|
Perintah
Menunaikan Amanat
Allah Ta'ala
berfirman:
"Sesungguhnya Allah
itu memerintahkan kepada engkau semua supaya engkau semua menunaikan - memberikan
- amanat kepada ahlinya - pemiliknya." (an-Nisa': 58)
Allah Ta'ala
berfirman pula:
"Sesungguhnya Kami
telah memberikan
amanat [18] kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan memikulnya dan merasa takut
terhadap itu, sedang manusia suka memikulnya, sesungguhnya manusia itu amat
menganiaya serta bodoh sekalian.” (al-Ahzab: 72)
200. Dari Abu
Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tanda orang munafik
itu tiga macam iaitu jikalau berkata ia dusta, jikalau berjanji ia menyalahi -
tidak menepati - dan jikalau diamanati - dipercaya untuk memegang sesuatu amanat
- lalu ia khianati." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain
disebutkan-dengan tambahan: "Sekalipun ia berpuasa, bersembahyang dan menyangka
bahawa ia seorang muslim."
201. Dari Hudzaifah
bin al-Yaman r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w., memberitahukan kepada kita dua
Hadis, yang sebuah sudah saya ketahui sedang yang lainnya saya menanti-nantikan.
Beliau s.a.w. memberitahukan kepada kita bahawasanya amanat itu turun dalam
dasar asli dari hati orang-orang, kemudian turunlah al-Quran. Orang-orang itu
lalu mengetahuinya dari al-Quran dan mengetahuinya pula dari as-Sunnah.
Selanjutnya beliau s.a.w. memberitahukan kepada kita tentang lenyapnya amanat
itu, beliau s.a.w. bersabda: “Seseorang itu tidur setiduran, lalu diambillah
amanat itu dari hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya itu bagaikan bekas yang
ringan. Selanjutnya ia tidur seketiduran lagi, lalu diambillah amanat itu dari
hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya bagaikan lepuhnya tangan - sehabis
mengerjakan sesuatu. Jadi seperti suatu bara api yang engkau gelindingkan pada
kakimu, kemudian melepuhlah, engkau lihat ia meninggi, tetapi tidak ada
apa-apanya." Di kala menceriterakan ini beliau s.a.w. mengambil sebuah kerikil
lalu digelindingkan ke arah kakinya.
"Kemudian
berpagi-pagi orang-orang sama berjual-beli, maka hampir saja tiada seorangpun
yang suka menunaikan amanat, sampai-sampai dikatakan: "Bahawasanya di kalangan
Bani Fulan itu ada seorang yang amat baik memegang amanat - terpercaya, sehingga
kepada orang tersebut dikatakan: "Alangkah giatnya ia bekerja, alangkah indah
pekerjaannya, alangkah pula cerdiknya. Padahal dalam hatinya sudah tidak ada
lagi keimanan sekalipun hanya seberat timbangan biji sawi.
"Nescayalah akan
datang padaku suatu zaman, saya pun tidak mempedulikan, manakah di antara engkau
semua yang saya beri bai'at. Jikalau ia seorang muslim, hendaklah kembali saja
agamanya itu kepadaku - supaya tidak berkhianat - dan jikalau ia seorang Nasrani
atau Yahudi, baiklah walinya saja yang kembali padaku -supaya amanat itu
dipikulnya dan lenyaplah tanggungan beliau s.a.w. daripadanya. Adapun pada hari
ini, maka saya tidak pernah membai'at seseorang di antara engkau semua,
melainkan si Fulan dan si Fulan itu saja." (Muttafaq 'alaih)
202. Dari Hudzaifah
dan Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma, keduanya berkata: "Rasulullah s.a.w.
bersabda:
"Allah Tabarakawa
Ta'ala mengumpulkan seluruh manusia lalu berdirilah kaum mu'minin sehingga
didekatkanlah syurga untuk mereka. Mereka mendatangi Adam shalawatullah 'alaih,
lalu berkata: "Hai bapa kita, mohonkanlah untuk kita supaya syurga itu dibuka."
Adam menjawab: "Bukankah yang menyebabkan keluarnya engkau semua dari syurga
itu, tiada lain kecuali kesalahan bapamu semua ini. Bukan aku yang dapat berbuat
sedemikian itu. Pergilah ke tempat anakku Ibrahim, kekasih Allah."
Beliau s.a.w.
meneruskan: "Selanjutnya Ibrahim berkata: "Bukannya aku yang dapat berbuat
sedemikian itu, hanyasanya aku ini sebagai kekasih dari belakang itu, dari
belakang itu - maksudnya untuk sampai ke tingkat yang setinggi itu tidak dapat
aku melakukannya. [19] Pergilah menuju Musa yang Allah telah
berfirman kepadanya secara langsung." Mereka mendatangi Musa, lalu Musa berkata:
"Bukannya aku yang dapat berbuat sedemikian itu. Pergilah ke tempat Isa, sebagai
kalimatullah - disebut demikian kerana diwujudkan dengan firman Allah:
Kunduna abin ertinya "Jadilah tanpa ayah - dan juga sebagai ruhullah -
maksudnya mempunyai ruh dari Allah dan dengannya dapat menghidupkan orang mati
atau hati yang mati." Seterusnya setelah didatangi Isa berkata: "Bukan aku yang
dapat berbuat sedemikian itu." Kemudian mereka mendatangi Muhammad s.a.w., lalu
Muhammad berdiri - di bawah 'Arasy - dan untuknya diizinkan memohonkan
sesuatu.
Pada saat itu amanat
dan kekeluargaan dikirimkan, keduanya berdiri di kedua tepi Ash-Shirath -
jambatan, iaitu sebelah kanan dan kiri. Maka orang yang pertama-tama dari
engkau semua itu melaluinya sebagai cepatnya kilat."
Saya - yang merawikan
Hadis - bertanya: "Bi-abi wa ummi, bagaimanakah benda yang berlalu
secepat kilat?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidakkah engkau semua mengetahui,
bagaimana ia berlalu dan kemudian kembali dalam sekelip mata. Kemudian yang
berikutnya dapat melalui AshShirath sebagai jalannya angin, kemudian
sebagai terbangnya burung, lalu sebagai seorang yang berlari kencang. Bersama
mereka itu berjalan pulalah amalan-amalan mereka sedang Nabimu ini - Muhammad
s.a.w. - berdiri di atas Ash-Shirath tadi sambil mengucapkan: "Ya
Tuhanku, selamat-kanlah, selamatkanlah." Demikian itu hingga hamba-hamba yang
lemah amalan-amalannya, sampai-sampai ada seorang lelaki yang datang dan tidak
dapat berjalan melainkan dengan merangkak -sebab ketiadaan kekuatan amalnya
untuk membuat ia dapat berjalan baik."
Pada kedua tepi
Ash-shirath itu ada beberapa kait yang digantungkan dan diperintah untuk
menyambar orang yang diperintah untuk disambarnya. Maka dari itu ada orang yang
tergaruk tubuhnya, tetapi lepas lagi - selamat - dan ada yang terpelanting ke
dalam neraka - yang sebahagian menindihi sebahagian orang yang lain.
Demi Zat yang jiwa
Abu Hurairah ada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya dasar bawah
neraka Jahanam nescayalah sejauh tujuh puluh tahun perjalanan." (Riwayat
Muslim)
Ucapannya Waraa-a,
Waraa-a, itu dibaca dengan fathahnya kedua hamzah dan ada yang mengatakan
bahawa kedua hamzahnya didhammahkan tanpa ditanwinkan. Adapun maknanya ialah:
"Bukannya aku yang dapat menempati darjat yang setinggi itu." Ini adalah
kata-kata yang disebutkan untuk menyatakan tawadhu' yakni merendahkan diri. Hal
ini telah saya (Imam an-Nawawi) kupas maknanya dalam syarah kitab Shahih Muslim.
Wallaahu a'lam.
203. Dari Abu
Khubaib, dengan dhammahnya kha' mu'jamah, iaitu Abdullah bin Zubair radhtallahu
'anhuma, katanya: "Ketika Zubair berdiri - menghadapi musuh - di waktu hari
perang Jamal - antara sesama kaum Muslimin yakni pasukan Ali r.a. dan Aisyah
radhiallahu 'anha yang saat itu mengendarai unta, maka disebut perang Jamal -
Zubair memanggil saya lalu saya pun berdiri didekatnya. Ia berkata: "Hai anakku,
sesungguhnya saja pada hari ini tidak ada seorang pun yang terbunuh, melainkan
ia adalah seorang yang menganiaya atau seorang yang dianiaya - dan bahawasanya
aku merasakan bahawa aku akan dibunuh pada hari ini sebagai seorang yang
dianiaya - kerana membela yang benar dan ia ada di barisan Ali r.a. [20] . Sesungguhnya salah satu daripada kedukaanku yang terbesar
adalah hutangku. Adakah engkau menyangka bahawa hutangku itu akan masih dapat
meninggalkan sesuatu harta kita? - maksudnya kerana amat banyak sekali, maka
apakah kiranya masih ada yang tertinggal jikalau semua itu digunakan untuk
melunasinya,"
Zubair melanjutkan
ucapannya: "Hai anakku, jual sajalah harta kita itu dan lunasilah seluruh
hutangku." Zubair mewasiatkan dengan sepertiga, dan sepertiga dari sepertiga
diperuntukkan anak-anak Abdullah - yakni bahawa yang diwasiatkan untuk
anak-anaknya Abdullah bin Zubair ialah sepertiganya sepertiga
(sepersembilan).
Zubair berkata:
"Jikalau ada kelebihan dari harta kita - setelah digunakan melunasi hutangnya,
maka yang sepertiganya sepertiga adalah untuk anak-anakmu."
Hisyam berkata: "Anak
Abdullah itu ada yang menentang -tidak sesuai dalam sesuatu hal
- kepada anak-anaknya Zubair, yakni Khubaib
dan 'Abad, sedang Zubair
pada hari itu mempunyai
sembilan orang anak lelaki dan sembilan orang anak perempuan." Abdullah bin
Zubair berkata: "Maka mulailah Zubair mewasiatkan kepadaku perihal
hutangnya dan ia berkata: "Hai anakku, jikalau engkau merasa lemah untuk
melaksanakan sesuatu daripada melunasi hutang itu - Ertinya tidak ada lagi harta
untuk mencukupinya maka mintalah pertolongan kepada Yang menguasai diriku?"
Abdullah berkata: "Demi Allah, saya tidak mengerti sama sekali apa yang
dimaksudkan olehnya - dengan kata-kata yang menguasainya itu, maka saya berkata:
"Hai ayahku, siapakah yang menguasai ayah ini?" Ia berkata: "Iaitu Allah."
Abdullah berkata: "Maka demi Allah, tiada satu waktupun
saya merasa jatuh dalam kedukaan
kerana memikirkan hutang ayah itu, melainkan saya tentu berkata: "Wahai Yang
menguasai Zubair, tunaikanlah hutang Zubair ini!" Maka Tuhan
menunaikannya.
Abdullah berkata:
"Selanjutnya Zubair terbunuh - dalam peperangan - dan ia tidak meninggalkan
sedinar atau sedirhampun melainkan ada beberapa bidang tanah, di antaranya ialah
Ghabah - sebidang tanah yang terkenal namanya di dekat Madinah, yakni di sebelah
utaranya, sebelas buah rumah di Madinah, dua buah rumah di Bashrah dan sebuah
rumah di Kufah, juga sebuah rumah di Mesir."
Abdullah berkata:
"Sebenarnya saja sebabnya Zubair mempunyai hutang itu ialah kerana apabila ada
seorang lelaki datang padanya dengan membawa harta, lalu harta itu dimaksudkan
olehnya akan dititipkan kepada Zubair, tetapi Zubair lalu berkata: "Jangan
dititipkan, tetapi bolehlah itu menjadi pinjaman saja, kerana sesungguhnya saya
sendiri takut kalau harta itu hilang. Zubair tidak pernah menjabat
sebagai penguasa negara sama sekali, tidak pula pernah mengusahakan pengolahan
tanah ataupun memperolehi hasil pertanian, bahkan tidak pernah juga bekerja
sesuatu apapun, melainkan ia pernah mengikuti peperangan beserta Rasulullah
s.a.w. atau bersama Abu Bakar, Umar atau Usman radhiallahu 'anhum - dan dengan
demikian memperolehi bahagian harta rampasan perang atau ghanimah."
Abdullah berkata:
"Kemudian saya menghitung hutang yang menjadi tanggungannya. lalu saya dapatkan
itu adalah sebanyak dua juta dua ratus ribu - dirham."
Hakim bin Hizam lalu
menemui Abdullah bin Zubair dan berkata: "Hai anak saudaraku, berapa jumlahnya
hutang yang menjadi tanggungan saudaraku-yakni Zubair -itu?" Saya -Abdullah -
menyembunyikannya jumlah itu dan saya berkata: "Seratus ribu." Hakim berkata:
"Demi Allah, saya mengira bahawa hartamu tidak akan mencukupi untuk melunas
hutang sebanyak itu." Abdullah berkata: "Kalau begitu, bagaimana pengiraanmu,
jikalau hutangnya yang sebenarnya itu ada dua juta dua ratus ribu?" Ia berkata:
"Saya kira, anda tidak akan kuat melunasi itu semua, tetapi jikalau anda merasa
lemah - kesukaran - untuk melunasi sesuatu dari hutang Zubair itu, hendaklah
meminta pertolongan padaku."
Abdullah
berkata:"Zubair itu pernah membeli tanah Ghabah dengan harga seratus tujuh puluh
ribu." Tanah Ghabah lalu dijual oleh Abdullah dengan harga sejuta enam ratus
ribu, kemudian ia berkata - kepada umum -: "Barangsiapa yang merasa memberikan
hutang kepada Zubair, hendaklah suka kamu lunasi dengan perhitungan harga tanah
Ghabah." Kemudian datanglah Abdullah bin Ja'far dan ia
pernah memberi hutang kepada
Zubair sebanyak empat ratus ribu. Abdullah bin Ja'far berkata kepada Abdullah
bin Zubair: "Jikalau anda suka, hutang itu saya tinggalkan untuk anda - yakni
tidak usah dikembalikan." Abdullah bin Zubair berkata: 'Tidak-yakni hutang itu
akan dilunasi." Abdullah bin Ja'far berkata: 'Sekiranya anda suka, pelunasan itu
hendak anda belakangkan juga boleh anda belakangkan - yakni tidak tergesa-gesa
dikembalikan." Abdullah bin Zubair
menjawab: "Jangan -
yakni akan segera dilunasi." Katanya lagi:
"Kalau begitu., potongkan sajalah sebahagian dari tanah Ghabah itu!" Abdullah
bin Zubair berkata: "Untuk anda ialah tanah dari batas ini sampai ke batas itu."
Dengan demikian Abdullah bin Zubair telah menjual sebahagian tanah Ghabah itu
dan ia melunasi sebahagian hutang ayahnya.
Kini yang tertinggal
ialah empat setengah bahagian. Ia datang kepada Mu'awiyah dan di sisinya
terdapatlah Amr bin Usman, Mundzir bin Zubair dan Ibnu Zam'ah. Mu'awiyah
bertanya padanya: "Berapa diperkirakan harga tanah Ghabah itu?" Abdullah
berkata: "Tiap sebahagian berharga seratus ribu." Ia bertanya pula: "Kini
tinggal berapa bahagiannya." Jawabnya: "Empat setengah bahagian." Mundzir bin
Zubair berkata: "Baiklah, untuk saya ambil satu bahagiannya dengan harga seratus
ribu." Amr bin Usman juga berkata: "Saya ambil satu bahagiannya pula dengan
harga seratus ribu." Ibnu Zam'ah juga berkata: "Saya ambil satu bahagiannya
dengan harga seratus ribu." Selanjutnya Mu'awiyah berkata: "Berapa bahagian kini
yang tertinggal?" Jawabnya: "Satu setengah bahagian." Ia berkata: "Baiklah, saya
ambil satu setengah bahagian dengan harga seratus lima puluh ribu."
Abdullah bin Zubair
berkata: "Abdullah bin Ja'far menjual bahagiannya kepada Mu'awiyah dengan harga
enam ratus ribu."
Setelah Abdullah bin
Zubair menyelesaikan pelunasan hutang ayahnya, lalu anak-anaknya Zubair berkata:
"Bahagikanlah bahagian warisan kita masing-masing." Tetapi Abdullah bin Zubair
menjawab: "Demi Allah, saya tidak akan membahagi-bahagikan itu antara engkau
semua, sehingga saya memberitahukan secara umum pada setiap musim, yakni selama
empat tahun,iaitu dengan ucapan: "Ingatlah, barangsiapa yang pernah memberikan
hutang kepada Zubair, hendaklah datang di tempat kita dan kita akan
melunasinya." Demikianlah setiap tahunnya pada waktu musim haji itu diumumkan
pemberitahuannya.
Setelah selesai empat
tahun, lalu harta warisan itu dibahagi-bahagikan antara anak-anaknya Zubair dan
dikurangi sepertiganya. Zubair ketika wafatnya mempunyai empat orang isteri,
maka setiap isteri itu memperolehi sejuta dua ratus ribu. Jadi semua harta
Zubair itu ialah lima puluh juta dua ratus ribu. (Riwayat Bukhari)
-
-
-
|
|
Post a Comment