LARANGAN BERPRASANGKA BURUK TERHADAP ALLAH
LARANGAN
BERPRASANGKA BURUK TERHADAP ALLAH
Firman
Allah Subhanahu wata’ala :
يظنون بالله غير الحق ظن
الجاهليـة يقولون هل لنا من الأمـر من شيء قل إن الأمر كله لله
“…Mereka
berprasangka yang tidak benar terhadap Allah, seperti sangkaan jahiliyah, mereka
berkata : apakah ada bagi kita sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini,
katakanlah : sungguh urusan itu seluruhnya di Tangan Allah.…” (QS. Ali Imran,
154).
ويعذب المنافقـين
والمنافقـات والمشركـين والمشركـات الظانين بالله ظن السوء عليهم دائرة السوء وغضب
الله عليهم ولعنهم وأعد لهم جهنم وساءت مصيرا
“Dan
supaya Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang munafik
perempuan, dan orang-orang Musyrik laki laki dan orang-orang musyrik perempuan
yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah, mereka akan mendapat giliran
(keburukan) yang amat buruk, dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta
menyediakan bagi mereka neraka jahannam. Dan (neraka jahannam) itulah
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al Fath, 6).
Ibnu Qoyyim dalam
menafsirkan ayat yang pertama mengatakan :
“Prasangka di sini
maksudnya adalah bahwa Allah Subhanahu wata’ala tidak akan memberikan
pertolongannya (kemenangan) kepada Rasulnya, dan bahwa agama yang beliau bawa
akan lenyap.”
Dan ditafsirkan pula
: “bahwa apa yang menimpa beliau bukanlah dengan takdir (ketentuan) dan hikmah
(kebijaksanaan) Allah.” Jadi prasangka di sini ditafsirkan dengan tiga
penafsiran : Pertama : mengingkari adanya hikmah dari Allah. Kedua : mengingkari
takdirNya. Ketiga : mengingkari bahwa agama yang dibawa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam akan disempurnakan dan dimenangkan Allah atas semua
agama.
Inilah prasangka
buruk yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-orang musyrik yang
terdapat dalam surat Al Fath. Perbuatan ini disebut dengan prasangka buruk,
karena prasangka yang demikian tidak layak untuk Allah, tidak patut terhadap
kagungan dan kebesaran Allah, tidak sesuai dengan kebijaksanaanNya, PujiNya, dan
janjiNya yang pasti benar.
Oleh karena itu,
barangsiapa yang berprasangka bahwa Allah Subhanahu wata’ala akan memenangkan
kebatilan atas kebenaran, disertai dengan lenyapnya kebenaran, atau berprasangka
bahwa apa yang terjadi ini bukan karena Qadla dan takdir Allah, atau mengingkari
adanya suatu hikmah yang besar sekali dalam takdirNya, yang dengan hikmahNya
Allah berhak untuk dipuji, bahkan mengira bahwa yang terjadi hanya sekedar
kehendakNya saja tanpa ada hikmahnya, maka inilah prasangka orang-orang kafir,
yang mana bagi mereka inilah neraka “wail”.
Dan kebanyakan
manusia melakukan prasangka buruk kepada Allah, baik dalam hal yang berkenaan
dengan diri mereka sendiri, ataupun dalam hal yang berkenaan dengan orang lain,
bahkan tidak ada orang yang selamat dari prasangka buruk ini, kecuali orang yang
benar-benar mengenal Allah, Asma dan sifatNya, dan mengenal kepastian adanya
hikmah dan keharusan adanya puji bagiNya sebagai konsekwensinya.
Maka orang
yang berakal dan yang cinta pada dirinya sendiri, hendaklah memperhatikan
masalah ini, dan bertaubatlah kepada Allah, serta memohon maghfirahNya
atas prasangka buruk yang dilakukannya terhadap Allah.
Apabila
anda selidiki, siapapun orangnya pasti akan anda dapati pada dirinya sikap
menyangkal dan mencemoohkan takdir Allah, dengan mengatakan hal tersebut
semestinya begini dan begitu, ada yang sedikit sangkalannya dan ada juga yang
banyak. Dan silahkan periksalah diri anda sendiri, apakah anda bebas dari sikap
tersebut ?
فإن تنج
منها تنج من ذي عظيمة وإلا فإني لا إخالك
ناجيا
“Jika anda
selamat (selamat) dari sikap tersebut, maka anda selamat dari malapetaka yang
besar, jika tidak, sungguh aku kira anda tidak akan selamat.”
Kandungan bab ini :
-
Disebutkan bahwa prasangka buruk itu banyak sekali macamnya.
-
Penjelasan bahwa tidak ada yang bisa selamat dari prasangka buruk ini kecuali orang yang mengenal Asma’ dan sifat Allah, serta mengenal dirinya sendiri.
([1]) Ayat pertama menunjukkan bahwa
barangsiapa yang berprasangka bahwa Allah akan memberikan kemenangan yang terus
menerus kepada kebatilan, disertai dengan lenyapnya kebenaran, maka dia telah
berprasangka yang tidak benar kepada Allah dan prasangka ini adalah prasangka
orang-orang jahiliyah, menunjukkan pula bahwa segala sesuatu itu ada di Tangan
Allah, terjadi dengan qadha dan qadarNya serta pasti ada hikmahnya, dan
menunjukkan bahwa berbaik sangka kepada Allah adalah termasuk kewajiban
tauhid.
([2]) Ayat kedua menunjukkan
kewajiban berbaik sangka kepada Allah dan larangan berprasangka buruk kepadaNya,
dan menunjukkan bahwa prasangka buruk kepada Allah adalah perbuatan orang-orang
munafik dan musyrik yang mendapat ancaman siksa yang sangat
keras.
Post a Comment