Mengapa Kita Shalat?
Mengapa Kita Shalat?
Dalam sebuah percakapan, Alan berkata keheranan kepada Fulan, "Aneh sekali tingkah lakumu! Terlalu banyak kritikan yang kamu lontarkan. Alangkah tajam sorotanmu!" Alan
melanjutkan perkataannya, "Sekarang coba renungkan, apakah aneh bagimu bila ada dua
orang saling berbagi, seia sekata, yang satu berandai dapat mencurahkan isi hatinya kepada
temannya itu dan yang satu lagi ingin berkorban untuk temannya walau dengan nyawanya
sekalipun."
"Tahukah kamu siapa kedua orang itu? Keduanya tidaklain adalah ayah dan anak. Sang ayah
begitu mengasihi sang anak, sementara sang anak begitu berbakti kepada sang ayah.
Tidakkah hubungan antara keduanya membuatmu senang?"
Fulan menyahut, "Tentu, demi Rabb-ku! Tiada yang lebih agung dari pada hubungan yang
membuat hati saling terkait, kekuatan tergalang dannikmat, serta karunia tersyukuri. Apakah
di dalam kehidupan ini, manusia bisa hidup terputus dari kontak dengan kaum kerabat,
tetangga, teman dan rekan? Bukankah pada asalnya iadiciptakan sebagai makhluk sosial?"
Alan lantas berkata, "Aku melihat dirimu begitu meyakini akan pentingnya interaksi sosial
antar manusia yang dibangun di atas pondasi kasih sayang, saling tolong-menolong,
pengakuan atas jasa baik dan kebaikan."
Fulan menimpali, "Benar."
"Bagaimana jika ada orang yang mengingkari kebaikandan jasa baik?" tanya Alan.
"Apakah ada seorang yang memiliki sedikit rasa malu atau memiliki perasaan akan
melakukan tindakan seperti itu?" tanya Fulan keheranan.
"Ya. Itu adalah kamu!" tandas Alan.
Seketika itu juga Fulan marah dan ingin menghajar Alan karena ucapannya itu. Namun
kemudian, ia berpikir ulang dan meredam dirinya seraya berkata, "Apa maksudmu?"
Alan menjawab, "Karena kamu mengingkari anugerah dan nikmat Allah Subhaanahu
Wata'alaatasmu."
"Bagaimana hal itu bisa terjadi?" tanya Fulan.
Alan berkata, "Bukankah Allah Subhaanahu Wata'alaPemberi karunia dan anugerah?"
"Benar," jawab Fulan.
"Adakah Dia berhak disyukuri atas hal itu?" tandas Alan.
"Tentu," jawab Fulan.
"Jika demikian, bagaimana cara bersyukur kepada-Nya?" kejar Alan.
Fulan terdiam sejenak seraya memeras otaknya namun tidak menemukan jawaban, lalu
berkata dengan lirih, "Aku tidak tahu."
Tampaknya ia malu, kemudian diam sejenak seraya berkata, "Tolong tunjukkan kepadaku
jalan untuk bersyukur kepada-Nya!"
Alan berkata, "Untuk merealisasikan rasa syukur, harus melakukan dua hal secara bersamasama, yaitu: Pertama, Kamu mengakui anugerah dan ihsan (kebaikan)-Nya dari lubuk
hatimu yang paling dalam, bukan dengan lisanmu saja. Untuk menunjukkan hal itu, harus
kamu buktikan dengan meletakkan dahimu di tanah seraya bersujud dan tunduk kepada-Nya.
Kedua,Kamu menjaga nikmat-nikmat tersebut dengan menempatkannya pada posisi-posisi
yang Dia ridhai."
Fulan menimpali, "Ucapanmu ini benar-benar tulus. Aku berjanji padamu di hadapan Allah
Subhaanahu Wata'ala untuk tidak meninggalkan shalat selama hayat dikandung badan.
Tetapi aku juga punya teman yang dalam masalah shalat sama seperti kondisiku ini. Sudikah
kamu menorehkan untukku untaian kata mengenai hal ini yang akan aku sampaikan
kepadanya? Semoga saja Allah Subhaanahu Wata'ala menganugerahinya hidayah
melaluimu, sehingga dengan shalatnya itu ia menyambung kembali hubungannya yang
terputus dengan Allah Subhaanahu Wata'ala. Dan hal ini adalah lebih baik bagimu daripada
unta merah (harta yang paling berharga, pen.).
"Dengan senang hati dan merupakan kehormatan serta nikmat tiada tara bagiku (bila
memenuhi permintaanmu)", sambut Alan.
Lalu ia pun menulis kepadanya, "Saudara tercinta, -semoga Allah Subhaanahu Wata'ala
senantiasa memberikan keselamatan untukmu-, aku pernah mendengar suatu perkataan baik,
yang ingin aku rangkai menjadi beberapa kata di atas kertas ini. Harapanku semoga
mendapatkan tempat di dalam hatimu sebagaimana ia mendapatkan tempat di dalam hatiku.
Salam."
PERTANYAAN-PERTANYAAN
Di zaman kontemporer ini, banyak orang meremehkan shalat dan melihatnya sebagai beban
yang berat bagi mereka. Bila engkau mengingatkan mereka, sebagian mereka mencari-cari
alasan pribadi bahwa ia sekarang ini sedang sibuk dengan urusan-urusan penting. Sebagian
mereka ada yang beralasan pakaiannya sudah tidak suci, sehingga tidak sah digunakan untuk
shalat. Bila pulang ke rumah, ia harus melepaskan pakaiannya itu terlebih dahulu, setelah itu
baru melaksanakan shalat. Ini sebenarnya adalah dusta. Sebagian yang lain mengaku telah
berbuat kurang optimal dan mulai mengulang-ulang ucapan, "Semoga Allah Subhaanahu
Wata'alamenganugerahi hidayah kepada kita."
Sementara di sana, ada lagi segolongan orang yang berperilaku buruk dengan terang-terangan
melakukan maksiat, menukar nikmat Allah Subhaanahu Wata'ala dengan kekafiran,
melecehkan shalat dan orang-orang yang mengerjakannya, kemudian mengaku-aku dirinya
seorang Muslim. Bila semata Allah Subhaanahu Wata'alayang disebut, kenapa hati mereka
begitu jijik? Dan bila diajak kembali kepada Allah Subhaanahu Wata'ala, kenapa mereka
mengatakan, "Kami mendengar tapi kami menentang!"
"Maka mengapa mereka berpaling dari peringatan (Allah Subhaanahu Wata'ala), seakanakan mereka itu keledai liar yang lari terkejut. Lari dari seekor singa."(Al-Muddatstsir: 49-51)
Kemarilah, wahai saudaraku, mari kita kritisi sikap-sikap mereka itu dan kita cari tahu faktorfaktor yang mendorong mereka meninggalkan shalat.
1. Apakah shalat itu denda yang harus dibayar seseorang seperti halnya membayar
sebagian pajak secara zalim?
2. Apakah shalat hanya sekedar membuang-buang waktu, sedang seseorang tidak
memiliki sisa waktu dari aktivitasnya hanya sekedaruntuk dibuang percuma?
3. Apakah shalat itu prinsip paksaan, yang seseorang dipaksa melakukannya seperti
dipaksa menerima prinsip-prinsip politik di negara-negara diktator?
4. Apakah shalat itu mengekang kebebasan mutlak seseorang dan melarang mereka
menjalankan kebebasannya?
5. Apakah shalat itu perkara mubah(boleh); sehingga siapa yang mau, boleh
melakukannya namun tidak diberi pahala, dan siapa yang mau, boleh pula
meninggalkannya namun juga tidak mendapatkan dosa?
6. Apakah shalat merupakan suatu kebutuhan bagi kita, sehingga kita harus
melaksanakannya?
7. Apakah Allah Subhaanahu Wata'alamembutuhkan shalat kita?
8. Apa manfaat yang akan diraih seseorang dari shalat?Apa pula kerugian yang dia
tanggung jika meninggalkannya? Apakah…? Kenapa…?
Sekian banyak pertanyaan yang terlintas di dalam pikiran manusia, didiktekan oleh hawa
nafsu, setan dan syahwatnya. Jika ia tidak mampu untuk menjawabnya, maka hawa nafsunya
mengemukakan dan menegakkan argumen kepadanya sehingga ia merasa tenang, namun
(sebenarnya ia) terhinakan. Lalu hawa nafsunya melakukan perbuatan busuk berupa suatu
pemikiran sehingga membuatnya sesat, menghiasi perbuatan buruknya sehingga ia
melihatnya baik, membenarkan pendapatnya yang rusak sehingga ia senantiasa berpegang
dengannya, membekalinya dengan perdebatan-perdebatan rumit dan membuainya dengan
angan-angan jauh hingga ia tercampak ke dalam api neraka sedalam tujuh puluh tahun tanpa
ia sadari. Namun jika ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan baik,
mementahkan syubhat-syubhat (kerancuan, ed.), menjadikan akal dan logika sebagai
pemutus, maka ia telah menegakkan hujjah(berargumen) terhadapnya sehingga membuatnya
diam membisu dan bersembunyi.
Kini, mari kita tuntaskan pertanyaan-pertanyaan di atas satu persatu, kemudian menjawabnya
dengan jawaban yang tidak menyisakan keraguan bagi si peragu. Maka, siapa saja yang
berpaling setelah itu, maka mereka adalah orang-orang yang berbuat zalim.
JAWABAN PERTANYAAN PERTAMA
“Apakah shalat itu denda yang harus dibayar seseorang
seperti halnya membayar sebagian pajak secara zalim?”
Jawaban Pertama, Tidak, wahai sahabatku! Shalat bukanlah denda materil yang harus
dibayar, bukan pula pajak harta yang harus dipungut, tetapi ia adalah amanah (yang ada
padamu) dan dilihat Pemiliknya setiap hari sebanyak lima kali. Lalu Dia bersaksi bahwa
kamu setia, jujur, ikhlas dan menjaga hak-hak-Nya, kemudian memberimu imbalan sebesarbesar pahala, karena sudah merawatnya dengan baik.
Benar, ia bukanlah pajak, denda atau pun upeti. Ia hanyalah pengakuan terhadap hak, refleksi
syukur terhadap suatu kebaikan, bukti kejernihan jiwa dengan berlaku taat terhadap para
pemimpin dan melaksanakan perintah-perintah mereka [Maksudnya adalah simbol ketaatan
kepada pemimpin, di-mana seorang makmum senantiasa mengikuti gerakan imam di dalam
shalat, dan tidak sekalipun menyelisihinya, ed.] serta ungkapan rasa cinta dan penghargaan
(terhadap sesama Muslim) -semata karena Allah Subhaanahu Wata'ala- yang telah berpadu
di dalam hati.
Bagaimana pendapatmu, wahai teman, andaikata ada seseorang menyodorkan kepadamu
sebuah permen, membantu mengangkat barang-barangmu,menunjukan jalan, membantumu
mendorong mobilmu yang mogok, atau mengambilkan sesuatu yang jatuh darimu? Bukankah
kamu akan mengatakan, 'Terima kasih,' menghormatinya, menghargai perbuatannya dan
berharap dapat membalas kebaikannya dengan sebaik mungkin? Benar, aku juga manusia
sepertimu, senantiasa mengingat dan tidak mengingkari jasa baik (seseorang kepadaku), serta
berterima kasih atas hadiah yang (aku terima). Semakin besar jasa baik yang aku dapatkan,
semakin besar pula rasa terimakasihku.
Siapakah yang sanggup memberikan nikmat seperti Allah Subhaanahu Wata'ala? Yang
menganugerahiku akal dan panca indera, melimpahkan rezeki yang baik bagiku,
menganugerahkan kesehatan dan keselamatan, memberiku petunjuk kepada agama yang
benar, memberiku anak dan keluarga, dan menempatkanku di ladang kebaikan di tengah para
sahabat yang mulia dan tetangga yang baik?
Tidak, sekali-kali tidak ada di dalam kehidupan ini yang berbuat baik kepadaku seperti
kebaikan Allah Subhaanahu Wata'ala. Tidakkah seharusnya aku harus mensyukuri semua
nikmat-nikmat ini, karena selama ini pun aku juga berterima kasih kepada selain-Nya yang
memberikan kebaikan yang jauh lebih sedikit dari itu kepadaku? Tidak diragukan lagi, kamu
pasti setuju dan mendukungku tentang rasa syukurku kepada-Nya, bahkan memaksaku bila
aku berbuat kurang optimal dalam melakukannya. Sebab kamu tidak menginginkanku
menjadi manusia yang tidak pandai membalas budi danmengingkari kebaikan.
Sesungguhnya, rasa syukur secara umum selaras dengan nilai sebuah hadiah dan kedudukan
pemberi hadiah. Rasa terima kasihku kepada orang yang menyodorkan sebuah permen
kepadaku, tidaklah sama dengan rasa terima kasihku kepada orang yang menyodorkan
kepadaku sekaleng permen. Ucapanku kepada anak kecil yang mengambilkan penaku yang
terjatuh dariku tidak sama dengan ucapanku kepada seorang pembesar yang
mengambilkannya untukku.
Sifat yang dicintai Allah Subhaanahu Wata'ala dariku dalam mensyukuri-Nya atas segala
nikmat-Nya adalah dengan cara meletakkan dahiku di atas tanah, sebagai pengakuan atas
Rububiyah-Nya (keberadaan-Nya sebagai Sang Pencipta), penyucian atas Uluhiyah-Nya
(keberadaan-Nya sebagai satu-satunya sesembahan yang haq) dan pengakuan atas Ihsan
(kebaikan)-Nya. Sesungguhnya manusia menundukkan diri di hadapan thaghut-thaghut yang
menjadi berhala mereka, padahal realitanya tidak memiliki jasa baik apapun terhadap mereka,
bahkan thaghut-thaghut itu ia menyesatkan mereka dari kebenaran dan petunjuk.
Kebanyakan mereka membungkuk di hadapan para pemimpin mereka sebagai penghormatan
dan pengagungan, padahal bisa jadi mereka itu adalah makhluk Allah Subhaanahu Wata'ala
yang paling buruk. Lalu kenapa aku tidak merundukkan badan kepada Allah Subhaanahu
Wata'ala, Pemilik kekuasaan, Pencipta alam semesta, Rabb langit dan bumi, Yang
memberikan manfaat dan menimpakan mudharat, Yang memberi dan mencegah, Yang
menghidupkan dan mematikan, dan Yang mengadakan perhitungan terhadap hal yang sekecil
dan sebesar apapun?
JAWABAN PERTANYAAN KEDUA
“Apakah shalat hanya sekedar membuang-buang waktu,
sedang seseorang tidak memiliki sisa waktu dari aktivitasnya
hanya sekedar untuk dibuang percuma?”
Jawaban Kedua,Shalat juga bukan membuang-buang waktu. Ketika seseorang terlepas dari
kesibukan kerja dan hiruk-pikuk orang-orang yang datang dan pergi, menyelinap dari
kepenatan mengambil dan memberi, menjual dan membeli, percekcokan dan negosiasi,
belajar dan mengajar dan menyelesaikan perkara orang-orang yang menghadap kepadanya,
kemudian ia berdiri di tempat shalatnya, melepaskandiri dari setiap gangguan-gangguan
tersebut, maka jiwanya menjadi tenang, hatinya berubah tenteram, badannya dapat
beristirahat, kemarahannya mereda, hawa nafsunya terkekang dan diam barang beberapa
menit guna bermunajat kepada Zat yang ia cintai.
Rasa cinta akan mencapai puncaknya
Kala berdua dengan yang kamu cinta
Selanjutnya memohon pertolongan dan dukungan kepada-Nya, meminta diberikan kekuatan
dalam berbuat baik, sabar di atas mujahadah (perjuangan), meminta maaf bila berbuat jahat
kepada makhluk manapun, baik berupa pandangan sinis, maupun ucapan atau tindakan kasar.
Maka, (aktifitas pada) menit-menit tersebut bagaikan mengisi baterai dan mendinginkan
mesin.
Dari titik tolak yang mulia inilah, bila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dirundung
suatu perkara, maka ia bersegera shalat. Bila beliau kembali dalam keadaan lelah setelah
memerangi para musuh, maka ia berkata, "Wahai Bilal, nyamankan kami dengan shalat!"
Yakni kumandangkanlah azan shalat agar shalat membuat kami beristirahat dari derita
kehidupan dan problematikanya.
Manusia adalah makhluk yang lemah dan terbatas kekuatannya, tidak mampu melakukan
pekerjaan secara maraton. Karena itu, perlu istirahat jasmani dan akal. Dan tidaklah ada
kesempatan untuk melakukan hal itu melainkan di dalam shalat. Istirahat mewakili separuh
kehidupannya. Karena itu, Allah Subhaanahu Wata'ala menjadikan malam sebagai
ketenangan, dan tidur sebagai istirahat.
Berapa lama orang menghabiskan waktunya untuk shalat? Sesungguhnya jika dia
melakukannya dengan lama, itu pun tidak akan mencapai seperempat jam. Apakah kamu
kikir kepada dirimu, wahai orang yang berakal, sehingga enggan meluangkan menit-menit
yang tidak seberapa itu, dari waktu ke waktu dari harimu untuk mendapatkan berbagai
manfaat tersebut, sementara kamu rela mendermakan waktu yang panjang hanya sekadar
untuk membuangnya dengan sia-sia? Sekadar berkunjung dan begadang malam?
JAWABAN PERTANYAAN KETIGA
“Apakah shalat itu prinsip paksaan, yang seseorang dipaksa
melakukannya seperti dipaksa menerima prinsip-prinsip
politik di negara-negara diktator?”
Jawaban Ketiga, Shalat juga bukanlah prinsip politik bagi penguasa diktator zalim, yang
membebani rakyatnya dengan pemikiran-pemikirannya, secara sukarela maupun paksa.
Tetapi shalat adalah praktik bagi agama yang diyakini seseorang dengan qana'ah(sepenuh
hati), rela tanpa paksaan dan pemaksaan karena -tidak ada paksaan dalam agama-. Ia juga
bukan prinsip politik yang berubah seiring dengan perubahan kondisi atau mengikuti
pandangan-pandangan para penguasa. Ia juga bukan undang-undang buatan manusia yang
pada hari ini ditulis klausul pertamanya, lalu esok harinya didiskusikan secara final,
kemudian tiba-tiba lusanya terjadi perubahan, lantas sama sekali dihapus karena kondisi
darurat atau ditunda pelaksanaannya sambil menunggu proporsi para pejabat dalam
menyepakatinya. Atau kesepakatannya malah ditunda hingga menanti disahkan oleh
pemegang kekuasaan tertinggi di dalam negeri.
Sesungguhnya ia adalah salah satu rukun Islam, bahkan rukun Islam yang paling agung
setelah dua kalimat syahadah.
Wahai Muslim,
Selama kamu telah rela terhadap agama ini dengan sepenuh hati dan tidak dibebankan ke
pundakmu secara paksa, maka hendaknya kamu melaksanakan semua hukum-hukumnya
secara keseluruhan. Bukankah kamu sependapat denganku bahwa seorang penduduk di
negeri manapun diharuskan menerapkan peraturan-peraturan negerinya. Jika jiwanya
memberontak, maka dia akan dihadapkan pada dua pilihan; (merasa) terhinakan dan
(terpaksa) mengikutinya, atau melepaskan loyalitas nasionalismenya, lalu pergi
meninggalkan negeri itu.
Saya tidak tahu, kenapa ada orang yang takut kepada polisi dan tidak takut kepada Sang
Pencipta bumi dan langit? Kemudian lihatlah dari sisi lain, tidakkah kamu melihat bahwa
rambu jalan bila memancarkan cahaya berwarna merah,maka ia akan menghentikan puluhan
bahkan ratusan mobil di tempatnya. Tidak ada yang dapat melewatinya sekalipun di tengah
para sopir itu ada orang yang paling tinggi kedudukannya. Kenapa manusia tidak berani
melanggar rambu merah tetapi berani melanggar perintah-perintah Allah Subhaanahu
Wata'ala, menantang-Nya dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan mungkar
serta melanggar batasan-batasan yang telah Dia gariskan untuk mereka? Apakah ini sebagai
bukti kesempurnaan akal mereka atau kekurangannya? Coba putuskan sendiri jika kamu
memang termasuk orang-orang yang objektif.
JAWABAN PERTANYAAN KEEMPAT
“Apakah shalat itu mengekang kebebasan mutlak seseorang
dan melarang mereka menjalankan kebebasannya?”
Jawaban Keempat, Shalat juga bukan pengekang kebebasan pribadi dan bukan pula
penghalang seseorang menjalankan kebebasannya.
Sesungguhnya orang-orang yang hidup di tengah komunitas manusia secara keseluruhan
sepakat bahwa mereka bukanlah binatang yang hidup di muka bumi, layaknya kehidupan
para binatang di hutan-hutan. Tetapi mereka memiliki kebebasan dan kebebasan itu bersifat
mutlak dalam hal keyakinan, ucapan maupun perbuatan, namun terikat oleh peraturan umum
dan undang-undang yang berlaku. Andaikata bukan karena ikatan ini, tentu umat manusia
tidak akan teratur dan tidak akan lahir sebuah bangsa, serta sudah barang tentu pula, urusanurusan tidak akan berjalan lancar dalam proses saling bertukar manfaat di antara sesama
individu, bahkan sudah tentu pula tidak akan berlangsung ras manusia.
Sesungguhnya kaum Hippiesyang melakukan setiap apa yang terbersit dalam pikiran mereka
dan hidup di jalan-jalan layaknya kehidupan anjing-anjing liar tidak mampu menyelisihi
kebijakan-kebijakan penguasa atau undang-undang yang berlaku. Bahkan saudara-saudara
mereka, binatang-binatang di hutan memiliki peraturan yang mereka jalani. Andaikata kamu
tanyakan salah salah se-orang ilmuan biologi, pastiia akan menjelaskan kepadamu kebenaran
apa yang aku katakan. Barangkali contoh paling dekat yang bisa aku berikan adalah apa yang
kamu saksikan dengan mata kepala kamu sendiri tentang kerjasama para anggota sekelompok
lebah, dan juga bagaimana sekelompok semut saling membantu di dalam menyeret sisa-sisa
makanan yang ia temukan.
Kamu, wahai Muslim, bebas dalam melakukan urusan-urusan pribadimu, makan dan
berpuasa, tidur atau jaga, menetap atau pergi, menjual atau membeli. Kebebasan ini diikat
oleh aturan Ilahi dan dibatasi dengan batasan-batasan syariat. Adalah termasuk kebebasanmu,
lari dari pekerjaan agar dapat duduk beberapa menit di masjid guna memulihkan kembali
vitalitas dan kekuatanmu. Kemudian kamu keluar dari situ dalam kondisi telah dibekali
dengan paket pertolongan ilahi terbaru, lalu melaksanakan kembali pekerjaan dan kiprahmu.
Adalah termasuk kebebasanmu, menaati aturan Ilahi yang telah mempersiapkan bagimu
semua faktor-faktor kebahagiaan dan kesenangan di dunia dan akhiratmu.
Adalah termasuk kebebasanmu, mengatakan apa yang kamu mau, melakukan apa yang kamu
suka, menulis apa yang berkenan bagimu dan berbisnis dalam hal yang kamu minati, asalkan
tidak melampaui batasan-batasan yang telah ditentukan bagimu, sebab bila kamu
melampauinya, berarti kamu telah melanggar hak-hak orang lain dan batasan-batasan mereka.
Dan ini termasuk hal yang diharamkan Islam dan diancam oleh peraturan-peraturan manusia.
JAWABAN PERTANYAAN KELIMA
“Apakah shalat itu perkara mubah (boleh); sehingga siapa
yang mau, boleh melakukannya namun tidak diberi pahala,
dan siapa yang mau, boleh pula meninggalkannya namun
juga tidak mendapatkan dosa?”
Jawaban Kelima, Shalat juga bukan perkara mubah seperti urusan kehidupan; siapa yang
mau, boleh melakukannya tapi tidak diberi ganjaran, dan siapa yang tidak melakukannya,
maka tidak berdosa. Tetapi ia adalah perintah tegas dan pasti, memiliki waktu tertentu,
gerakan khusus, cara yang spesial dan langkah yang terencana. Kamu tidak berhak
mengubahnya, baik dengan menambahi atau menguranginya. Saya tidak melihat perlu
menggantinya dengan mendahulukan atau mengakhirkannya. Ia seperti sesuap makanan yang
jalur masuknya dari mulut, bukan telinga. Dan juga seperti udara yang masuk ke dalam paruparu dari mulut atau hidung, bukan dari lekuk telapak kedua kaki. Bila kamu memiliki hak
berpendapat tentang mengempis atau mengembangnya jantungmu, atau memiliki hak
intervensi dalam mengembang atau menyempitnya paru-parumu, maka ketika itu boleh kamu
memiliki pandangan dalam perkara shalat.
Shalat adalah seperti aktivitasmu dalam melakukan pekerjaanmu -jika kamu seorang
karyawan-, ataupun seperti transaksi jual-belimu, bila kamu seorang pedagang. Bila kamu
konsisten dengan pekerjaanmu dan menunaikan kewajiban, maka kamu akan diupah di akhir
bulan dengan menerima gajimu atau kamu akan mengisikantongmu dengan keuntungan yang
teraih. Dan jika kamu absen dari pekerjaanmu dan melalaikan kewajibanmu, maka gajimu
akan dipotong sesuai dengan jumlah absenmu dan tingkat kelalaianmu, dan kamu akan rugi
karena tidak meraih keuntungan yang sebelumnya kamuangan-angankan.
Seringkali orang memperhitungkan hal yang mubah seperti memperhitungkan hal yang
wajib. Bagaimana pendapatmu bila setelah pertengahan malam, kamu mengambil radio, lalu
kamu putar volumenya hingga terdengar sangat kencang suaranya, atau kamu bernyanyi
dengan suara sekeras mungkin, pastilah para tetangga akan terganggu, mengumpatimu dan
mengetuk pintumu, memintamu mengecilkan volume radio atau mengurangi volume
suaramu. Jika tidak, pasti kamu akan mendapat sanksi. Bukankah aktivitasmu mendengar
radio merupakan hal yang mubah bagimu di mana kamu boleh mendengarkannya kapan mau
dan bagaimana pun caranya? Kalau begitu, kenapa kamu kekang kebebasanmu?.
Jawabannya adalah, karena kamu telah diikat dengan peraturan khusus ataupun umum yang
tidak boleh kamu langgar, maka apalagi dengan apa yang telah diwajibkan Allah Subhaanahu
Wata'alakepada para hamba-Nya yang beriman kepada Uluhiyahdan Rububiyah-Nya serta
ridha terhadap syariat dan dien (agama)-Nya? Apakahmereka itu adalah orang-orang yang
bebas dalam melakukan ibadah dan shalat kepada-Nya?Ataukah mereka orang-orang yang
terikat dengan perintah-perintah-Nya dan harus melaksanakannya?
JAWABAN PERTANYAAN KEENAM
“Apakah shalat merupakan suatu kebutuhan bagi kita,
sehingga kita harus melaksanakannya?”
Jawaban Keenam, Benar, shalat adalah kebutuhan esensial, yang dibutuhkan dalam
kehidupan manusia seperti kebutuhan terhadap makanan dan minuman. Hal ini karena
makanan dan minuman adalah pilar tubuh dan materi kehidupan. Sedangkan shalat adalah
pilar ruh dan materi ketenteraman, yang mengangkat pelakunya dari perkara-perkara sepele
sehingga menjadi lurus dalam semua urusannya, sama seperti tegak lurusnya ia di hadapan
Rabbnya dalam shalat.
Shalat adalah batas pemisah antara keimanan dan kekufuran. Terdapat hadits mengenainya,
yang berbunyi,
"(Batas) antara kekufuran dan iman adalah meninggalkan shalat."(H.R. at-Tirmidzi)
Apa manfaat yang didapat Islam dari orang-orang Islam gadungan bila mereka menentang
perintah-perintah-Nya? Bukankah mereka seperti anakdurhaka, yang nasabnya sesuai dengan
keluarganya namun perilakunya bertentangan dengan mereka? Apakah kebaikan dapat
diharapkan dari orang yang tidak berharap kebaikan bagi dirinya sendiri?
Kita, kaum Muslimin, tidak ingin menjadi seperti buih-buih yang terseret air bah, dihitung
berjumlah ratusan juta padahal orang-orang shalih hanya berjumlah puluhan jutanya saja.
Satu butir peluru yang terisi mesiu dan dapat membunuh seorang musuh adalah lebih baik
daripada setumpuk selongsong peluru kosong. Apakah kemah dapat berdiri sekalipun dengan
seribu pasak jika tidak memiliki tiang di tengahnya? Sementara tiang Islam itu adalah shalat.
Shalat adalah kebutuhan yang esensial sekali bagi manusia, sebab shalat dapat memperbaiki
akhlaknya, merapikan tabiatnya, menghalangi dirinya dari lubang-lubang kerusakan dan
kesesatan serta mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar. Bagaimana mungkin
seseorang melakukan dosa, sementara dia mengetahui bahwa sebentar lagi dirinya akan
berdiri di hadapan Rabb Subhaanahu Wata'aladi mana Dia tidak menerima hal itu darinya
kecuali bila hati, jiwa dan anggota badannya suci? Apakah kamu tidak memperhatikan
bagaimana kebanyakan kaum Muslimin dapat menahan diri dari meminum miras tatkala
turun firman-Nya,
"Janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk."(An-Nisa': 43)
Bagaimana mereka dapat melakukan shalat, sementara mereka terlibat dalam aksi mabukmabukan? Tetapi mereka harus melakukannya sebab halitu terulang bagi mereka setiap hari
sebanyak lima kali. Kalau begitu, tidak ada cara lain kecuali miras itu ditinggalkan secara
total, agar mereka tetap dalam kondisi siap untuk bertemu dengan Allah Subhaanahu
Wata'ala.
Shalat, wahai temanku, adalah timbangan yang digunakan manusia untuk menakar perbuatanperbuatan yang dilakukannya di antara dua shalat, seperti halnya seorang dokter mengukur
suhu panas badan seorang pasien dari waktu ke waktu. Jika perbuatannya shalih (baik), maka
perbuatan itu berkata kepadanya, "Tetaplah dan majulah." Dan jika tidak demikian, maka ia
berkata, "Kembali dan tetaplah lurus!" Dan bila mendengar muadzin mengumandangkan,
"Allahu Akbar," ia ingat dengan kondisinya dan menyadari bahwa Allah Subhaanahu
Wata'ala adalah Mahabesar dari apa yang sedang ia lakukan. Sehingga dengan begitu, ia
melepaskan urusan duniawinya dan memenuhi panggilanAllah Subhaanahu Wata'ala.
Percayalah sepenuhnya bahwa orang yang shalat adalah manusia yang diharapkan kebaikan
dan kelurusannya sekalipun kamu mendapati dalam banyak kondisinya menyimpang -sebab
shalatnya suatu hari pasti dapat membuatnya jera dari melakukan penyimpangan ini- karena
dalam shalatnya, ia membaca Alquran. Betapa pun ia lalai, pasti ada saat-saat ia merenungi
makna-makna apa yang dibacanya sehingga 'senar-senar' hatinya akan bergetar, sentimensentimen positifnya akan bangkit. Hal ini didukung oleh firman-Nya,
"Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar."(Al- 'Ankabut:
45)
Sedangkan orang yang tidak shalat, maka tidak akan membaca Alquran dan tidak mengambil
manfaat sedikit pun darinya sementara ia tetap akan terpedaya dalam kesesatannya dan
melangkah dalam dosa-dosanya.
JAWABAN PERTANYAAN KETUJUH
“Apakah Allah Subhaanahu Wata'ala membutuhkan shalat
kita?”
Jawaban Ketujuh, Allah Subhaanahu Wata'ala tidak membutuhkan shalat kita, tetapi
kitalah yang butuh untuk shalat kepada-Nya. Sesungguhnya Dia tidak membutuhkan
makhluk-Nya, namun makhlukNya lah yang membutuhkan-Nya.
Allah Subhaanahu Wata'alaberfirman,
"Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Mahakaya
(tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia mengendaki, niscaya Dia
memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu).
Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah."(Fathir: 15-17)
Dia telah menciptakan mereka telanjang tanpa pakaian maupun alas kaki, tidak memiliki apaapa, tubuh yang lemah, pikiran kaku, tidak dapat membedakan antara makanan dan bara api
dan tidak mampu memberikan manfaat maupun menyebabkan mudharat bagi diri mereka
sendiri. Lalu Allah Subhaanahu Wata'ala memberi mereka makanan, menguatkan dan
memberikan kesehatan, akal dan harta. Dia menundukkan bagi mereka apa yang di langit dan
bumi dan menyempurnakan nikmat-Nya kepada mereka, lahir dan batin. Setelah pemberian
yang banyak ini, -sementara Dia adalah Pemilik kekuasaan dan di tangan-Nya
perbendaharaan langit dan bumi- apakah kamu melihat-Nya membutuhkan shalat kita?
Tidak, shalat kita hanyalah ungkapan tegas tentang rasa cinta kita kepada-Nya dan pengakuan
terhadap karunia-Nya serta rasa syukur terhadap nikmat-Nya.
Sesungguhnya orang-orang yang meremehkan perkara shalat, dikaruniai oleh Allah
Subhaanahu Wata'ala berfirman dengan beragam nikmat seperti yang dikaruniakan-Nya
kepada kita, bahkan boleh jadi Dia memberikan lebihbanyak kepada mereka dari apa yang
diberikan kepada kita. Hanya saja kita mengakui karuniaNya itu, sementara mereka
mengingkarinya. Mereka lupa hari kelahiran mereka, hari di mana mereka tidak memiliki
sesuatu pun. Dan mereka lalai hari kematian mereka,hari di mana mereka meninggalkan apa
yang telah mereka kumpulkan bagi para ahli waris mereka agar dapat bersenang-senang
dengannya sementara mereka akan dihisab atas hal itu. Mereka telah berani terhadap Allah
Subhaanahu Wata'aladan menyombongkan diri serta enggan beribadah kepada-Nya. Mereka
kelak akan menemui kesesatan.
Allah Subhaanahu Wata'alaberfirman,
"Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina."(Ghafir: 60)
Kenapa kamu paksakan dirimu dengan memeluk Islam, wahai orang yang meninggalkan
shalat, jika kamu tidak membutuhkannya? Kenapa kamutidak shalat jika kamu meyakininya?
Apakah kamu tidak enak hati bila dikatakan, 'Kamu seorang religius yang takut kepada Allah
Subhaanahu Wata'ala?' Apakah kamu senang bila dikatakan, 'Kamu adalah orang fasik yang
menentang Allah Subhaanahu Wata'ala?' Bagaimana kamu dapat menaati perintah para
pemimpinmu sementara kamu menentang perintah Allah Subhaanahu Wata'ala? Apakah
para pemimpinmu itu bagimu pangkatnya jauh lebih tinggi dan agung daripada Allah
Subhaanahu Wata'ala? Allah-lah Yang Mahatinggi Lagi Mahamulia.
Hushain bin 'Ubaid pernah menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya
mengumpati dan mencelanya karena beliau shallallahu 'alaihi wasallammenentang orangorang kafir Quraisy, menganggap bodoh angan-angan mereka dan mencela tuhan-tuhan
mereka, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menegakkan hujjah terhadapnya dan
menolak kebatilannya dengan kalimat kebenaran, lalu ia mendengar dan beriman padahal
hatinya lebih keras daripada batu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda, "Wahai
Hushain, berapa banyak tuhan yang kamu sembah? Ia menjawab, 'Tujuh di bumi dan satu di
langit.' Beliau berkata, 'Bila kamu ditimpa suatu kesulitan, kepada siapa kamu meminta?' Ia
menjawab, 'Yang ada di langit.' Beliau berkata, 'Bila hartamu binasa, kepada siapa kamu
meminta?' Ia menjawab, 'Yang ada di langit.' Beliau berkata, 'Hanya Dia semata yang
mengabulkan permohonanmu, sementara kamu mempersekutukan mereka bersamaNya?'
Wahai Hushain, masuk Islamlah, pasti kamu selamat."(Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar, II/87).
Saya katakan kepadamu, wahai Muslim yang meninggalkan shalat, yang lalai terhadap Rabb
Yang mengawasimu dan menunggumu, shalatlah, pasti kamu selamat dari azab Allah
Subhaanahu Wata'ala yang pedih. Sungguh tercela kamu jika meminta kepada Allah
Subhaanahu Wata'ala saat ditimpa bencana sementara kamu melalaikan-Nya saat
mendapatkan kesenangan.
JAWABAN PERTANYAAN KEDELAPAN
“Apa manfaat yang akan diraih seseorang dari shalat? Apa
pula kerugian yang dia tanggung jika meninggalkannya?
Apakah…? Kenapa…?”
Jawaban Kedelapan, Adapun apa yang kamu dapatkan dari shalatmu, maka semuanya
adalah baik. Kamu dan saudara-saudaramu, kaum Muslimin mendapatkan manfaatnya.
Bukankah kamu suka Allah Subhaanahu Wata'ala mengampuni dosa-dosa yang kamu
lakukan? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Maukah aku tunjukkan
kepadamu apa yang dapat menghapus dosa-dosa dan meninggikan derajat?' Mereka
menjawab, 'Tentu, wahai Rasulullah.' Beliau n bersabda, 'Menyempurnakan wudhu dalam
kondisi tidak suka, memperbanyak langkah menuju masjid-masjid, menunggu (datangnya
waktu) shalat selepas (menunaikan) shalat. Itulah ribath!"(H.R. Muslim)
Bila Allah Subhaanahu Wata'ala mengampuni dosamu, maka saudara-saudaramu, kaum
Muslimin juga senang sebab mereka menyukai (kebaikan) untukmu sebagaimana menyukai
(kebaikan) untuk diri mereka sendiri.
Sesungguhnya manfaat shalat jauh lebih agung daripada yang dapat dihitung oleh seseorang
atau dicatat dengan pena. Karena ia adalah perintahIlahi, dengannya kamu menyembah Allah
Subhaanahu Wata'alasebagai suatu ibadah.
Allah Subhaanahu Wata'alaberfirman,
"Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman, 'Hendaklah mereka mendirikan
shalat."(Ibrahim: 31)
Sebagaimana Allah Subhaanahu Wata'ala juga menggabungkan semua kebaikan di dalam
shalat dengan perkataan yang sangat menyentuh dan ungkapan yang sangat ringkas. Dia
Subhaanahu Wata'alaberfirman,
"Sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar."(Al-'Ankabut: 45)
Seseorang boleh menghitung-hitung keistimewaan shalat sekehendak hatinya dalam batasan
ini, dan jika tidak mampu menghitungnya secara sempurna, maka paling tidak, menyebutkan
sebagiannya.
Bila kamu berhasil mengatasi penyakit keji dari dirimu dan memangkas habis akar-akarnya
dari tingkah lakumu, maka dien (agama)mu akan menjadi bersih, jiwamu menjadi suci,
hatimu menjadi baik, seluruh anggota badanmu menjadi sehat dan urusanmu menjadi lurus.
Dan bila kamu hilangkan kemungkaran dan memutus tali-talinya, berarti kamu telah
menghabisi virus mematikan di dalam bangunan masyarakatmu. Sehingga dengan begitu,
kamu telah mengamankan dienmu, diri dan keluargamu.
Shalat adalah penolongmu di kala dalam kesulitan dan pengurai belenggu berbagai rintangan.
Allah Subhaanahu Wata'alaberfirman,
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu."(Al-Baqarah: 45).
Shalat adalah ketenangan bagi pikiran dan jasmanimu dari berbagai kesibukan hidup dan
kepenatan kerja. Ia adalah faktor utama penguat hubungan antar sesama Muslim, persamaan
hak antar sesama manusia, terjaganya peraturan, timbulnya rasa tinggi di atas segala yang ada
di dunia, kosongnya hati dari hawa nafsu, sucinya jiwa dari rasa permusuhan dan tipu daya,
terjaganya lisan, terpeliharanya mata dan pendengaran, sikap rendah hati dan sopan,
terbiasanya diri menunaikan hak-hak, dan melakukan kewajiban dalam kondisi semangat
maupun terpaksa.
Tidak diragukan lagi, shalat memiliki banyak manfaat secara medis, yang direfleksikan dari
gerakannya yang spesial, baik ketika berdiri, ruku', sujud dan duduk, sesuai dengan cara kita
beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata'ala, sekalipun faidah-faidah ini luput dari
pengetahuan kita.
Kaum Muslimin terdahulu menerima perintah-perintah Allah Subhaanahu Wata'ala tanpa
mencari apa alasannya dan apa yang mewajibkannya. Mereka menunaikannya dengan tanpa
bertanya dan meminta penjelasan. Akan tetapi lemahnya iman di dalam jiwa mendorong para
penyuluh agama dalam rangka membimbing para pemula dan menunjukkan jalan hidayah
kepada mereka untuk memberdayakan pikiran dan memaksakan diri dalam menggali
keutamaan-keutamaan dan keistimewaan-keistimewaan yang tersimpan dalam agama Islam
dan meletakkannya di hadapan mata mereka ibarat meletakkan uang di telapak tangan
mereka. Sekalipun begitu, hanya sedikit yang mau mengambil pelajaran dan mau bersyukur.
NASIHATKU KEPADAMU WAHAI MUSLIM
Wahai Muslim,
Nasehatku kepadamu hendaklah kamu senantiasa mendirikan shalat dan menjaga shalatshalatmu pada waktunya. Demi Allah, tidak ada seorang pun yang dapat melindungimu dari
siksa Allah Subhaanahu Wata'ala. Ia tidak dapat menanggung dosamu, tidak pula dapat
berbantahan dengan Allah Subhaanahu Wata'aladalam rangka membelamu, juga tidak dapat
menolak siksa-Nya bila menimpamu, hartamu tidak bermanfaat bagimu, tidak juga anakanakmu, kedudukanmu tidak akan bertahan lama bersamamu, demikian juga masa mudamu.
Kamu akan menyesali keteledoranmu di hari di mana penyesalan tiada lagi berguna. Mati
akan menyergapmu secara tiba-tiba di saat kamu lengah darinya. Karena itu, ambillah
perbekalanmu, renungi masalahmu dan ambil pelajarandari pendahulumu.
Ketahuilah, bahwa hal pertama yang kelak dipertanyakan kepada seorang hamba di hari
Kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka setelahnya ditanya tentang zakat, puasa dan
haji. Jika shalatnya ditolak, tidak sesuatu pun dari kebaikan yang akan ditanyakan setelahnya,
sekalipun ia membayar zakat, berpuasa dan melaksanakan haji. Ketahuilah, bahwa siapa yang
meninggalkan kewajiban shalat secara sengaja, maka jaminan dan tanggungan Allah
Subhaanahu Wata'aladan Rasul-Nya terlepas darinya.
Berhati-hatilah, jangan sampai kamu termasuk orang-orang Islam gadungan yang hanya
shalat dalam satu waktu sementara di waktu-waktu lainnya dia meninggalkannya. Juga
jangan sampai kamu termasuk orang-orang munafik yang bila mendirikan shalat bermalasmalasan, minta dilihat orang lain (berbuat riya') dan tidak mengingat Allah Subhaanahu
Wata'alakecuali hanya sedikit.
Berhati-hatilah, jangan sampai setan menguasai lisanmu sebagaimana menguasai lisan-lisan
kebanyakan kaum Muslimin gadungan yang mengatakan, 'Yang menjadi tolok ukur bukan
shalat, tetapi kejernihan hati dan tidak menipu orang lain.' Mereka mengklaim tidak pernah
menyakiti seorang pun sekalipun tidak pernah shalat. Demi Allah, mereka itu dusta! Mereka
bahkan telah menyakiti Allah Subhaanahu Wata'ala, Rasul-Nya dan orang-orang beriman.
"Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya
di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. Dan orangorang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka
perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(AlAhzab: 57-58).
Bentuk menyakiti Allah Subhaanahu Wata'ala macam apalagi yang lebih besar daripada
berbuat maksiat terhadap-Nya? Bentuk menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
apalagi yang lebih besar daripada menentangnya? Bentuk menyakiti orang-orang beriman
macam apalagi yang lebih besar daripada melecehkan agama mereka dan mengikuti selain
jalan mereka?
Bila kamu melihat sekelompok orang melakukan shalatnamun mereka melakukan perbuatan
maksiat, maka ketahuilah, bahwa mereka tidaklah terjaga dari melakukan kekeliruan.
Kemaksiatan yang mereka lakukan tidak ada kaitannyadengan shalat mereka. Kamu tidaklah
dalam posisi sebagai pemberi sanksi kepada mereka maupun mewakili mereka. Percayalah,
bahwa suatu hari mereka akan jera dengan tingkah laku buruk mereka. Jadilah kamu lebih
baik daripada mereka, panutan dan pemberi nasehat bagi mereka. Jadilah kamu termasuk
orang-orang yang shalatnya mencegahnya dari kemungkaran dan janganlah termasuk orang
yang shalatnya tidak membuatnya selain makin jauh dari Allah Subhaanahu Wata'ala.
Shalatlah, jika kamu berakal. Demi Allah, orang yang berakal sehat tidak akan pernah
meninggalkan shalat. Berhati-hatilah, jangan sampaikamu menjadi orang-orang yang tidak
menggunakan akal dan panca indera dalam hal yang bermanfaat, bahkan justeru mengikuti
hawa nafsu dan setan! Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wata'alamengecam dan mencela
kelalaian mereka dengan firman-Nya,
"Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergukan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai."(Al-A'raf: 179).
Shalatlah, jika kamu orang yang merdeka dan terhormat! Janganlah mengikuti orang-orang
yang keluar dari agama (murtad) dan janganlah terperdaya dengan banyaknya jumlah orangorang yang celaka.
Shalatlah, jika kamu termasuk orang yang pandai mengingat jasa baik dan berterimakasih
atas perbuatan baik.
Shalatlah, jika kamu tulus dalam keislamanmu dan janganlah perbuatanmu bertentangan
dengan perkataanmu sehingga kamu termasuk orang-orang munafik.
Shalatlah, jika kamu mencintai dirimu agar kelak selamat dari azab yang pedih. Berhatihatilah, jangan sampai kamu membangkang dan berlarut-larut di atas kesalahanmu sehingga
setan mempecundangimu, lalu membuatmu lupa mengingat Allah Subhaanahu Wata'ala,
sehingga kamu termasuk orang-orang yang merugi.
Shalatlah, jika kamu seorang yang berbakti kepada kedua orang-tua agar Allah Subhaanahu
Wata'alamenerima doamu dan permintaan ampunanmu untuk keduanya.
Shalatlah, jika kamu mencintai anak-anakmu dan jadilah teladan yang baik bagi mereka.
Bagaimana mungkin kamu bercita-cita menumbuh kembangkan mereka di atas Islam jika
kamu sendiri tidak mempraktikkannya? Apakah kamu rela melihat mereka kelak terbolakbalik di api neraka?
Shalatlah kamu, jika kamu setia kepada isterimu, menginginkan kebaikan untuknya dan
berharap keselamatan baginya. Tidakkah kamu melihatnya shalat sekalipun kamu tidak
shalat? Apakah kamu merasa terhormat bila ia menjadi wanita yang shalih dan bertakwa
sementara kamu hidup bersamanya sebagai seorang yang durhaka? Bagaimana ia bisa
percaya terhadap kesetiaanmu, jika kamu sendiri tidak pernah setia terhadap kedua orang-tua
dan anak-anakmu?
Shalatlah, jika kamu tulus mengabdi kepada negerimu. Orang yang tidak dapat diharapkan
kebaikannya bagi agamanya, tidak akan mungkin dapat diharapkan kebaikannya untuk
negerinya. Bagaimana Allah Subhaanahu Wata'ala akan menjaga negeri-negeri bilamana
penduduknya berbuat maksiat kepadaNya dan mengingkari nikmat-nikmat-Nya? Tidaklah
orang-orang Yahudi dapat menguasai mereka melainkankarena mereka meninggalkan shalat
dan melakukan perbuatan keji dan mungkar?
Shalatlah, jika kamu mencintai Allah Subhaanahu Wata'ala. Sebab orang yang mencintai
tidak akan merasa bahagia kecuali dengan berbisik berdua dengan yang dia cintai. Karena itu,
hendaklah shalatmu menjadi bagian dari bisikan (munajat) mu.
Shalatlah, jika kamu takut kepada Allah Subhaanahu Wata'alaYang Mahabesar sebab Dia
Subhaanahu Wata'ala telah mengancam orang yang tidak mendirikan shalat dengan
memasukkannya ke dalam api neraka. Sedangkan kamu, wahai orang yang patut dikasihani,
tidak dapat menahan panasnya matahari, maka apalagi menahan panas api neraka? Api di
dunia merupakan satu bagian dari tiga puluh bagian api di akhirat, sedang api di akhirat
berwarna hitam legam. Manusia yang terjerumus ke dalam api Nereka memerlukan waktu
tujuh puluh tahun hingga mencapai dasarnya.
Apakah menyenangkanmu, wahai sahabatku, pada hari Kiamat kelak dikatakan, "Kamu
termasuk orang-orang yang berbuat kejahatan karena tidak shalat?" Apakah
menyenangkanmu bila Allah Subhaanahu Wata'ala Yang Maha Pembalas mengatakan
kepada para malaikat yang bengis,
"Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke
dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang
panjangnya tujuh puluh hasta."(Al-Haqqah: 30-32)
Bukankah kamu sepakat denganku bahwa meninggalkan shalat adalah perbuatan maksiat?
Lalu, kenapa kamu meninggalkannya? Apakah kamu memiliki jaminan dari Allah
Subhaanahu Wata'ala bahwa Dia akan mengampunimu? Tidakkah kamu mendengar pesan
Allah Subhaanahu Wata'ala kepada Rasul-Nya, Artinya, "Katakanlah, 'Sesungguhnya aku
takut akan azab hari yang besar (hari Kiamat), jikaaku mendurhakai Rabbku'."?(Al-An'am:
15)
Apakah kamu lebih mulia di hadapan Allah Subhaanahu Wata'alaataukah Rasul-Nya? Bila
Rasul-Nya menurut pandanganmu lebih mulia -dan inilah yang benar-, maka mengapa dia
bisa takut kepada Rabb-nya sedang kamu tidak?
Wahai teman, andaikata seorang polisi mengancammu, pastilah kamu amat
memperhitungkannya. Andaikata seorang gubernur mengancammu, pastilah kamu tidak
dapat memejamkan mata saking takutnya. Andaikata penguasa tertinggi di negeri
mengancammu, pastilah punggungmu akan terputus saking takut dan cemasnya kamu. Nah,
bagaimana bila yang mengancammu itu adalah Zat Yang Maha Pembalas Lagi Perkasa,
kemana kamu akan pergi dan siapa yang akan menyelamatkanmu dariNya?
Apakah penyesalan dan tangismu dapat menyelamatkanmu bila telah berhadapan langsung
dengan api neraka? Manfaat mana yang dapat kamu kumpulkan di dalam kehidupan dunia ini
untuk menyongsong kehidupan akhirat bila kamu tidak shalat? Apa kerugian yang kamu
alami bila shalat? Mana di antara dua hal yang paling kamu sukai: bersama orang-orang yang
bahagia di surga atau bersama orang-orang yang sengsara di neraka?
Shalatlah, karena sesungguhnya kamu butuh pada (pertolongan) Allah Subhaanahu Wata'ala
Yang Mahaagung. Kenalilah Allah Subhaanahu Wata'ala di saat engkau dalam kondisi
mudah, niscaya Dia akan mengenalmu di saat engkau dalam kondisi sulit.
Shalatlah, dan janganlah kamu menjadi seorang Muslim keturunan yang mengklaim
berafiliasi pada Islam padahal Islam berlepas diri darimu. Berhati-hatilah, jangan sampai
kamu menjadi alat pendongkel yang menghancurkan danmerobohkan Islam. Berbanggalah
dengan keislamanmu seperti kebanggaan sang penyair,
Islam adalah ayahku, tidak ada ayah bagiku selainnya
Disaat pada Qais atau pun Tamim mereka berbangga
Shalatlah, pasti kamu menjadi pelindung bagi saudara-saudaramu sesama Muslim yang baik.
Kamu menyebabkan jumlah mereka banyak, memperkuat mereka, mengalahkan musuh
mereka, mengurangi jumlah orang-orang munafik.
Shalatlah, pasti kamu membuat ridha Sang Maha Pengasih, membuat jengkel setan dan
mementahkan tipu daya para penipu.
Shalatlah, sebab shalat adalah cahaya yang dapat menghilangkan gelapnya kesesatan dan
kebatilan, menanamkan petunjuk dan kebenaran ke dalam hati, menyinari gelapnya kuburmu
dan bergemerlapan pada dahimu dengan terang benderang pada hari Kiamat.
Mengapa Kita Shalat
Shalatlah, sebab shalat merupakan faktor paling besar yang dapat menghalangimu dari
melakukan maksiat dan belenggu paling keras bagi setan dan hawa nafsu.
Shalatlah, sebab perkara hisab (perhitungan amal perbuatan) amatlah sulit, sedang yang
berwenang melakukan hisab adalah Mahakuasa. Ketahuilah, bahwa bila binatang ternak
melihat kesengsaraan-kesengsaraan dan prahara-prahara yang disediakan bagi manusia pada
hari Kiamat kelak, pastilah akan mengatakan, "Wahai sekalian manusia, segala puji bagi
Allah yang tidak menjadikan kami seperti kalian. Surga tidak kami harapkan dan siksaan pun
tidak kami takutkan." Sementara pelaku kejahatan pada hari itu berangan-angan kiranya
menjadi debu.
Sebagai penutup, shalatlah wahai saudaraku sesama Muslim! Aku melaksanakan shalat dan
mengharapkan kebaikan bagimu sama seperti halnya mengharapkannya untuk diriku selama
kamu adalah saudaraku sesama Muslim.
Shalatlah sebagai ungkapan ketaatan kepada Allah Subhaanahu Wata'alayang berfirman,"Peliharalah segala Shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wusthaa (Ashar). Berdirilah karena
Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu."(Al-Baqarah: 238)
Dan juga karena rasa khawatir kelak dikumpulkan dalam kelompok orang-orang kafir. Sebab
telah diriwayatkan sebuah hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda,
"Perjanjian antara kami dan mereka (orang-orang munafik) adalah shalat; siapa yang
meninggalkannya, maka ia telah kafir." (H.R. at-Tirmidzi)
Shalatlah! Sebab aku, demi Allah yang tiada tuhan -yang berhak disembah- selain Dia, adalah
termasuk orang-orang yang menginginkan kebaikan bagimu.
Semoga Allah Subhaanahu Wata'ala menjadikanku dan kamu termasuk orang-orang yang
mendengarkan perkataan, lalu mengikuti (pesan) yangpaling baik darinya.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad,
keluarganya dan para sahabatnya.
Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin.
Post a Comment