Mengulas Sifat Tawadhu'
Mengulas Sifat Tawadhu'
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu
bagi -Nya, dan
aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi
wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Diantara
sekian banyak akhlak serta sifat terpuji yang ditekankan oleh agama kita ialah
sifat tawadhu (rendah hati). Dikarenakan akhlak mulia adalah inti ajaran Islam,
maka tak salah kalau banyak ayat serta hadits yang menganjurkan hal tersebut,
salah satunya sifat yang akan menjadi kajian kita kali ini, yaitu sifat
tawadhu. Allah ta'ala berfirman:
﴿ وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ ١٨﴾ [ لقمان: 18]
"Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". (QS Luqman: 18).
Dalam keterangan lain Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
﴿ وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِلۡمُؤۡمِنِينَ
٨٨ ﴾ [الحجر: 88]
"Dan
janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap
orang-orang yang beriman". (QS al-Hijr: 88).
Pengertian:
Yang
dimaksud tawadhu ialah merendahkan diri dan berlaku lemah lembut. Dan ini
tidak akan mendongkrak pelakunya menjadi
terpuji melainkan bila dibarengi karena mengharap wajah Allah azza wa jalla.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Kalau
sekiranya ada orang bersikap tawadhu agar Allah Shubhanahu wa ta’alla mengangkat derajatnya dimata
orang, maka ini belum dikatakan telah merengkuh sifat tawadhu, karena maksud
utama perilakunya itu didasari agar mulia dimata orang, dan sikap seperti itu
menghapus tawadhu yang sebenarnya".[1]
Ucapan beliau didasari sebuah hadits yang
dikeluarkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
bahwa Nabi MuhammadShalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ
رَفَعَهُ اللَّهُ» [أخرجه
مسلم]
"Tidaklah
seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan (pasti) Allah akan mengangkat
derajatnya". HR Muslim no: 2588.
Syaikh
Abdurahman as-Sa'di mengomentari maksud hadits diatas dengan mengatakan:
"Sabdanya: "Tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah".
Sebagai peringatan supaya memperbagusi niat, yaitu dengan didasari ikhlas
karena Allah Nabi
Muhammaddidalam sikap tawadhunya tadi. karena banyak
dijumpai, ada orang yang terkadang menampilkan sikap tawadhu dihadapan orang
kaya, namun, niatnya supaya bisa mengais sedikit dari hartanya, atau terhadap
pimpinan supaya bisa tercapai keinginannya.
Ada pula yang menampilkan sikap tawadhu dengan tujuan
riya' dan pamer, maka tujuan-tujuan semacam ini, semuanya rusak, tidak memberi
manfaat sama sekali bagi pelakunya, kecuali rendah diri yang didorong rasa
ikhlas karena Allah Shubhanahu wa ta’alla
dalam rangka mendekatkan diri kepada -Nya dan ingin meraih ganjaran serta
kemurahan -Nya kepada makhluk, sehingga ihsan terbaik serta ruhnya itu ada pada
ikhlas karena Allah ta'ala". [2]
Dan Nabi kita, Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah pionir terdepan dalam akhlak
mulia yang satu ini, untuk menggambarkan tawadhunya Nabi kita lihat pada
haditsnya Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Muslim. Diceritakan oleh beliau:
« أَنَّ امْرَأَةً كَانَ فِى عَقْلِهَا
شَىْءٌ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِى إِلَيْكَ حَاجَةً فَقَالَ « يَا أُمَّ فُلاَنٍ انْظُرِى أَىَّ
السِّكَكِ شِئْتِ حَتَّى أَقْضِىَ لَكِ حَاجَتَكِ ». فَخَلاَ مَعَهَا فِى بَعْضِ الطُّرُقِ
حَتَّى فَرَغَتْ مِنْ حَاجَتِهَا » [أخرجه مسلم]
"Ada
seorang perempuan yang sedikit bermasalah otaknya berkata pada Nabi MuhammadShalallahu
‘alaihi wa sallam: "Wahai Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, saya
ada keperluan sebentar denganmu". Nabi menyahut: "Ya Ummu Fulan, apa
kebutuhanmu, hingga aku bisa membantu urusanmu". Maka beliau mengikutinya
sedikit minggir dijalan kota Madinah, sampai perempuan tadi menyelesaikan
keperluannya". HR Muslim no: 2326.
Masih
kisah yang menjelaskan tawadhunya Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam, diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dari sahabat Anas radhiyallahu 'anhu beliau menceritakan:
« إِنْ كَانَتْ الْأَمَةُ مِنْ إِمَاءِ
أَهْلِ الْمَدِينَةِ لَتَأْخُذُ بِيَدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَتَنْطَلِقُ بِهِ حَيْثُ شَاءَتْ » [أخرجه البخاري]
"Pernah
ada seorang budak yang berada dikota Madinah, menggandeng tangan Rasulallah Shalallahu
‘alaihi wa sallam lalu diajak pergi untuk membantu urusannya". HR
Bukhari no: 6072.
Bahkan
lebih mengesankan lagi dari itu semua, sebuah hadits yang dibawakan oleh
al-Baghawi dalam syarhu sunah dari Aisyah radhiyallahu 'anha, diceritakan bahwa
Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « آكل كما يأكل العبد وأجلس كما يجلس العبد » [أخرجه البغاوي في شرح السنة ]
"Aku makan sebagaiman
makannya seorang hamba sahaya, dan aku duduk seperti duduknya seorang budak". HR al-Baghawi 13/248. Dinyatakan shahih oleh
al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no: 544.
Dalam redaksi lain, dikatakan
bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يا عائشة لو شئت لسارت معي جبال الذهب.
أتاني ملك وإن حجزته لتساوي الكعبة, فقال: إن ربك يقرأ عليك السلام ويقول: إن شئت نبياً
ملكاً وإن شئت نبياً عبداً, فأشار إلي جبريل ضع نفسك فقلت: نبياً عبداً » [أخرجه البغاوي]
"Wahai
Aisyah, kalaulah sekiranya aku mau tentu ada gunung yang terbuat dari emas
berjalan menemaniku. Telah datang kepadaku malaikat yang
kain bagian bawahnya hampir setinggi Ka'bah. Dia
mengatakan: "Sesungguhnya Rabbmu kirim salam kepadamu, dan berfirman:
"Kalau engkau mau Aku jadikan seorang Nabi dan hamba, atau seorang Nabi
dan malaikat". Lalu aku berpaling kepada Jibril 'alaihi sallam, dan ia
mengisyaratkan padaku supaya rendah diri. Maka aku jawab: "Aku rela
menjadi Nabi dan seorang hamba..". Hadits shahih diriwayatkan
oleh al-Baghawi dalam syarhu Sunah 13/348 no: 3683.
Tatkala Aisyah ditanya apakah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa
melakukan pekerjaan dirumahnya? Beliau menjawab:
« قَالَتْ: نَعَمْ ,كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيَخِيطُ ثَوْبَهُ
وَيَعْمَلُ فِي بَيْتِهِ كَمَا يَعْمَلُ أَحَدُكُمْ فِي بَيْتِهِ » [أخرجه البغاوي]
"Ia, beliau biasa menambal
sendalnya, dan menjahit bajunya sendiri, dan melakukan pekerjaan rumah seperti
halnya kalian melakukannya dirumah kalian". Hadits shahih dikeluarkan
oleh Baghawi dalam Syarhu Sunah 13/242 no: 3675.
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
bisa berdo'a:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ أَحْيِنِى مِسْكِينًا
وَتَوَفَّنِى مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِى فِى زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَومَ
القِيَامَة
»
[أخرجه
الترمذي]
"Ya Allah hidupkanlah
hamba dalam keadaan miskin, dan wafatkanlah dalam keadaan miskin, serta
bangkitkan diriku bersama orang-orang miskin kelak pada hari kiamat".
HR at-Tirmidzi no: 2352. Dinilai hasan oleh al-Albani dalam shahih sunan
at-Tirmidzi 2/275 no: 1917.
Tatkala
ada seorang sahabat datang kepada beliau lalu memujinya sambil mengatakan:
"Duhai sebaik-baik makhluk". Beliau justru menimpali: "Itu
adalah Ibrahim 'alaihi sallam". HR Muslim no: 2369.
Dalam shahih Bukhari dan
Muslim dibawakan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, disebutkan
bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَوْ لَبِثْتُ فِي السِّجْنِ مَا لَبِثَ
يُوسُفُ ثُمَّ أَتَانِي الدَّاعِي لَأَجَبْتُهُ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Kalau
seandainya aku dipenjara seperti Yusuf lamanya tatkala dipenjara, pasti aku
akan tetap memenuhi tugasku ini (berdakwah)". HR Bukhari no: 3372. Muslim
no: 151.
Hal ini menunjukan bagaimana sikap tawadhunya
beliau, karena beliau mendapat ujian yang tidak pernah ada seorangpun yang
mendapat semisal dengannya.
Masih
dalam riwayat Bukhari dan Muslim dibawakan sebuah hadits dari Abu Burdah,
dirinya mengkisahkan: "Aisyah pernah keluar kepada kami sambil memegang
baju dan jubah yang usang, lalu mengatakan: "Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dicabut
ruhnya dalam keadaan memakai dua baju ini". HR Bukhari no: 5818. Muslim no: 2080.
Dalam
riwayat-riwayat diatas menjelaskan bahwa beliau adalah imam (pemimpinnya)
orang-orang yang bertawadhu, dan ini tidak mengherankan karena tawadhu
merupakan sifatnya para Nabi. Sebagaimana dijelaskan dalam salah satu riwayat
yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallah 'anhu, dari Nabi
Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا رَعَى
الْغَنَمَ. فَقَالَ أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ: نَعَمْ ,كُنْتُ أَرْعَاهَا
عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ مَكَّةَ »
[أخرجه
البخاري]
"Tidaklah Allah
mengutus seorang nabi pun melainkan dirinya pasti pernah menggembala
kambing". Maka para sahabatnya bertanya: 'Tidak pula engkau wahai Rasul?
Beliau menjawab: "Tidak pula aku. Dahulu aku biasa menggembala dibebukitan
miliknya penduduk Makah". HR Bukhari no: 2262.
Sehingga
sangat wajar sekali bila Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam memotivasi umatnya untuk
bersikap tawadhu dan rendah diri. Sebagaimana haditsnya Iyadh al-Majaasyi'i
radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ
تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى
أَحَدٍ
»
[أخرجه مسلم]
"Sesungguhnya Allah
menurunkan wahyu padaku agar kalian bersikap rendah diri, hingga tidak ada
seorangpun yang merendahkan saudaranya, dan tidak berlaku lalim satu sama lain". HR Muslim no: 2865.
Salah
satu petuah yang pernah diberikan Abu Bakar kepada kita ialah: "Kami
mendapatkan kemuliaan akhlak ada pada takwa, kekayaan pada keyakinan, serta
keluhuran pada rendah diri".
Dan Aisyah radhiyallahu 'anha pernah mengingatkan:
"Sungguh betapa banyak orang yang lalai pada ibadah yang paling afdhal
yaitu tawadhu".
Faidah
sikap rendah diri:
1.
Salah satu jalan yang akan
mengantarkan pada surga.
2.
Allah Shubhanhu wa ta’alla akan mengangkat kedudukan orang yang rendah diri
dihati manusia. Dikenang kebaikannya oleh orang lain serta diangkat derajatnya
diakhirat.
3.
Bahwa sikap tawadhu terpuji
itu ditujukan pada orang-orang beriman, adapun pengumpul dunia serta orang yang
sesat maka bersikap rendah diri terhadap mereka akan menjadikan kehinaan.
4.
Sifat tawadhu sebagai bukti
akan keindahan akhlak serta pergaulannya.
5.
Bahwa sifat tawadhu merupakan
sifatnya para Nabi dan Rasul. [3]
Akhirnya
kita tutup kajian ini dengan ucapan segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla,
Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah Shubhanahu wa ta’alla
limpahkan pada Nabi kita Muhammad Shubhanahu, pada keluarga beliar serta
para sahabatnya.
Post a Comment