepada Rasulullah SAW. Begitu juga suatu pemusnahan terhadap iman adalah menyanjung Rasulullah SAW dengan sanjungan yang menghilangkan sifat kehambaan Rasulullah SAW.
Wallahu a'lam bishshowab.
 

 
 
images/index_r1_c1.gif

Tidak ada komentar