SYARAT BINATANG QURBAN

BERQURBAN BERSAMA RASULULLAH صلي الله عليه وسلم
Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله

SYARAT BINATANG QURBAN

Ada beberapa perkara yang menjadi syarat sahnya binatang yang akan dijadikan binatang qurban, di an­taranya;
  1. Hendaknya binatang yang diqurbankan adalah onta, sapi atau kambing, sebagaimana yang kami jelaskan di atas, hal ini didasari oleh firman Alloh:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
Dan tiap- tiap umat kami syari'atkan penyembelihan (qurban) supaya mereka mengingat nama Alloh ter­hadap binatang ternak yang telah direzekikan kepada mereka. (QS. al-Haj [22]: 34)
Adapun selain onta, sapi dan kambing (seperti kuda, kijang dan lainnya) maka tidak termasuk binatang piaraan dalam istilah bahasa Arab, oleh karena itu tidak sah berqurban dengan selain tiga binatang di atas walaupun binatang itu lebih mahal harganya1.
  1. Binatang yang diqurbankan sudah mencapai umur yang ditentukan secara syar'i.
Hal ini berdasarkan sabda Rosululloh صلي الله عليه وسلم, yang ber­kata:
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
Janganlah kamu menyembelih qurban kecuali musinnah, kecuali kamu kesulitan, maka boleh kamu me­nyembelih domba jadha'ah" (HR. Muslim 2797)
Musinnah atau biasa disebut dengan istilah tsaniyyah adalah setiap binatang piaraan (onta, sapi atau kambing) yang telah gugur salah satu gigi depannya yang berjumlah empat (dua di bagian atas dan dua di bagian bawah)2.
Adapun dikatakan onta yang musinnah biasanya onta tersebut telah berumur 5 tahun sempurna, dise­but sapi yang musinnah biasanya sapi tersebut telah berumur 2 tahun sempurna, dan disebut kambing yang musinnah biasanya kambing tersebut berumur satu tahun sempurna. Sedangkan Domba jadha'ah yaitu domba yang belum genap berumur satu ta­hun3.
Dari perincian di atas menjadi jelas bahwasanya ti­dak sah berqurban dengan onta, sapi atau kambing yang belum mencapai umur masing-masing yang telah ditentukan, kecuali apabila tidak memiliki  yang musinnah, maka boleh berqurban dengan yang  di bawah musinnah
  1. Binatang yang diqurbankan tidak boleh cacat atau  berpenyakit yang parah.        
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi dalam hadits
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ أَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ مَاذَا يُتَّقَيْ مِنْ الْضَحَايَا؟ فَأَشَارَ بِيَدِهِ فَقَالَ أَرْبَعًا الْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِي
Dari Baro' bin Azib, bahwasanya Rosululloh pernah ditanya tentang binatang qurban yang harus dihindari. Maka beliau mengisyaratkan dengan tan gannya sambil mengatakan: "Ada empat (yang harus dihindari), yaitu pincang yang benar-benar jelas pincangnya, buta sebelah yang jelas-jelas butanya, sakit yang jelas-jelas sakitnya, dan lemah atau kurus yang jelas-jelas lemah atau kurusnya. ( HR. Abu Dawud 2802, Tirmidzi 1541, Nasa'i 7/214, Ibnu Majah 3144, dan dishohihkan al-Albani dalam Misykat al Mashobih 1465)
Hadits di atas menjelaskan kepada kita beberapa kriteria yang harus dihindari dari binatang qurban, di antaranya
  • Apabila pincang yang terlihat jelas pincangnya yaitu apabila berjalan tidak seimbang
  • Apabila sebelah matanya benar-benar buta, bukan sekedar juling
  • Apabila sakit dengan sakit yang benar-benar mem pengaruhi keseimbangan badan binatang tersebut, sehingga dia tampak lemah disebabkan oleh penyakit tersebut, seperti luka yang parah, kudis yang parah, atau penyakit yang lain yang mengakibatkan binatang tersebut tidak mau makan dan badannya menjadi lemah
  • Lemah atau kurus, atau biasa disebut kering yang tidak lagi bersumsum, dan binatang yang lemah seperti ini faktor penyebab yang dominan adalah karena umurnya tua. Binatang seperti ini selain lemah dan dagingnya juga sudah tidak enak rasanya seperti binatang lainnya yang sehat, juga binatang seperti ini tidak sedap dipandang , oleh karena itu Nabi صلي الله عليه وسلم melarang berqurban dengan binatang seperti ini
  • Demikian juga cacat atau penyakit semisal disebutkan dalam hadits Baro' bin Azib atau yang lebih parah dari semua yang disebutkan, maka hukumnya sama. Suatu contoh binatang yang buta ke dua matanya, maka tidak boleh diqurbankan, wa laupun dalam hadits hanya disebutkan yang buta sebelah matanya, binatang yang putus salah satu kakinya atau lebih dari satu kakinya yang terputus maka tidak boleh diqurbankan walaupun dalam hadits hanya disebutkan pincang, ini semua karena berlaku hukum qiyas bahkan termasuk qiya aulawi (penyamaan hukum yang lebih utama).4
Hendaknya disembelih binatang qurban itu pada waktu yang ditentukan, yaitu dimulai setelah pelaksanaan sholat Idul Adhha sampai akhir hari Tasyrik baik malam hari atau siang hari, sehingga jumlah hari menyembelih adalah empat hari penuh, hari pertama adalah tanggal 10 Dzul Hijjah, diteruskan tanggal 12, dan diakhiri ketika tenggelamnya matahari tanggal13 Dzul Hijjah! Maka barangsiapa yang menyembelih binatang qurbannya sebelum pelaksanaan sholat Idul Adhha atau setelah tenggelam matahari tanggal 13 Dzul Hijjah maka sembelihannya bukan qurban tetapi dianggap daging biasa, sebagaimana hadits-hadits di atas.5

Catatan Kaki:

  1. Berkata al-Azhari dan Ibnul Arobi: "al-An'am adalah onta, sapi, dan kambing." lalu mereka menyebutkan ayat-ayat yang terdapat kalimat yang bermakna binatang piaraan tersebut, (lihat Lisanul Arab 14/212-213), demikian pula yang dikatakan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam as-Syarh al-Mumthi 7/273
  2. Dalam istilah Jawa biasa disebut poel/tanggal giginya
  3. Talkhish Kitab Ahkam al-Udhiyah wadh-Dhakah oleh Syaikh Ibnu Utsaimin hlm. 12-13, Fiqh as-Sunnah 2/34, dan al-Mujam al-Washith hlm. 101-102
  4. Lihat Talkhish Ahkam al-Udhiyah wa adz-Dzakah Syaikh Ibnu Utsaimin hlm. 14, dan penggunaan qiyas aulawi dalam masalah ini dijelaskan oleh Dr. Sami ash-Shuqoir ketika mensyarah kitab di atas
  5. Talkhish Ahkam al-Udhiyah wa adz-Dzakah, Syaikh Ibnu Utsaimin hlm.15.




Tidak ada komentar