Jaga Emosi Anda!



Jaga Emosi Anda!
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Marah adalah sifat manusia yang tercela, dimana ada begitu banyak penjelasan dalam nash yang memperingatkan bahaya serta tercelanya amarah ini. Karena kalau kita perhatikan, betapa banyak sumber permusuhan, iri dan dengki, perselisihan rumah tangga, rumah berantakan, anak-anak tidak terurus, hubungan keluarga terputus, semuanya disebabkan oleh kemarahan. Dan betapa banyak faktor negatif yang timbul dari amarah ini, yang menjadi pemicu peperangan, terjadinya fitnah dan melenyapkan nyawa seorang manusia?
Bila diperhatikan, sesungguhnya amarah merupakan puncak dari segala macam kejelekan, yang pelakunya sangat di benci oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dan di sayangi oleh setan. Imam Bukhari mengatakan dalam kitab shahihnya, "Bab peringatan dari marah berdasarkan firman Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿وَٱلَّذِينَ يَجۡتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَٰحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُواْ هُمۡ يَغۡفِرُونَ٣٧
[ الشورى: 37]
"Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf". (QS asy-Syuraa: 37).

Dan firman Allah ta'ala:
﴿ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ ١٣٤ [ ال عمران: 134]
"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang". (QS al-Imraan: 134).

Dalam sebuah hadits dijelaskan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي. قَالَ: لَا تَغْضَبْ. فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ: لَا تَغْضَبْ » [أخرجه البخاري]
"Bahwa pernah seorang sahabat berkata kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, "Berilah aku wasiat". Beliau menjawab: "Jangan marah". Lalu orang tersebut mengulang-ulang agar diberi wasiat, namun jawabannya tetap sama, "Jangan marah". HR Bukhari no: 6116.

Al-Khatabi menjelaskan, "Sabdanya, "Jangan marah". Artinya ialah jauhilah faktor yang bisa menyebabkan engkau marah, jangan dekatkan dirimu pada perkara yang membangkitkan kemarahan. Adapun marah itu sendiri tidak masuk dalam larangan ini, karena marah adalah tabiat orang yang sulit untuk dihilangkan seratus persen".[1] Sedangkan Ibnu at-Tiin menerangkan, "Terkumpul didalam sabdanya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, "Jangan marah". Kebaikan dunia dan akhirat. Karena emosi dapat menjurus pada permusuhan dan sulit mengontrol perilaku dan berlaku lembut. Bahkan bisa jadi kemarahanya tersebut menyebabkan untuk tidak segan-segan menyakiti orang lain, maka ini termasuk bentuk kekurangan yang ada dalam agama seseorang".[2]
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan pada kita kalau orang yang kuat tubuhnya bukanlah orang yang menang dalam gulat. Akan tetapi, orang yang kuat ialah yang mampu menahan jiwanya manakala emosi sedang memuncak. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Bukanlah orang yang kuat itu yang selalu menang ketika gulat. Namun, orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya manakala sedang emosi". HR Bukhari no: 6114. Muslim no: 2609.
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga menjanjikan bagi orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah untuk mendapat surga. Sebabagaiman dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Thabarani dari sahabat Abu Darda radhiyallahu 'anhu:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يا رسول الله دلني على عمل يدخلني الجنة قال لا تغضب ولك الجنة » [أخرجه الطبراني]
"Bahwa dirinya bertanya, "Wahai Rasulallah, berilah aku petunjuk sebuah amalan yang bisa memasukan diriku ke dalam surga? Maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Janganlah engkau marah, maka bagimu surga". [3]

Beberapa kiat menahan amarah:
1.         Memperhatikan hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutaman menjaga emosi, memaafkan serta sabar.
Sebagaimana diterangkan dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa Uyainah bin Hishan pernah meminta izin untuk masuk pada Umar. Tatkala dirinya datang maka dirinya berkata, "Dialah wahai Ibnu Khatab. Demi Allah engkau tidak pernah berbuat dermawan pada kami, tidak adil pada kami". Mendengar kalimat tersebut, maka Umar langsung memuncak kemarahannya, sampai beliau punya niatan tidak baik padanya. Maka budaknya menenangkan sambil berkata, "Wahai Amirul mukminin sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla berkata kepada Nabi -Nya,

﴿ خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ ١٩٩ [ الأعراف: 199]
"Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh". (QS al-A'raaf: 199).

Ini termasuk perilaku orang-orang yang bodoh".
Kata perawi yang melihat kejadian ini, "Demi Allah, tidaklah ayat tersebut selesai dibaca melainkan kemarahan Umar mereda. Beliau begitu mengagungkan al-Qur'an". HR Bukhari no: 4642. Dijelaskan dalam hadits lain, yang dibawakan oleh Imam Ahmad dari Sahl bin Mu'adz dari ayahnya, bahwa Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ الْحُورِ شَاءَ » [أخرجه أحمد]
"Barangsiapa mampu menahan kemarahannya, sedang dirinya mampu untuk melakukannya. Niscaya Allah akan panggil (kelak) dihadapan semua makhluk,  lantas dirinya diberi pilihan untuk mengambil bidadari yang di inginkannya". HR Ahmad 24/398 no: 15637.
 
2.         Begitu marah segera berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.
Hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Sulaiman bin Shurd radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Pernah, ada dua orang yang saling memaki dihadapan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan kami ketika itu duduk-duduk disamping beliau. Salah satunya mencela temannya tadi dengan muka merah karena kemarahannya yang memuncak. Begitu melihat kejadian tersebut maka Nabi bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنِّى لأَعْرِفُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِى يَجِدُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. فَقَالُوا لِلرَّجُلِ أَلَا تَسْمَعُ مَا يَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي لَسْتُ بِمَجْنُونٍ» [أخرجه البخاري و مسلم]
"Sungguh diriku lebih mengetahui ada sebuah kalimat yang sekiranya di ucapkan akan menghapus kebaikan yang ada disisinya. Seandainya ia mengatakan, "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk". Maka para sahabat melerai orang tersebut, "Tidak kah engkau mendengar apa yang diucapkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam? Ia menjawab, "Ia, aku mendengarnya, aku bukan orang gila". HR Bukhari no: 6115. Muslim no: 2610.

Imam at-Thufi menjelaskan, "Faktor terbesar untuk mencegah amarah ialah dengan menghadirkan ke agungan Allah Shubhanahu wa ta’alla secara hakiki yaitu dengan mengakui bahwa tidak ada suatu tindakan yang mampu dilakukan melainkan atas izin Allah Shubhanahu wa ta’alla. Dan setiap perilaku yang ditujukan kepada selain -Nya maka dia merupakan alat baginya. Sehingga tatkala dihadapkan padanya suatu perkara, apa pun sifatnya yang tidak di sukai oleh -Nya, dirinya segera menghadirkan keyakinan jikalau Allah Shubhanahu wa ta’alla menghendaki tidak mungkin terjadi perubahan sikap tersebut darinya, sehingga kemarahannya bisa segera diatasi, sebab jika sekiranya dia marah dalam kondisi semacam ini maka kemarahannya terhitung kepada Allah azza wa jalla, maka jelas itu termasuk menyelisihi ubudiyah kepada -Nya".[4]
Al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan, "Dengan ini menjadi jelas tentang hikmah dibalik perintahnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada orang yang sedang emosi, agar dirinya segera berlindung kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dari setan, karena apabila dirinya langsung menghadap Allah Shubhanahu wa ta’alla pada kondisi tersebut yakni dengan meminta perlindungan kepada -Nya dari setan, dirinya akan bisa stabil dan mampu mengontrol emosi dan sadar. Berbeda apabila dirinya terus menuruti amarahnya maka setan akan terus menguasai dan membikin dirinya was-was sehingga ia tidak sanggup lagi mengontrol emosi yang sedang memuncak". [5]

3.         Segera duduk.
Berdasarkan hadits yang di keluarkan oleh Imam Abu Dawud dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ » [أخرجه أبو داود]
"Apabila salah seorang diantara kalian dilanda emosi hendaknya segera duduk, jika dengan duduk sudah mampu meredam emosi (itu yang diharapkan), jika belum hendaknya dia tiduran". HR Abu Dawud no: 4782. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Abi Dawud 3/98 no: 4000.

Al-Khathabi menerangkan, "Orang berdiri keadaannya mudah untuk segera bertindak dan bergerak, berbeda dengan orang duduk dirinya tidak semudah orang yang berdiri, adapun orang tiduran maka lebih sulit untuk melakukan keduanya. Maka terungkap dalam perintah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam kenapa menyuruh orang yang sedang emosi duduk yaitu supaya tidak menuruti amarahnya tatkala dirinya mampu bertindak dan bergerak seperti ketika dalam posisi berdiri sehingga pada akhirnya akan menimbulkan penyesalan pada dirinya". [6]
Imam Ibnu Qoyim mengatakan, "Manusia di masukan ke dalam nereka di sebabkan karena tiga pintu, pertama pintu syubhat yang melahirkan keraguan di dalam beragama pada Allah Shubhanahu wa ta ’alla, kedua pintu syahwat yang mewariskan lebih mendahulukan hawa nafsu dari pada taat kepada Allah Shubhanahu wa ta ’alla serta mencari keridhoan    -Nya. Dan yang terakhir melalui pintu amarah yang akan melahirkan permusuhan di tengah-tengah makhluk".[7]
Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma pernah mengatakan manakala menafsirkan firman Allah tabaraka wa ta'ala:

﴿ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ ٱلسَّيِّئَةَۚ ٩٦ [ المؤمنون: 96]
"Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik". (QS al-Mu'minuun: 96).

Maksudnya sabar ketika sedang emosi, memaafkan ketika diperlakukan buruk sama orang lain. Maka apabila dirinya mampu melakukan hal tersebut niscaya ia akan di jaga oleh Allah Shubhanahu wa ta ’alla, dan akan ditundukan musuh-musuh baginya". [8]
Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat pada salah seorang pegawainya, isinya, "Janganlah engkau menghukum orang manakala sedang emosi, jika dirimu sedang marah pada seseorang tahanlah dulu orang tersebut, dan apabila amarahmu sudah reda segera keluarkan dan hukumlah sesuai dengan tingkat kesalahannya dan jangan melebihi lima belas kali cambukan". [9] Kalau seandainya kita perhatikan keadaan orang pada hari ini niscaya dirinya tidak akan pernah menjumpai orang yang marah pada selain Allah Shubhanahu wa ta ’alla, melainkan pasti penyesalan yang akan ia dapati, dan sangat mengherankan jika kebanyakan mereka telah mengetahui tentang dampak amarah yang negatif tersebut namun masih saja mereka sering menuruti amarahnya.
Dan diantara perkara yang patut untuk diketahui bersama bahwa amarah adakalanya bisa terpuji yaitu manakala dia marah karena Allah Shubhanahu wa ta ’alla, seperti amarah yang diletakan manakala melihat keharaman dilanggar serta perintah -Nya diterjang juga tatkala sedang berjihad melawan musuh. Allah Shubhanahu wa ta ’alla menceritakan tentang Nabi Musa:
﴿ وَلَمَّا سَكَتَ عَن مُّوسَى ٱلۡغَضَبُ أَخَذَ ٱلۡأَلۡوَاحَۖ وَفِي نُسۡخَتِهَا هُدٗى وَرَحۡمَةٞ ١٥٤ [ الأعراف: 154]
"Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat". (QS al-A'raaf: 154).

Al-Hafidh Ibnu Katsir menerangkan, "Sesudah amarahnya Musa menjadi reda, yaitu ketika marah pada kaumnya. Beliau mengambil kembali alwah yang ia lempar tatkala emosinya memuncak karena perbuatan kaumnya yang menyembah patung sapi, beliau marah karena Allah Shubhanahu wa ta ’alla dan cemburu kepada -Nya".[10]
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau menceritakan, "Tidak pernah Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam memukul seorang pun dengan menggunakan kedua tangannya, baik seorang wanita maupun pembantu, kecuali ketika berjihad di jalan Allah Shubhanahu wa ta ’alla. Beliau juga tidak pernah marah dan membalas sedikitpun melainkan bila keharaman Allah Shubhanahu wa ta ’alla dilanggar maka beliau marah karena Allah azza wa jalla". HR Muslim no: 2328.
Dibawakan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Mas'ud al-Anshari radhiyallahu 'anhu, bercerita, "Ada seseorang berkata, "Ya Rasulallah, diriku enggan mengerjakan sholat dikarenakan si fulan mengimami sholat terlalu panjang". Maka belum pernah aku melihat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam marah pada nasehatnya yang lebih keras kemarahannya pada saat mendengar aduan itu, beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ مُنَفِّرُونَ فَمَنْ صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْمَرِيضَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ» [أخرجه البخاري و مسلم]
"Wahai manusia sesungguhnya (ada dikalangan) kalian yang membikin lari orang dari agama ini. Barangsiapa yang mengimami orang lain hendaknya dirinya meringankan sholat, sesungguhnya ada diantara mereka yang sakit, lemah dan punya kepentingan lain". HR Bukhari no: 90. Muslim no: 66.

Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.





[1] . Fathul Bari 10/520.
[2] . Fathul Bari 10/520.
[3] . Musnad Syamiyin 1/36 no: 21. Berkata Mundziri, "Diriwayatkan oleh Thabarani dengan dua sanad, salah satunya sanadnya shahih". Dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahihul Jami' no: 7374.
[4] . Fathul Bari 10/521.
[5] . Fathul Bari 10/521.
[6] . Aunul Ma'bud Syarh sunan Abi Dawud 7/97.
[7] . al-Fawaid hal: 72.
[8] . Tafsir Ibnu Katsir 12/243.
[9] . Ihya Ulumudin 3/177.
[10] . Tafsir Ibnu Katsir 6/395.

Tidak ada komentar